"Kenapa baru kembali, Alexandra?" Mama duduk di sofa dan memelototi ku.
Aku berdiri tegang, "Maaf Mama, ini salahku," aku tidak bisa menghindar dari Mama jadi yang bisa kulakukan sekarang hanya berdiri menunduk, memasang tampang bersalah.
Ya.
Mama menegur saat aku pulang ke rumah, yang ini pun sudah kuduga, memang salahku, aku pulang jam setengah sebelas malam jadi sudah sewajarnya aku dimarahi.
"Mama tidak menyuruhmu minta maaf, Mama bertanya padamu kenapa kau baru pulang, kau pikir ini jam berapa? Kalau alasannya karena membeli buku, memangnya harus dibeli malam ini juga? Besok hari minggu, masih ada banyak waktu untuk membelinya kan?!" Balas Mama ketus.
"Alexandra, Mama ingin ini jadi yang terakhir kalinya kau melakukan ini dan lain kali kau lebih baik tetap menunggu jemputan Parker, tidak ada alasan bagimu untuk pulang sendiri apalagi naik taksi semalam ini apapun alasannya, jikapun terpaksa pergi ke suatu tempat kau bisa minta tolong dan pergi dengar Parker, intinya kau tidak akan melakukannya lagi," Mama terus melanjutkan, "Kau paham Alexandra?"
"Aku paham, Mama." Aku mengangguk lemah.
Mama mengernyit skeptis, "Mama tak ingin dengar kau pulang terlalu malam lagi, Mama bersikap seperti ini karena Mama tidak ingin hal buruk terjadi padamu di luar sana, ini juga berlaku untuk Vernon."
Untuk informasi singkat, Papa bekerja di luar kota dan tidak tinggal bersama kami, karena itu Mama jadi ekstra protektif menyangkut hal-hal seperti ini, kedua orangtuaku adalah dokter dan meskipun Mama sibuk dengan pekerjaannya di rumah sakit, sebagai orang tua Mama tetap berusaha bertanggung jawab memastikan pergaulan dan keadaan kedua anaknya baik-baik saja di rumah, "Setelah ini minta maaf pada Parker, Mama tidak enak padanya karena harus menyuruhnya bolak-balik menjemputmu."
Aku mengiyakan dan tidak mendebat keluhan maupun wejangan Mama tentangku, meskipun sekarang orang lain tidak akan paham kepalaku lagi mau se-meledak apa dan mataku secapek apa, toh sekali lagi ini memang salahku jadi kepalaku menunduk ke bawah, dari dulu jika dimarahi orang tua aku punya kebiasaan untuk tidak melawan dengan menatap matanya, yang perlu kulakukan hanya mengarahkan badan kepada Mama dan diam mengakui kesalahan. Cara psikologi seperti ini selalu berhasil meredakan amarah Mama.
Lagipula aku ingin cepat-cepat masuk kamar, pikiranku sudah terlanjur kacau karena insiden dengan Noah tadi dan jujur saja aku tidak bisa menceritakan masalah Noah pada Mama, apa yang mesti kukatakan? Bahwa Noah salah satu penyebab telatnya aku pulang ke rumah? Pasti heboh.
Ugh, tidak terimakasih.
"Aku tidak akan mengulanginya lagi lain kali, maafkan aku." kataku pelan.
"Memang tidak ada lain kali, Alexandra ini rumah dan bukan hotel, kau tidak bisa seenaknya pulang sesuka hatimu, karena di rumah ini Mama punya aturan."
"Aku paham." aku mengangguk, entah sudah berapa kali kata-kata ini ku ucapkan.
"Mama harap juga begitu, kau boleh pergi ke kamarmu."
***
"Aw," ringisku ketika membaluri luka di lutut dengan antiseptik, rasanya seperti ada efek sengatnya saat cairan itu ku teteskan di atas luka, perih sekali. Untung tadi Mama tidak melihat, kalau itu terjadi aku mesti mengarang-ngarang alasan kenapa aku bisa jatuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
What Is Love?
Teen FictionMeskipun manis dan punya kepribadian bagus, Alexandra Dawson hanya pernah pacaran satu kali. Tumbuh dalam didikan keluarga yang penuh aturan membuatnya jadi cewek pemilih dalam bergaul, dia tipe cewek rumahan yang lebih nyaman membaca buku, tidur at...