BAB 31

377 19 0
                                    

Happy Reading!!

Jangan Lupa Bahagia

***

Haruskah aku lari dari kenyataan? Aku tidak sanggup bertahan.
- Arinda Alfatih -

***

Arinda Alfatih POV

Tidak ada lagi semangat untuk ke sekolah. Bang Cakra dan yang lainnya sudah berusaha untuk tetap buat aku senang. Tapi nyatanya aku hanya bisa senyum sebentar dan bakal menangis lagi.

Langit diam-diam memberiku semangat. Selalu seperti itu jika ada El di sampingku. El pun selalu menyemangatikuku. Milly dan Abi juga. Tapi aku tahu mereka juga sedih. Mereka pasti bayangin aku yang akan tinggal serumah dengan wanita ular itu. Huhu, aku sedih.

Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan sekarang? Besok adalah hari pernikahan Daddy dan Betty. Aku tidak setuju. Sangat tidak setuju. Aku tidak mau punya mama tiri seperti dia. Dia jahat.

"Dinda." panggil El yang berlari bersama Langit. Seperti biasa aku akan duduk di taman depan perpusatakaan untuk menenangkan hati.

"Ada apa?" tanyaku melihat keduanya mengatur nafas karena berlari.

"Kita masih punya harapan." Langit berucap lebih dulu.

"Harapan apa?" tanyaku memelas. "Besok udah nikahannya," tambahku.

"Nyokap gua ada di sana waktu itu," ucap El membuatku mendongak.

"Apa maksud lo?"

"Nyokap gua nelpon tadi dan gua kasih tahu masalah Daddy lo yang bakal nikah sama Betty. Dia bilang bayi yang dikandung Betty bukan bayi Daddy lo. Nyokap gua ada di sana waktu itu. Nyokap gua liat Betty masuk ke kamar bokap lo dan nggak lama kemudian bokap lo keluar dari sana. Nyokap gua bisa jadi saksi, Din," jelas El dan dibarengi anggukan Langit.

"Terlambat. Nikahannya besok. Kita nggak mungkin bisa batalin lagi." Aku mendesah pasrah. Walau ada saksi yaitu Tante Eyrla (mama El), tapi tetap saja pernikahan itu akan berlanjut.

"Coba ngobrol sama Daddy lo dulu. Tante Eyrla juga siap bantu." Itu suara Langit. Suara yang lembut membuatku sedikit tenang.

"Gua nggak tahu." Hanya itu yang bisa keluar dari mulutku. Aku benar-benar tidak tahu apa yang harus aku lakukan sekarang. Bagaimana tanggapan Mommy di sana? Aku tidak bisa membahagiakan Daddy.

Aku juga teringat Mbak Dinda. Sampai sekarang aku belum pernah bertemu dengannya lagi. Aku tidak tahu harus ngomong apa kalau ketemu dia. Aku juga tidak mau bahas Mbak Dinda di depan Daddy. Daddy bakal sedih banget.

"Lo nggak boleh putus asa gitu." Langit mengelus pundakku kemudian berlutut di hadapanku. Aku mendongak untuk menatapnya. "Lo kayak bukan Dinda kalo lo putus asa gini," ucapnya menggenggam tanganku.

"Dinda." Milly dan Abi menghampiriku. Mereka berdua langsung duduk di kanan dan kiriku.

"Jangan sedih lagi!" ucap Abi memelukku dari samping dan menekan dagunya di bahuku.

"Semua akan baik-baik saja," tambah Milly.

Kurasakan sentuhan lain di tangan aku yang lainnya. Kulihat El menatapku dengan khawatir dan sedih. Lalu aku melihat Langit yang masih juga masih memegang tangan aku. Mereka semua menyemangatiku.

"Kita semua ada buat lo," ucap Langit dengan lembut dan penuh perasaan seakan dia berkata aku akan selalu ada buat kamu.

***

Pulang sekolah aku dikejutkan dengan kedatangan Om Egy. Langit dan El yang sudah ingin ke mobilnya malah ikut denganku. Kulihat Om Egy sedang bicara dengan Om Brant. Mungkin mereka nostalgia masa SMA.

The Best DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang