Tidak mungkin. Kenapa aku datang kesini?
Aku menoleh kesana-kemari dan melihat tempat yang tak asing lagi, aku mengenali ruangan ini, aroma iodine dan obat-obatannya yang khas— ini adalah ruang kesehatan sekolah. Pertanyaanku sekarang adalah kenapa aku ada disini?
"Mencariku, eh?" suara itu mengejutkanku dengan segera. Aku mengenali suara itu.
Lalu dia muncul dari balik tirai, dia luar biasa tampan, begitu rupawan, matanya yang indah berkilat berbahaya, untuk sesaat aku tertegun. Noah maju selangkah, menghampiriku.
Reaksiku adalah mundur, aku ketakutan.
"Kenapa kau mundur Alexa?"
Noah melangkah sekali lagi, makin mendekat, pelan dan pasti.
"Jangan coba-coba berani mendekat Noah!" tukasku mengangkat tangan untuk menepisnya.
Tapi Noah tidak berhenti, alih-alih mundur, ia malah tersenyum miring.
"Kubilang berhenti!" kataku kepalang panik.
Noah mengabaikanku dan terus melangkah maju.
Aku menelan ludah, detak jantungku berdenyut kencang ketika Noah berdiri di depanku, sangat dekat hingga ia bisa meraih daguku sampai mendongak, "Aku tahu, ciuman kemarin membakarmu kan? aku akan membuatmu terbakar sekali lagi." bisik Noah di telingaku, membuatku merasa lumpuh.
Noah tersenyum menggoda kemudian memiringkan wajah dan mendekati bibirku.
Semakin dekat.
Dekat.
Dekat
"JANGAN!" teriakku ketika alarm berbunyi pada pukul enam pagi. Aku terkesiap terbangun dan mengangkat kepala dari atas bantal, mataku melebar, nafasku tak beraturan. Dengan keterkejutan yang masih tersisa, kupandangi sekeliling kamar.
Tak ada Noah.
Tak ada ruang kesehatan.
Yang ada hanya aku yang duduk di atas ranjang kamarku dan masih memakai piama. Cahaya pagi dari luar menembus tirai.
Aku tercenung.
Ternyata hanya mimpi, yang tadi hanya mimpi, aku mengingatkan diriku sendiri sambil mematikan alarm, setelah itu aku merangkak turun dari tempat tidur, berjalan ke cermin dan sesaat kupandangi pantulan wajahku di cermin, kurapikan rambutku yang kusut dengan jari. Aku berusaha tidak menatap ke bibir.
Mimpi buruk yang terburuk, kenapa sekonyong-konyong aku jadi memimpikan Noah? Ugh—dan juga kenapa harus mimpi yang mesum seperti itu? Aku lebih memilih mimpi dimakan zombie daripada mimpi berciuman dengan Noah. Ah—tidak, tentu kalau bisa memilih, aku akan dengan senang hati memimpikan hal menyenangkan dengan Nicole.
Ponselku bergetar di atas meja rias dan aku melihat notifikasi panggilan video call dari Nicole (fyi: blokiran nomor Nicole sudah kubuka) Aduh— tanpa pikir panjang aku langsung mengambil ponselku dan langsung berlari ke kamar mandi untuk cuci muka kilat.
Bagaimanapun aku tidak mau menunjukkan muka bantalku terutama pada Nicole, karena prinsipku seorang cewek harus tampil cantik di hadapan cowok yang disukai, baru setelah itu kupakai bedak tabur tipis-tipis di bawah mataku— untuk menghilangkan mata panda sekaligus agar look wajahku kelihatan lebih segar.
Sebenarnya ini kejutan, aku tidak pernah menduga akan mendapat panggilan dari Nicole sepagi ini, tapi aku senang sekali. Senyumanku begitu lebar saat menjawab panggilannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
What Is Love?
Teen FictionMeskipun manis dan punya kepribadian bagus, Alexandra Dawson hanya pernah pacaran satu kali. Tumbuh dalam didikan keluarga yang penuh aturan membuatnya jadi cewek pemilih dalam bergaul, dia tipe cewek rumahan yang lebih nyaman membaca buku, tidur at...