Kenyataan Pahit

3K 193 66
                                    

'Mancintai dan mengejarmu kembali itu seperti berdiri diatas tebing. Antara memilih maju atau mundur. Dalam hubungan bertahan atau melepaskan.'

-Tsabita Syifa Arumi-

***

Tsabita POV

Waktu magrib telah tiba, aku segera bergegas menuju masjid yang ada di tengah-tengah lingkungan ponpes Nurul Huda. Aku berjalan beriringan dengan Latifa, sahabat kecilku beserta teman sebelah asrama kamarku. Aku berjalan dengan tenang dan santai, tanpa ada niat nimbrung pembicaraan Latifa dan temennya.

Setibanya di masjid, betapa terprangahnya diriku melihat desain masjid ini. Masjid yang terletak di tengah-tengah lingkungan ponpes, dengan corak klasik arabik terkesan modern, namun sangat elegan untuk dipandang dan dinikmati, ditambah dengan kolam ikan yang mengelilingi masjid tersebut. Mungkin kolam itu dibuat untuk memanjakan mata para santri/santriwati setelah seharian penuh belajar kitab, mutholaah kitab, dan kesibukan lainnya. MasyaAllah, indah sekali. Tak henti-hentinya aku memuji masjid ini.

"Woy, masuk gak usah bengong! Keburu iqomat tau rasa. Sumpah muka kamu minta dibayar tau, Fa." tegur Latifa memukul bahuku. Sedangkan aku menatapnya tajam dan datar. "Sorry,  gak sengaja." lanjutnya dengan cengiran unfaedah dan menutup mulutnya. Aku memutar bola mataku malas dan berjalan semangat memasuki masjid.

Sholat akan dilaksanakan, dan sepertinya abah yang akan menjadi imam. Tiga puluh menit telah usai,  dilanjut dengan membaca al-qur'an sampai azan isha'. Sepertinya ini adalah kegiatan rutin yang dilaksanakan di pondok pesantren ini. Alunan suara dari santriwati yang membaca bacaan al-qur'an memasuki gendang telingaku begitu menyejukan dan menentramkan hati dan jiwa bagi siapa pun yang mendengarnya.

"Allahuakbar.. Allahuakbar.."

Suara merdu dari mu'adzin kini terdengar ditelingaku. Membuat aktivitasku dan santriwati lain terhenti. Aku mendengarkan suara adzan ini dengan sangat menikmati. Tubuhku tiba-tiba menegang, dan perasaanku berdesir aneh. Suara ini yang aku rindu. Suara yang dulu selalu aku dengar, tiga tahun yang lalu di SMA Merah Putih. Ada apa dengan diriku?

"Ternyata kau benar-benar kembali." gumamku lirih dengan satu tetes air mata yang dengan cepat ku hapus agar tidak ada yang melihatnya. Namun sayang..

"Terharu ya, Fa?" ucap Latifa dengan nada menggoda.

"Gak, biasa aja." jawabku acuh setelah berdo'a sesudah adzan.

"Lhah? Kalau gak kenapa sampai nangis? Hayoo, ngaku. Ini suaranya gus Kahfi. Bikin adem, tentram, tenang. Namun sayang, gus Kahfi sudah punya calon istri." ucapnya menggoda.

"Dasar sahabat ngeselin." gumamku dalam hati.

"Kamu ngatain aku kan, dalam hati?" tuduhnya yang seratus persen memang iya. Nih, orang peka banget dah. Pikirku.

"P.E.D.E!" ujarku ketus.

"Bodo amat." ucapnya mengedikan bahu acuh.

***

Setelah sholat isha' usai semua santriwati sibuk dengan urusannya sendiri. Ada yang muroja'ah kitab ada juga yang muroja'ah al-Qur'an. Keadaan bising namun menenangkan kini yang dapat gadis dengan mukena motif bunga rasakan.

"Fa, kamu balik ke kamar sendiri gak pa-pa kan? Aku mau setor hapalan dulu sama umah." ucap Latifa memandang Tsabita yang dari tadi melihat ke depan tanpa ekspresi.

"Iya, tapi aku masih mau disini dulu ." jawab Tsabita datar.

"Ya udah jangan balik larut." peringat Latifa sebelum berlalu dari duduknya.

Tsabita Syifa Arumi [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang