Keesokan paginya, aku merasa seperti baru pulang dari menghadiri pemakaman, separuh jiwaku rasanya hampa, seolah ada yang hilang dan membawanya pergi, hidup ini mendadak jadi suram, aku bahkan tidak bisa tidur tadi malam dan kepalaku sakit karena terlalu banyak menangis.
Aku menyalakan keran dari wastafel dan membasuh wajah kuyuku dengan air dingin kemudian kutatap bayangan diriku di dalam cermin.
Aku merasa bagai terjebak dalam mimpi buruk yang tak berujung.
Sementara disisi lain saat menghadapi wajah Mama dan Vernon, aku harus tetap memasang topeng ceria seolah hidupku sedang baik-baik saja, seolah eksistensi video palsu itu tidak pernah ada dan— itu sulit.
Berakting normal saat keadaanmu tidak baik-baik saja itu sangat sulit, hal itu cuma membuatku semakin stress dan merasa terbebani.
Aku sadar betul masalah yang kualami tidak ringan, rasanya aku tidak sanggup membayangkan kemungkinan keluargaku melihat video itu, membayangkan semua orang di sekolah menontonnya, membayangkan video itu beredar ilegal secara luas di media sosial lalu diliat dan dikomentari orang-orang yang sama sekali tak kukenal.
Sangat mengerikan.
Aku tahu betul konsekuensi yang akan terjadi bila hal mengerikan yang kubayangkan benar-benar terjadi dan efeknya setiap menitnya hatiku dibuat cemas tak menentu, apalagi kalau tiba-tiba aku menerima email atau pesan baru, perasaan was-was itu selalu muncul.
'Mungkin sebentar lagi orang itu juga akan mengirimkan video ini padamu, tunggu saja dengan sabar.'
Mataku terpejam sesaat, aku tidak sudi melihat video itu lagi, tapi bagaimanapun kalau pelaku utama benar-benar mengirimkan video itu kepadaku, setidaknya nomor telepon atau emailnya bisa kuketahui, tapi harapan kecil itu langsung pupus secepat munculnya.
Tentu saja pelakunya tidak mungkin seceroboh itu menunjukkan identitas, kemungkinan besar dia akan menggunakan email anonim atau nomor telepon palsu untuk menyembunyikan identitas sebenarnya. Kalau aku jadi pelakunya, rasanya aku juga akan menghindari mengunakan email atau nomor telepon asli.
Hal ini semakin membingungkan karena aku tidak bisa melakukan sesuatu, aku tidak bisa gegabah menghubungi polisi, jika aku melibatkan polisi, sama saja dengan memberitahu keluargaku tentang keberadaan video itu, nama baik Papa dan Mama akan terancam rusak gara-gara aku dan yang paling kutakutkan adalah jika pelakunya tahu dirinya dilaporkan, dia bisa saja bertindak nekat menyebarkan video itu ke media sosial.
Aku meremas pinggiran wastafel dengan gelisah.
Tidak, tenangkan dirimu Alexa, jangan overthinking, jangan memikirkan sesuatu yang belum pasti terjadi, jangan panik oke? Tenangkan dirimu, rileks, berpikirlah dengan jernih.
Penjahat itu tidak akan berani menyebarkan videonya, rekaman palsu itu dibuat untuk menakut-nakutimu, karena kalau dia sampai nekad menyebarkannya, sudah dipastikan dia akan berurusan dengan hukum atas kejahatan pencemaran nama baik dan video seks palsu anak di bawah umur.
Dia tidak akan berani.
Jadi jangan sampai video palsu itu membuatmu berada di titik terendah. Itu hanya video palsu, oke?
KAMU SEDANG MEMBACA
What Is Love?
Teen FictionMeskipun manis dan punya kepribadian bagus, Alexandra Dawson hanya pernah pacaran satu kali. Tumbuh dalam didikan keluarga yang penuh aturan membuatnya jadi cewek pemilih dalam bergaul, dia tipe cewek rumahan yang lebih nyaman membaca buku, tidur at...