Setelah minum Paracetamol, aku berbaring di tempat tidur dan merasa sangat mengantuk— mungkin efek samping obat, aku ketiduran sekitar dua puluh menit dan baru bangun ketika mendengar suara hujan lebat dari luar.
Saat itu sekolah sudah usai, ruang kesehatan sepi, hanya ada aku di ruangan ini, perawat sekolah yang biasanya berjaga di ruang kesehatan sudah tidak ada bahkan sebelum aku datang, sementara Noah langsung pergi setelah mengantarku kesini. Sepi sekali, cuma terdengar suara detak jam dinding dan air hujan menampar jendela yang mengisi ruangan. Menyibakkan rambut dari wajahku, aku berusaha tidak terlalu memikirkannya dan mengirim pesan pada Parker untuk segera menjemputku di sekolah.
Sambil tiduran, aku menscroll layar ponsel, mengecek kotak masuk, aku mendapat beberapa pesan, salah satunya dari Wendy yang menanyakan sejak kapan aku kenal Noah, aku sengaja tidak membalasnya dulu, toh kalau kami ketemu besok, Wendy akan menanyakan hal yang sama, jadi tidak perlu menjelaskan sampai dua kali, aku cuma perlu bilang bahwa Noah adalah kenalan les waktu SD, bahwa kami tidak terlalu dekat hingga bisa disebut teman, lalu setelah itu aku akan mengubah topik, seolah-olah bosan membicarakan Noah.
Ngomong-ngomong, rasa kram dan begah di perutku sudah sepenuhnya hilang, obatnya benar-benar bekerja saat aku tidur.
"Sudah bangun?" Kudengar suara pelan dari balik tirai di sebelah tempat tidurku.
Suara itu sekonyong-konyong membuatku terkejut, ponsel yang kupegang di depan wajah, reflek jatuh begitu saja tepat membentur hidungku, "Aw," desahku, rasanya sangat menyakitkan.
Ketika tirai di sebelah tempat tidurku disibak, barulah aku menyadari aku tidak sendirian di ruangan ini, Noah tidur di ranjang lain dan karena terhalang tirai pastel yang memisahkan ranjang kami, aku sempat tidak menyadari keberadaan Noah di dekatku.
Jadi wajar saja kalau sekarang aku kelihatan kaget.
Aku yakin tadi sudah melihatnya pergi. Noah pasti kembali saat aku tidur.
Dia tiduran di atas bantal bagaikan model majalah yang sedang melakukan syuting iklan produk, badannya berbaring menyamping menghadapku, rambut Noah agak berantakan dan meski rautnya tampak lelah, wajah Noah selalu punya daya tarik untuk membuat para cewek terus melirik kearahnya, kecuali aku yang langsung memalingkan pandangan.
"Perutmu sudah baikan?"
"Kurasa begitu, aku tidak merasakan kram lagi," aku berbaring terlentang, "Kau sudah lama disana?"
"Sepertinya iya," jawab Noah mengangkat bahu, "Karena itu aku bisa melihatmu tidur dengan mulut terbuka."
Aku meliriknya sinis, "Yang benar saja." kataku tidak terima, walau sebenarnya aku juga setengah percaya, "Bukankah seharusnya kau sudah pulang?"
"Hujan mencegahku pulang." jawabnya supersantai.
"Dan karena itu kau tidur di ruang kesehatan?"
Noah menaikkan alisnya, "Kenapa? Apakah ada peraturan tidur di ruang kesehatan sekolahku sendiri dilarang?"
"Tidak, aku hanya terkejut bangun-bangun sudah melihatmu disini."
"Alih-alih bertanya hal seperti itu, serius tak ada ucapan semacam Hai Noah terimakasih sudah menolong dan membawaku kemari?" Noah jelas sedang menyindir.
KAMU SEDANG MEMBACA
What Is Love?
Teen FictionMeskipun manis dan punya kepribadian bagus, Alexandra Dawson hanya pernah pacaran satu kali. Tumbuh dalam didikan keluarga yang penuh aturan membuatnya jadi cewek pemilih dalam bergaul, dia tipe cewek rumahan yang lebih nyaman membaca buku, tidur at...