"Yang aku mau mekdi deh kayanya." ucap Memi pada suatu hari, ketika keduanya pulang sekolah.
"Jangan sekarang ya, aku disuruh pulang cepet sama bunda." tolak Techi halus.
"Kenapa lagi kamu sama tante Yuuka?" Tanya Memi penasaran, kalo ada sesuatu dirumah pasti Yuuka yang bakalan turun tangan nyuruh ini itu ke Techi.
"Gapapa sih."
Memi paham kalo pacarnya ini belum mau cerita, "Jadi langsung pulang aja nih?"
Techi ngangguk.
Besoknya...
"Waduh mau ngajak anak saya kemana hari ini rapi betul." celetuk Manaka waktu mendadak Techi dateng ke rumahnya di minggu siang yang cerah.
"Enggak ngajak kemana-mana. Cuma mau ngasihin ini."
"Apaan tuh?" Manaka kepo ini bocah didepannya bawa-bawa map. "Boleh diliat gak?"
Techi menggaruk kepalanya padahal enggak gatel. "Itu buat Memi sih."
"Apaan yang buat aku?" Memi muncul diruang keluarga, bajunya santai khas gak bakalan ppergi kemana-mana. Untung gak lagi dasteran. "Pippi megang map apaan?"
"Tau tuh si bonsai, katanya buat kamu. Nih." Manaka ngasihin map itu ke anaknya terus ninggalin mereka berdua.
"Apaan sih?" tanya Memi pensaran sambil ngebuka map, ada surat-surat kaya kontrak gitu apalah dia enggak ngerti. "Apa sih ini?"
"Katanya mau mekdi? itu salinan beberapa dokumen kepemilikan. Kemaren bunda sama mami bantuin aku buat akuisisi salah satu mekdi yang deket dari rumah. Buat kamu."
Memi puyeng, "Hah? Apaan?"
"Mekdinya aku beli." jelas Techi secara singkat biar cepet. "Katanya kan kamu mau mekdi, yaudah aku kasih. aku beliin."
"IH BUKAN GITU MAKSUDNYAA!!!"
"Terus apa?" Techi keliatan kebingungan.
"Aku emang mau mekdi kemaren, tapi bukan mekdi beneran! Mekdi! Ayamnya! makan di mekdi." sungut Memi berapi- api.
Techi sempet bengong, "Oh... kirain pengen punya mekdi."
"Tau ah!" Memi ninggalin pacarnya diruang keluarga. Susahnya punya pacar kebanyakan duit tuh gini, bikin pusing aja.
"YANG? KOK MARAH?"