Noni Belanda : Johanna #Prakata

7.5K 489 12
                                    

Source : Yulia Sujarwo

Hembusan angin pagi hari sangat menyejukkan kala itu, tidak ada yang salah dengan hari indah itu. Aku bersama teman – teman perempuanku menikmati indahnya pagi hari kota Semarang dengan secangkir kopi dan teh. Kami bersendau gurau sebelum memulai bekerja. Aku adalah salah satu staf kantor Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappjic. Ruang kerjaku berada di lantai dua namun terkadang aku berada di lantai satu membantu juniorku bekerja. Panggil saja namaku Johanna berumur 20 tahun.

Entah kenapa hari ini aku berpakaian sangat bagus dan beberapa kali aku di bilang "mooi" "erg mooi" ( cantik) oleh beberapa rekan kerjaku namun hatiku tidak sedang dalam keadaan baik. Kala itu aku berpakaian dress putih memanjang sampai bawah lutut,setengah lengan dan bersarung tangan. Rambutku yang pirang ini kubiarkan tergerai hingga kebahu. Aku pun bersolek dan memakai minyak wangi kesukaan yang harumnya mirip bunga jasmine.

Jujur di dalam hatiku yang paling dalam, aku dan beberapa rekan-rekan kerjaku khawatir akan kedatangan tentara Nippon. Kelihatannya bersahabat namun tidak, kami mendengar kedatangan mereka dari radio dan mesin telegraf. Atasan kami di kantor cantik itu mengingatkan kami para staf kantor terutama yang perempuan untuk berhati-hati dan waspada. Konon katanya mereka membenci kami para orang Belanda. Perasaan gelisahku kutepis dan aku berbaur dengan rekan-rekanku bekerja karena saat itu pekerjaan kami banyak sekali yang harus kami selesaikan.

Setelah makan siang, kami mendengar suara sirine yang meraung-raung dari kejauhan. Kala itu kami sudah was –was, dan apa yang kita takutkan benar adanya. Kami melihat beberapa mobil dan truk berisi tentara Jepang turun dari kendaraan mereka dan memasuki kantor kami. Kami melihat dari lantai 2 dan bertanya-tanya , apa yang mereka lakukan dikantor kami. Suara teriakan-teriakan memakai bahasa yang tidak kumengerti dengan nada keras. Tidak lama kemudian salah seorang rekan pria kami juga mengeluarkan nada keras dan berkata dalam bahasa Belanda kemudian terdengar teriakan dari lantai bawah.

Tiba-tiba salah seorang rekan kami masuk ke ruanganku bersama teman-teman perempuanku. Salah seorang dari mereka bilang, tentara Jepang membunuh rekan kami dan sekarang mereka akan membantai kami satu-satu. Aku dilanda rasa panik yang luar biasa dan aku hanya bisa menyebut "Mijn God – Jesus, becherm ons hier" ( Tuhanku Yesus, lindungi kami di sini).

Kemudian aku dan beberapa teman perempuanku berlari ke arah jalan keluar lewat pintu belakang tetapi kami sudah di hadang enam tentara Jepang dengan pedang Katana di tangan mereka. Kami menjerit dan mencoba lari menerobos mereka tetapi kekuatan kami tidak sepadan dengan kekuatan tentara-tentara bengis itu. Mereka menghardik kami dengan bahasa yang tidak kami mengerti. Mata mereka sangat cabul sekali, kemudian aku melihat salah seorang juniorku di bawa mereka ke ruang sebelah dan mereka melucuti pakaiannya dan memperkosanya sambil mengancam dengan pedang kurang lebih berukuran satu meter. Aku hanya bisa menangis kala itu dan memejamkan mata sekejap.

Aku dan 3 orang teman perempuanku kami diseret ke ruanggan sebelahnya lagi. Rambut kami dijambak mereka, aku pun tekena pukulan di pipi dan ludah mereka mendarat ke wajah cantikku.

Sepanjang lorong aku meronta-ronta mohon ampun, namun mereka hanya tertawa. Mulutku pun mengeluarkan sumpah serapah, dan aku berjanji hidup mereka tidak akan indah selamanya. Mereka memegangiku dengan kencang dan membuka rokku. Beberapa kali aku ditampar hingga membekas merah. Aku menangis dan melontarkan sumpah serapah lagi. Sungguh apa yang kulihat adalah iblis bermata sipit dan tubuh mereka yang kerdil.

Kulihat mereka membuka celana mereka dan mengeluarkan alat kelamin mereka yang sungguh menjijikan hingga membuatku muntah-muntah. Salah seorang tentara Jepang itu kembali menamparku sambil menodong pisaunya ke arah mataku. Ku toleh ke kanan temanku lebih parah lagi, dia sudah berlumuran darah tangannya karena dilukai oleh mereka menggunakan pisau.

Dia pun berteriak – teriak sampai hingga tidak sengaja kakinya mengenai kepala salah seorang tentara Jepang dan seketika itu pula aku melihat teman dekatku itu kehilangan kepalanya. Ya benar, mereka memenggal kepala temanku dengan kejam. Akupun pasrah diperkosa mereka satu persatu hingga aku sudah tidak tahan lagi.

Aku juga ikut menendang salah seorang tentara bengis itu dan ia tidak terima. Sekarang giliran kepalaku ditebas katana oleh mereka. Aku tidak merasakan sakit hanya sekujur tubuhku dingin dan rasa dendam di hatiku. Aku melihat jasadku masih diperkosa mereka sedangkan kepalaku menggelinding kearah pintu dan ditendang pula oleh salah satu dari mereka.

Kepalaku dan kepala teman deketku itu menjadi bahan bercandaan oleh tnetara kerdil itu. Sungguh sakit rasanya, kami tidak bisa melupakan peristiwa naas itu. Jiwa kamipun terperangkap di sini berpuluh-puluh tahun lamanya. Sebenarnya kami tidak menakut-menakuti mereka yang berkunjung di masa sekarang, kami hanya meminta doa bagi mereka yang paham dan membebaskan jiwa kami dari bangunan kelam ini.

ENSIKLOPEDIA MISTERI HOROR BUDAYA INDONESIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang