Hujan, Luka, dan Kenangan

2.5K 162 81
                                    

Tsabita POV

Jam sholat dzuhur telah berkumandang, lantunan merdu terdengar dari mushola SMA Merah Putih. Semua siswa-siswi berhambur keluar untuk menunaikan kewajiban mereka sebagai seorang muslim, ada juga yang pergi ke kantin untuk makan, atau sekedar nongkrong.

Hari ini Bita seneng banget, karena rintik hujan mulai turun membasahi bumi. Udara seketika menjadi segar, bau tanah dengan air hujan menyeruak masuk ke indra penciuman Bita.

"Eh, kalia duluan gih, Bita ambil mukena Bita ketinggalan. Bita mau ambil mukenanya dulu." ucap Bita, inilah salah satu kebiasaan buruk Bita. Hadeuhh..

"Beneran kita duluan?" tanya Aqilla memastikan.

"Iya." jawab Bita dengan yakin.

"Aku temnin aja deh..ya..ya.." ujar Aqilla memohon. 'Ada apa sih? Pikir Bita.

"Apasih, biasanya juga sendiri. Udah sana." usir Bita lembut, sambil berlalu dari hadapan sahabat-sahabat Bita.

Bita berjalan santai dengan santai menuju kepas Bita untuk mengambil mukena. Dan setelah mengambil mukena, Bita segera ke mushola untuk mengikuti sholat dzuhur berjamaah. Namun, naas hujan mengguyur semakin lebat membasahi tanah.

Bita memandang sendu kearah hujan dan mushola. Bita menjulutkan tangan dibawah hujan, menikmati begitu tenang dan damainya hujan. Mereka selalu kuat dan tegar, walau sudah terjatuh berkali-kali. Tidak seperti manusia yang selalu mengeluh ketika satu ujian datang.

"Yah, gimana nih? Keburu iqomat nanti." ucap Bita memejamkan mata sejenak sambil mendekap mukena dengan erat.

"Masa Syifa harus lari, nanti bajunya basah dong." ucap Bita lesu dan memandang lantai Putih di bawahnya.

"Ayo!" seru suara bas dengan tiba-tiba, dan Bita mengenal siapa pemilik suara tersebut.

Perlahan namun pasti, kepala Bita berputar mencari sumber suara tersebut. Ah? Lebih tepatnya apakah benar 'dia' pemilik suara itu? Pikir Bita berkecamuk.

Deg..

"Ka_kak Ilham?" ucap Bita menahan gugup.

"Iya?" jawabnya menatap Bita lekat.

Tubuh Bita seolah terkunci, mata Bita seolah ditarik oleh maknet agar tatap mencari kenyamanan dalam netra hitam didepan Bita. Dengan cepat Bita memutus kotak mata dengannya dan segera bertanya.

"Ayo!" serunya mengisyaratkan ajakan, namun Bita tidak mengerti apa maksudnya.

"Ke_mana?" tanya Bita gugup. Bener rasanya mulut Bita sulit untuk berkata-kata.

"KUA mau?" jawabnya singkat dengan ekspresi datar namun tersirat akan keseriusan.

"Hah? Ngapain?" respon Bita tidak mengerti dengan ucapan singkatannya.

"Iya, nikah dini. Gimana?" ucapnya sambil menaikkan sebelah alisnya.

Bluss..

Rasanya pipi Bita memanas dan dapat Bita pastikan, pasti pipi Bita merah kayak cabai rawit nih. Haduh, nih kak Ilham kenapa sih. Kesambet apaan coba.

"Apa sih kak? Udah ayo keburu iqomat nanti." ucap Bita mengalihkan pembicaraan dan berjalan mendahuluin kak Ilham.

Kak Ilham mengikuti Bita dari belakang, dengan satu payung yang kak Ilham pegang untuk berdua. Jantung Bita seolah mau lompat dari tempatnya.

'Ya Allah jagalah hati Syifa, Syifa masih pengen sehat. Kenapa kalau ada kak Ilham jantung Bita kayak lagi senam?' batin Bita penuh tanya.

Tsabita Syifa Arumi [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang