Happy Reading!!
Jangan Lupa Bahagia...***
Saat pengorbanan tidak sia-sia itu artinya ada sebuah kebahagiaan yang pasti.
- Arjuna Alfatih -***
Arjuna POV
Aku langsung menemui Betty setelah mendapat telepon dari Dinda bahwa dia di rumah sakit menunggu temannya. Aku hanya ingin membatalkan semua jadwalku sampai jam pulang nanti. Aku bukan hanya khawatir kepada putriku, tapi juga 2 temannya itu, El dan Langit. Bagaimana pun mereka masih anak-anak dan tidak tahu apa-apa.
Cakra yang mengantarnya juga tidak bisa tinggal karena akan membantu temannya yang akan pindah hari ini ke rumah. Aku belum memberitahu Dinda. Nanti saja sekalian kami bertemu.
Aku izin ke Papa dan juga Bang Aan. Siapa tahu mereka berdua mencariku? Setelah itu aku berangkat ke rumah sakit yang tadi Dinda sebutkan.
Sampai di sana aku melihat Dinda duduk di samping El dengan kertas yang sedikit El remas. Ada apa? Wajah putriku terlihat khawatir sama halnya El yang terlihat frustasi.
"Dinda," panggilku.
"De.. eh, Bang." Hampir saja Dinda memanggilku Daddy.
"Bagaimana? Apa kata dokter?" tanyaku setelah Dinda berdiri di hadapanku.
"Langit positif demam berdarah," jawabnya lirih. Nada sedih dari bicaranya sangat jelas.
"Lalu?" tanyaku lagi.
"Langit harus diopname. Tapi Mama El nggak ada di sini. Mama El ada di Jepang," jawab Dinda lagi.
Kulirik El yang hanya diam saja di tempat duduknya. Sepertinya dia benar-benar tidak tahu apa yang harus dilakukannya.
Aku mengelus lengan putriku dengan sayang. "Kamu temenin El aja di sini. Biar saya yang urus," ucapku.
"Beneran?" tanya Dinda mulai tersenyum.
"Iya." Aku mengangguk pasti. "Ya udah, saya urus dulu semuanya supaya Langit bisa langsung dirawat."
"Makasih." Dinda tersenyum manis dan memelukku sebentar.
Aku menuju El dan menepuk pundaknya memberinya kekuatan. Di umurnya yang masih muda dia harus menghadapi hal keras seperti ini. Harusnya ada orang tua yang mendampinginya, dan tidak seharusnya orang tuanya mengabaikannya.
"Kamu nggak usah khawatir. Langit akan baik-baik saja," ucapku, tapi dia diam saja. Matanya menatap kosong kertas yang dipegangnya. "Tunggu di sini." Aku menoleh ke Dinda dan dia langsung mengangguk.
"Bang." Aku yang baru saja ingin pergi kembali menoleh dan melihat El sudah berdiri menatapku. "Makasih," ucapnya dan aku hanya mengangguk dan tersenyum. Setelah itu aku pergi. Aku harus mengurus perawatan Langit dulu.
Setelah semua beres. Aku tidak langsung menghampiri Dinda dan El. Aku memilih ke kantin rumah sakit untuk membeli minuman untuk mereka atau mungkin cemilan juga. Mereka pasti lelah dan butuh energi.
Aku sampai di depan UGD dengan membawa satu kantong makanan dan minuman. Aku berhenti sejenak sedikit jauh dari Dinda dan El. Kulihat El bersandar di bahu Dinda. Saat Dinda melihatku dia langsung meletakkan telunjuknya di bibir memintaku tidak berisik. El tertidur.
"Dia kecapaian," ucap Dinda pelan bahkan seperti angin lalu saja saking pelannya.
"Ini." Aku memberikan belanjaanku kepadanya. "Nggak berat itu?" tanyaku melihat El yang tertidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Best Daddy
General FictionArjuna Rifid Alfatih (Juna) adalah seorang duda beranak satu. Ia menikah muda dengan sahabatnya kecilnya. Sayangnya, istrinya meninggal saat melahirkan putri mereka, Arinda Magdalena Alfatih (Dinda). Dinda sendiri tumbuh menjadi gadis cantik yang sa...