Sebenarnya

2.4K 149 18
                                    

Tsabita POV

Alhamdulillah akhirnya aku sampai rumah, huft, capek banget. Badan rasanya pada mau remuk, tulang pada mau lepas dari engselnya. Wkwkwk, lebay.

Aku sampai rumah jam sembilan pagi sama kak Akmal, dan yang lainnya pulang ke rumah masing-masing. Aku sangat bahagia, karena saat sampai di rumah sudah ada nenek yang jauh-jauh dari Bekasi untuk ke temu sama cucunya.

Aku melangkahkan kakiku ke rumah berlantai dua, yang terkesan sederhana, namun nyaman, dan enak di pandang.

"Assalamualaikum." ucapku semangat, sambil melangkahkan kakiku ke dalam rumah di ikuti kak Akmal di belakang ku.

"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh." jawab semua orang yang ada di dalam rumah.

"Kok ramai?" ucapku bingung dan entah bertanya pada siapa. Sedangkan kak Akmal hanya mengedikan bahunya tanda ia tak tau.

Aku langsung melangkahkan kakiku ke ruang keluarga yang sudah dihuni oleh banyak orang.

"Kakekk, nenekkk, Syifa kangeennn." ucapku berlari ke pelukan kakek dan nenek yang sudah merentangkan tangannya untuk menyambut pelukanku.

"Kakek juga kangen sama cucu kakek yang cantik ini." jawab kakek sambil mengusap kepalaku.

"Tentunya nenek juga kangen, masa kakek aja yang kangen." ucap nenek tak mau kalah dan mencium ke dua pipiku bergantian.

Sedangkan yang lain terkekeh melihat kakek dan nenek yang bahagia karena bertemu dengan ku. Aku menyalimi tangan keluarga ku satu persatu, setelah itu di bawa duduk oleh nenek.

"Aduh, cucu nenek kok makin cantik." ucap nenek gemas.

"Iya dong nek, kalau Aqsal ya makin ganteng benerkan kek?" cletuk seseorang di belakang ku, yang tak lain adalah Aqsal.

"Iyain aja biar seneng." ucap kak Akmal dan kak Akbar bersamaan.

"Ish, gitu banget sih. Lihat adek sendiri bahagia gak mau." gerutu Aqsal kesal.

"Kalian ini." ucap nenek sambil menggelengkan kepalanya.

Aku hanya diam dan mendengarkan candaan mereka. Karena aku sendiri merasa sakit pada perutku, aku tak mau ada yang menyadari bahwa aku sedang tidak baik-baik saja.

Keringat dingin sudah membasahi keningku, dan tubuhku mulai bergetar karena menahan sakit. Aku ingin segera ke atas dan meminum obat. Karena aku tidak mau menghancurkan acara nanti malam, ya kak Layly akan di khitbah oleh kak Sandi Fairuzi Al-Katiri.

'Ya Allah, sakit sekali. Kuatkan Tsabita untuk menahan rasa sakit ini dengan senyum Tsabita. Tsabita percaya akan kekuatan-Mu. Bismillah..'

"Sayang kamu kenapa?" tanya nenek mengusap keningku.

Semua pasang mata menatap ku dengan cemas dan khawatir. Aku mencoba tersenyum, dan ya aku berhasil. 'Maaf Syifa berbohong.'

"Ehm, nggak kok nek, Syifa baik-baik saja. Syifa capek mau istirahat dulu." jawabku lembut, dan tersenyum manis, menutupi kebohonganku.

"Ya udah kalau nggak pa-pa, istiralah." ucap nenek sambil menciumku.

"Iya nek." jawabku. "Syifa duluan, assalamualaikum." pamitku dan berlalu menaiki tangga dengan keadaan sangat lemas.

"Sepertinya anakmu kecapekan, Fat." ucap nenek.

Tsabita Syifa Arumi [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang