24% !? ✔️

3K 114 3
                                    

Tyara berjalan santai menuju kantin. Setelah olahraga, rupanya perutnya menjadi kosong segera ingin di beri asupan yang lezat dari kantin.

"Kalila?"

Niatnya pergi ke kantin ia urungkan. Gadis itu tiba-tiba saja ingin menghampiri Kalila yang sedang berada di taman duduk di bawah pohon sendirian.

"Hey, menyendiri mulu." Tyara menepuk paha Kalila pelan.

Kalila langsung membalikkan dua foto yang sejak tadi ia pandang tanpa henti.

"Eh, hey Tyara," sapa Kalila yang tak lupa ia akhiri dengan seulas senyuman manis.

Tyara tersenyum.

"Ada masalah?" tanya Tyara saat melihat ekspresi Kalila yang sedikit murung. "Cerita aja ke gue. Gue gak emberan kok, suwer."

Kalila menghembuskan napasnya pelan, lalu ia menatap kedua foto yang ia genggam.

Tyara memandang dua foto di tangan Kalila yang ia yakini yang menyebabkan mood Kalila sekarang. "Gue boleh liat foto itu?"

Kalila mengikuti arah pandang Tyara. Gadis itu lalu menyodorkan kepada Tyara.

"Foto keluarga lo waktu kecil. Ini berarti Deon?" Tyara menunjuk seorang laki-laki kecil yang menyengir kuda.

Kalila tersenyum. "Iya."

Saat melihat foto kedua gadis itu mengerutkan dahinya.

Kayaknya gue pernah liat foto ini. Tapi di mana... Batin Tyara.

"Oh iya! Berarti yang suka baseball lo?"

"Hah? Maksudnya Ra?"

"Gue juga pernah liat foto ini dari Deon. Tapi, tiba-tiba dia marah ke gue gitu waktu gue nanya dia suka baseball apa enggak. Dia cuman jawab gue benci baseball."

Gadis itu menundukkan kepalanya. "Aku juga benci baseball. Terutama tongkat baseball dan angka 12."

Tyara menoleh cepat ke arah gadis yang menundukkan kepalanya. Ia merasa sesuatu yang tidak beres. Tidak mungkin karena mereka kembar, mereka menjadi membenci hal yang sama yang menurut Tyara tak masuk akal. Ada apa dengan olahraga baseball? Bukannya itu seru? Tongkat baseball? Bukannya itu benda mati? Angka 12? Seseorang yang membenci angka berarti tepat di angka itu pasti ada yang membuat seseorang itu tersakiti.

"Oh. Kalila maaf."

Kalila menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kamu gak salah kok."

Kalila tersenyum tipis lalu ia menarik napas dalam-dalam dan menghembuskan dengan perlahan-lahan.

"Jadi sebenarnya mamah meninggal dengan cara yang sadis."

Tyara membulatkan matanya dan mulutnya bersamaan.

Kalila berusaha menahan air mata yang akan jatuh ke wajahnya. "Tongkat itu di ambil gambarnya oleh abang Deon untuk mencari pelaku sebenarnya. Walaupun saat mamah meninggal kasus itu telah terpecahkan oleh polisi siapa yang membunuh mamah. Tapi, gue dan Deon gak percaya begitu aja. Gue yakin orang itu bukan pelakunya, dan gak akan mungkin seseorang yang mencintai mamah membunuh mamah. Polisi itu bodoh!"

Tak menyadari air matanya telah membasahi pipi Kalila.

Tyara terkejut saat mendengar kematian mamah Kalila.

Gadis itu merogoh saku celana olahraganya. Ia memberikan tisu kepada Kalila. "Nih."

Kalila mengambil tisu yang di berikan oleh Tyara. "Aku cengeng ya?" Kalila terkekeh hambar.

12 (Masa Lalu Dan Masa Depan) [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang