Kultum

3.1K 180 2
                                    

Cuaca hari ini sangat panas, bahkan membuat siapa saja malas untuk beraktivitas. Kalau boleh memilih mereka pasti akan tidur di rumah bermanja-maja dengan kasur yang empuk. Bayangkan saja saat ini sudah pukul satu siang namun, matahari masih dengan semangatnya membuat hawa panas. Tapi, tidak untuk para anak Rohis dan OSIS yang semangat dengan latihan mereka.

Yups, mereka sedang sibuk-sibuknya mengurus ini itu untuk keperluan dua hari kedepan untuk acara bulanan SMA Merah Putih. Tsabita? Jangan di tanya ia lagi adu debat sama kakak seniornya. Karena apa? Dia nolak ajakan untuk kultum. Iyalah dia malu, dilihat banyak pasang mata yang membuat ia risih.

"Nggak, Bita nggak mau kak." ucap Tsabita melas.

"Kalau nggak mau Bita berarti mau pensi?" tanya Bagas.

"Nggak mau, Bita jadi penonton dan pendengaran yang setia waelah." jawab Tsabita dengan diakhiri logat jawanya.

"Nggak, tetep kultum." ucap Akmal tegas.

"Sak karepmu waelah, kak. Bita mah apa atuh, cuma iso pasrah wae. Bener ra?" jawab Tsabita pasrah kalau yang bicara udah Akmal.

"Iyups, eh Ta, artinya apasih Ta?" tanya Reno penasaran.

"Ter__" ucapan Tsabita terpotong.

"Gue tau!" ucap Ahmad. "Terserah dirimu, kak. Bita mah apa sih? Cuma bisa pasrah aja. Bener nggak?" lanjut Ahmad. "Benerkan Ta?" tanya Ahmad kemudian. Dan hanya dibalas anggukan oleh Tsabita.

Tsabita berdiri dan berjalan keluar. Membuat mereka bingung dan takut kalau Tsabita marah atau ngambek. Tapi, mereka tepis jauh-jauh anggapan itu karena Tsabita bukan tipe orang seperti itu.

"Mau kemana?" tanya Akmal dengan suara dingin yang khas.

"Wudhu." jawab Tsabita. Ya dia ingi wudhu, mungkin akan menenangkan  pikirannya dan merefres otaknya agar kembali segar.

Setelah berwudhu Tsabita duduk di teras mushola sambil menganyunkan kakinya ke kolam ikan di bawah serambi mushola. Namun, kakinya tak sampai menyentuh kolam yang emang postur tubuhnya mungil. Ia memangdang kolam ikan koki tersebut dan menerawang kedepan sambil melantunkan surah Ar-Rahman.

Tsabita sangat menikmati lantunan ayat suci Al-Qur'an yang ia baca, saat tiba di ayat ke tiga belas ia minitihkan airmatanya. Maka nikmat Tuhan yang manakah, yang kamu dustakan? Tsabita pun tak menyadari bahwa di belakangnya ada seseorang yang memperhatikannya.

'Subhannallah..merdu sekali suaramu ukhty.' batin Ilham.

Pemuda itu berjalan mendekat ke arahnya dan duduk di sampingnya, namun masih ada jarak di antara mereka. Tsabita pun tak menyadari, hingga suara deheman itu menyadarkannya. Ia menghapus air matanya dan mengakhiri bacaannya.

Deg..

'Kak Ilham? Kok jantung Syifa dag, dig, dug gini ya. Kenapa kak Ilham kesini coba? Syifa kan fokusnya gagal.' batin Tsabita.

"Boleh duduk?" tanya Ilham.

"Hem." jawab Tsabita yang kata-katanya tertahan di tenggorokan. "Ehm, em, a.. I..apa sih. Kak Ilham keluar kenapa?" lanjut Tsabita gugup.

"Cari udara aja." jawab Ilham seadanya. Ingin sekali Ilham tertawa melihat tingkah Tsabita yang menurutnya lucu.

Tsabita hanya beroh ria. Dan keadaan kembali hening. Hanya ada suara angin yang berhembus menyapu lembut dedaunan. Menerpa kecil jilbab Tsabita.

Tsabita Syifa Arumi [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang