Setiap kali aku dan Vernon jalan-jalan berdua di tempat umum, biasanya orang lain akan mengira kami adalah pasangan, tidak cuma sekali atau dua kali, kasus seperti ini sering terjadi, apalagi sebagai saudara, wajah kami bisa dibilang tidak mirip.
Sebenarnya wajar saja kalau orang yang belum mengenal kami berpikir demikian, sebab kami berdua memang kelihatan seperti orang pacaran, misalnya Vernon seringkali melingkarkan lengannya ke bahuku dan mencium pipiku waktu kami sedang antre membeli popcorn atau ketika kami saling menyandarkan kepala dan berbisik-bisik lembut satu sama lain di dalam bioskop, yeah, kakakku memang suka skinship.
Mantan pacar Vernon bahkan pernah cemburu padaku, aku bisa tahu karena Vernon sendiri yang memberitahuku. Ada lagi Wendy,sebelum tahu aku dan Vernon saudara, dia pernah bilang bahwa kami ini pasangan yang serasi, waktu kuceritakan pada Vernon, kakakku itu langsung tertawa terbahak-bahak.
"Wah, sudah berapa kali kita dapat diskon pasangan dari Margot?" Bisikku pada Vernon sambil mendekap totebag kertas berisikan kue-kue lezat yang masih hangat.
Dia mengangkat bahu, "Entahlah, mungkin lain kali kita harus bilang bahwa kita ini saudara." katanya sambil merangkul bahuku.
"Kau benar." kataku setuju, "Aku tidak enak pada Margot."
Hal seperti ini sudah menjadi kebiasaan saat kami datang berdua ke York Chocolate Story— toko yang menjual beraneka ragam cokelat di The Shambles.
Seorang nenek pemilik toko bernama Margot tampaknya salah paham mengira kami adalah pasangan, Margot selalu berbaik hati memberikan potongan harga pada kami, Margot bilang saat melihat kami, beliau selalu teringat kisah masa lalu bersama suaminya yang sudah meninggal. Margot juga selalu mendoakan agar hubungan kami awet dan Vernon selalu mengamininya, tentu saja mengaminini dengan arti lain.
"Menurutku bukan sepenuhnya salah kita kalau orang lain berpikir kita ini pasangan." Vernon menghela napas pendek, lalu dia menengok kearahku sambil tersenyum, "Mungkin, kapan-kapan kau bisa ajak Cole ke Chocolate Story, kenalkan Cole sebagai pacarmu, kalau Margot tanya tentang aku, bilang sejujurnya kita ini saudara atau kalau mau lebih dramatis.. bilang saja kita sudah putus."
"Saran bodoh yang terakhir nggak akan kulakukan," cibirku.
Vernon lalu menambahkan dengan usil, "Kalau begitu sayang banget padahal kalau diperlukan akan kujawab kita putus karena kau diam-diam selingkuh di belakangku."
Aku cemberut pada Vernon, "Lucu ya?" kucubit pinggangnya
Sambil tertawa, Vernon langsung berkelit dan menjauhkan diri.
Lalu dengan memasang wajah menyesal, dia mendekat dan merangkul bahuku lagi, kemudian kami melanjutkan acara jalan-jalan singkat itu dengan mengobrol seru sambil menyusuri gang The Shambles yang remang-remang dan misterius.
Sebenarnya aku agak takut jalan-jalan di York waktu malam hari, tapi karena ada Vernon, aku jadi tenang, lagipula melihat kota York saat malam hari itu selalu membuatku membayangkan suasana Inggris pada zaman dahulu.
Ting, Ting, Ting, Ting, Ting Ting Ting Ting Ting!
Mendengar suara lonceng, aku dan Vernon reflek menoleh ke arah seorang pria tinggi berjengot putih dan berjubah hitam yang berdiri di tengah-tengah trotoar di depan toko buku yang sudah tutup, dalam keremangan The Shambles, pria itu menggerakkan lonceng dan matanya tampak memperhatikan sekitar, orang-orang mulai berkumpul mengelilinginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
What Is Love?
Teen FictionMeskipun manis dan punya kepribadian bagus, Alexandra Dawson hanya pernah pacaran satu kali. Tumbuh dalam didikan keluarga yang penuh aturan membuatnya jadi cewek pemilih dalam bergaul, dia tipe cewek rumahan yang lebih nyaman membaca buku, tidur at...