Maaf Noah

775 122 29
                                    


Jumat pagi Vernon menungguku di bawah tangga sambil tersenyum, berlawanan denganku yang cemberut, ekspresi Vernon ceria seperti biasa, begitu kakiku menginjak tangga terakhir, Vernon mengulurkan lengan merangkul bahuku, aku langsung menghindar dan melayangkan tatapan galak seperti tolong-jangan-sentuh-aku.

"Hei Princess, ayolah kau masih marah padaku?" Vernon membuntuti dari belakang seperti Golden Retriever yang setia, sudah sekitar seminggu ini aku mengabaikan Vernon, aku berhak marah karena dia telah seenak jidat mengajak lalu mengabaikan ku, katakanlah menjadikan aku pionnya agar diizinkan nonton Drive In Cinema oleh Mama, yang padahal cuma alasannya agar bisa kencan dengan cewek sementara aku dibiarkan sendirian dan ketakutan di dalam mobil.

Ugh benar-benar kakak yang bisa 'diandalkan'.

"Kupikir kau akan senang nonton film horor, karena itu aku mengajakmu keluar agar tidak melulu suntuk di rumah, maksudku kupikir kau menikmati filmnya jadi aku menganggap tidak masalah meninggalkanmu sebentar di mobil dan ternyata aku salah, aku menyesal oke?"

"Wow, satu jam kau bilang sebentar?" aku tersenyum mencemooh, "Bagaimana kalau kau yang ku ajak ke suatu tempat dan sengaja kutinggalkan di sana selama satu jam, sementara aku pergi kencan dengan cowokku? Memangnya kau nggak marah Vernon?"

"Kau nggak punya cowok, Alexa." katanya membetulkan kata-kataku.

"Itu hanya perumpamaan saja, Vernon." ketusku

"Oke, oke, hanya candaan, jangan marah, Princess."

Aku memutar mata mendengar jawabannya, bisa-bisanya Vernon bercanda denganku saat kami lagi adu argumen. Ya, aku tahu niat sebenarnya adalah untuk mencairkan suasana, tapi aku sedang dalam suasana hati yang buruk, candaan Vernon sama sekali nggak nyambung dengan moodku, kau tahu, aku galau karena Noah, sejak hari itu aku terus terbebani perasaan bersalah kepada Noah dan aku benci itu, aku benci bermasalah dengan orang lain dan ya.. aku belum minta maaf padanya.

Belum.

Bukannya, aku tidak mau minta maaf, aku belum punya kesempatan pas untuk bertemu dengan Noah, maksudku dia selalu bersama teman-temannya, aneh sekali kalau aku yang sama sekali nggak akrab dan kelihatan tidak pernah bicara dengan Noah di sekolah, tiba-tiba mendatangi Noah dan minta maaf di depan teman-temannya. Itu hanya akan menciptakan rumor dan mempermalukan diriku sendiri, terutama aku juga tidak menginginkan orang lain tahu masalah pribadiku.

Tentu saja, aku sempat kepikiran untuk menghubungi atau mengirimi Noah lewat telepon, tapi aku bahkan tidak punya nomor teleponnya, terutama nomor Noah itu eksklusif dan sulit didapatkan, ciri khas cowok populer, tidak sembarangan orang bisa menyimpan kontaknya. Lagipula aku bukan tipe yang minta maaf lewat telepon, sejak kecil Mama selalu mengajarkan bahwa minta maaf itu harus tatap muka.

Aku harus menunggu momen yang pas saat Noah sendirian, setidaknya keputusan ini lebih bijak.

Vernon sepertinya bisa membaca suasana hatiku, dia berhenti bercanda, menjejeri dan tiba-tiba mengalungkan satu lengannya ke atas bahuku sambil berjalan, suaranya lembut saat bicara, "Maksudku, tentu saja aku juga akan marah, siapa juga yang mau ditinggalkan sendirian, aku nggak seharusnya membiarkan Alexaku di sana dan nonton sendirian kan? aku menyesal, sungguh," Vernon bisa bersikap sangat manis bila dibutuhkan.

"Karena itu, please baikan, ya? Aku nggak tahan didiamkan terus, aku jadi bingung mau mengejek siapa kalau kau marah," Vernon memperlihatkan wajah sedih, "Maafkan aku ya.. ya?"

What Is Love?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang