Duka dan Air Mata

2.7K 166 12
                                    

Aturan membaca:

1. Membaca basmallah terlebih dahulu.

2. Siapakan hati dan juga sekotak tisu.

3. Komen bagian yang menurut kalian ngena di hati.

4. Tinggalkan apabila cerita arum membuat lalai. Utamakan yang utama terlebih dahulu.

***

Rahasia? Namun ini terkesan menyakitkan walau hanya sekedar mendengar. Apalagi ia yang tersakiti? Sekuat apa hatinya?

***

Tsabita memandang kosong ke depan, pikirannya berkelana entah kemana seseorang yang kini ia tunggu sejak satu minggu lamanya setelah ia bangun dari komanya, tidak sehari bahkan sedetik pun ada kabar atau menjenguk dirinya. Dimana dia? Bagaimana kabarnya? Sesibuk itukah dirinya sampai tidak bisa melihatnya sehari saja? Tidakkah dia rindu dengan dirinya?

Ah, terlalu berharap! Emang siapa dirinya? Pacarnya? Tidak mungkin! Bahkan dalam Islam dilarang pacaran. Keluarganya? Sejak kapan dirinya dilahirkan oleh ibunya? Sepupunya? Sejak kapan bibinya menikah dengan pamannya? Lantas apa kekasihnya? Sejak kapan dia menikah dan bertunangan dengan dirinya pikir Tsabita berkecamuk.

Banyak perubahan dari Tsabita. Kesehatannya dari hari ke hari semakin membaik, membuat dirinya semakin bersemangat untuk sembuh dan bertemu dengan dia, seseorang yang selalu ia sebut namanya dalam diam, namun ricuh dalam doa.

Sebuah senyum tipis membingkai wajah Tsabita, ya hanya tipis. Otak cantiknya memutar memori saat dirinya bersama dia, yang entah kemana. Hingga sebuah suara membuyarkan lamunannya.

Ceklek

"Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam."

"Gimana dek kabarnya?" tanya Rahayu yang datang dan berdiri di samping ranjang rawatnya.

"Alhamdulillah jauh lebih baik dari sebelumnya, kak." jawab Tsabita semangat. "Kapan Syifa boleh pulang?" tanya Tsabita kepada Rahayu.

"Lusa Syifa boleh pulang ke rumah." jawab Rahayu sambil tersenyum lembut dan tulus.

Pantas saja ia menjadi dokter, cocok sih sama profesinya. Ramah, murah senyum, sabar, baik hati, cerdas pas cocok deh menjadi seorang dokter. Pasti pasiennya pada betah dirawat dan diperiksa dengan dokter muda ini. Eh? Emang ada hubungannya ya? Ah, tau ah pusing.

"Beneran kak? Terimakasih." ucap Tsabita dengan binar mata bahagia dan memeluk tubuh ramping Rahayu yang berada di sampingnya.

"Kak Akbar, kak Akmal belum pulang?" tanya Tsabita beralih menatap Akbar sang kakak yang menatapnya datar, gelisah, semua bercampur menjadi satu.

"Belum." jawab Akbar singkat.

"Kapan pulang kak?" tanya Tsabita lagi dengan rasa penasaran yang menggebu.

"En_"

"Dokter, masih ada pasien yang harus anda tangani, jadi mari selesaikan dulu pekerjaan anda." ujar Rahayu tiba-tiba memotong jawaban Akbar.

Tsabita Syifa Arumi [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang