Cerita Bidan Sri

1.9K 101 2
                                    


Source : Kisah Misteri

Walau baru beberapa tahun menempati rumah kuno yang terletak di jalan utama kecamatan yang terletak tak jauh dari kaki bukit yang subur, namun, kekayaan Bidan Sri terus saja bertambah..

Kota kecamatan yang terletak tak jauh dari kaki bukit yang subur dengan hamparan sawah yang menguning serta gemericik air sungai, terdapat sebuah bangunann kuno nan megah bekas peninggalan masa lalu, yang konon dimiliki oleh Tuan Van Meijer.

Salah seorang tuan tanah yang memiliki puluhan petak sawah dan perkebunan kayu manis yang demikian luas.

Pada zamannya, hampir kebanyakan penduduk, bekerja untukTuan Van Meijer, sedang sebagian Iainnya, bekerja di tanah miliknya sendiri atau mencari pengalaman dengan cara merantau keluar kota.

Tuan Van Meijer yang tidak punya keturunan itu, memang dikenal sebagai sosok yang santun dan budiman. Oleh sebab itu, masyarakat pun senang. Bahkan, hampir tiap sore, halaman rumahnya yang luas dipakai untuk bermain-main oleh anak anak para pekerjanya.

Alih-alih marah, tiap ada kesempatan, Tuan Van Meijer beserta istrinya pasti Iangsung keluar dan turut bermain serta membagi-bagikan permen atau sekadar. makanan kepada anak-anak itu.

Yang paling meriah jika ada panen raya, Tuan Van Meijer menggelar kesenian rakyat selama seminggu pada saat itu, selain seluruh pekerjanya libur, mereka pun mendapatkan bonus berupa uang.

Tak cukup sampai di situ, Tuan Van Meijer, kadang memperbaiki rumah milik karyawannya yang dianggap sudah tidak layak huni dan membiayai seluruh anak-anak untuk menuntut ilmu di sekolah yang ada di sudut jalan, tepat, di pinggiran kebun kayu manisnya.

Boleh dikata, seluruh masyarakat di tempat itu seolah merasa hidup di segumpal tanah surga yang sengaja dijatuhkan Allah ke bumi.

Ketika Belanda digantikan oleh Jepang, Tuan Van Meijer dan istrinya yang sudah sakit-sakitan itupun meninggal dunia. Seluruh karyawan berkabung.

Sebelumnya, Tuan Van Meijer telah mewasiatkan agar pekebunan miliknya dibagi-bagi kepada seluruh karyawan dengan adil, hanya saja, Ia lupa menyebutkan siapa pewaris dari rumah tinggalnya.

Oleh sebab itu, berbilang tahun, bekas kediaman Tuan Van Meijer dibiarkan kosong, dan menurut bisik-bisik, kadang, berkelebat bayangan pemilik, terutama, ketika sedang purnama penuh. Sesekali, pasangan itu duduk di ruang tamu atau di halaman seolah sedang mengamati bunga bungaan yang tumbuh subur di sana.

Walau beberapa orang penduduk pernah melihat kelebat bayangan sang pemilik rumah, namun, penampakan Tuan Van Meijer dan istrinya seolah tak membuat kebanyakan orang menjadi takut.

Mereka yakin, sebagaimana waktu hidup, Tuan Van Meijer beserta istrinya tak bakal mengganggu mereka.

Hari terus berlalu, kini, sebagian besar rumah besar itupun tampak kian menakutkan. Di sana-sini sudah tampak rusak. Warna temboknya pun tak lagi putih, bahkan, pepohonan bunga yang semula memenuhi sebagian halaman, kini sudah tak Nampak lagi. Yang ada hanyalah batang batang ilalang dan semak yang tumbuh subur.

Kini Kota kecamatan itu kian ramai. Walau begitu, bangunan kuno yang terletak di tengah-tengah jalan utama, tetap saja kosong. Hanya sesekali, terutama pada tengah dan akhir tahun, Pak Darmo, keturunan pertama dari Pak harjo, orang kepercayaan Tuan Meijer tampak membersihkan halaman rumah itu.

Ia akan menyeka keringat yang mengalir di dahinya dengan punggung tangan, kemudian mengumpulkan rerumputan dan membakarnya di bagian belakang rumah. Menjelang senja, Pak Darmo pun pulang ke rumahnya sambil tersenyum puas.

Ketika ditanya kenapa melakukan hal itu, dengan senyum, Par Darmo pun menjawab; "Sebagai balas budi terhadap segala kebaikan Tuan Van Meijer yang telah memberikan segalanya kepada keluarga saya".

ENSIKLOPEDIA MISTERI HOROR BUDAYA INDONESIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang