Ting!
Maira menerima sebuah pesan dari nama kontak yang sangat ia harapkan, seseorang yang begitu ia rindukan, seseorang yang selalu ada dalam tiap munajatnya pada Maha Cinta, seseorang yang ia semogakan tetap bahagia, dan biarkan ia yang menanggung segala lukanya. Aliand Raska Raffael, suaminya yang sangat ia rindukan. Baik suaranya, wajahnya, sikapnya, bahkan kemisteriusan pria halal-nya itu.
Senyuman terukir dari wajah chubby-nya yang kini menirus karena termakan duka. Ia segera membukanya penuh harap dan semburat merona di pipi pucatnya. Satu kalimat yang ia harapkan adalah 'aku akan pulang, aku rindu'. Tetapi, kening Maira mengernyit saat ia mendapati bahwa kontak milik suaminya itu hanya mengirim sebuah foto.
Imam Halal <3: Send a picture
Perlahan, tetapi senyuman penuh rona di wajahnya yang serupa senja itu mulai menghilang. Matanya yang sejenak tadi bersinar, kini mulai meredup dan mendung. Bersama air mata yang mulai menggenang di pelupuk matanya, yang terlihat seperti ketika ia berkedip sedikit pun air mata itu akan menetes. Ketika ia meng-klik ikon bertuliskan 'unduh', lututnya melemas dan menjatuhkan tubuh di sisi brankar.
Sebuah foto yang menampakkan wajah tersipu seorang pria bermata hitam obsidian dengan sorot mata yang menatap penuh minat kepada seorang perempuan. Berada dalam ruang tamu bernuansa coklat kayu, dengan seorang pria gembul berjenggot di antara Ali dan perempuan yang juga bercadar.
Ia mengenal suaminya dan ia tahu dengan tiap ekspresi dari wajah tampan Arabian-nya itu. Maira bergumam dalam usaha kerasnya menahan air mata, "sorot mata itu ...."
Maira mulai terisak. Jemarinya seakan ingin meraih keberadaan suaminya yang terasa sangat jauh darinya. Air mata yang sedari tadi sudah menggenang dan ia tahan sekuatnya, kini mengalir bebas membasahi wajahnya yang terlihat begitu tak sehat dan menyedihkan.
"Sorot mata itu ... adalah sorot mata yang se-belumnya ... ha-hanya ...," ucapnya bersama isak tangis yang mulai membuatnya tergugu. Ia menatap suaminya begitu lekat, memeluk ponselnya erat, seakan dengan begitu rindunya akan tersampaikan dan menarik suaminya untuk pulang. Lalu merengkuhnya, seperti saat dulu, seperti sebelumnya.
Ia melanjutkan kalimat dengan lirihan penuh kesakitan, "hanya untukku."
"Lalu kini ... Ya Rabb-ku kenapa begitu menyakitkan? Maira mohon, hentikan rasa sakit ini."
Bersamaan dengan itu, ia kembali membaca sebuah keterangan yang berada di bawah foto tersebut. Lalu ia kembali tercabik dengan luka yang jauh lebih mendera, seperti gempa bawah laut yang akan terus datang ketika lempengan Bumi belum menemukan posisi yang pas untuk lingkungan.
Imam Halal <3: Ali sedang melamar Asma.
Maira tahu, ia sangat tahu bahwa pernikahan bukanlah hanya tentang hal-hal yang menyenangkan. Terkadang duka datang lebih awal daripada rasa suka. Ia hanya perlu menikmati setiap prosesnya. Ia hanya perlu melalui segala ujiannya. Lalu, ia sendiri yang harus menentukan pilihannya.
Ia merangkul lututnya, berusaha memeluk seluruh tubuhnya yang entah kenapa terasa begitu ngilu. Sendinya terasa kehilangan kemampuan untuk bergerak dengan bebas sesuai jenisnya. Semua pori-porinya terasa melebar dan menyerap segala angin penuh duka di sekitarnya. Lalu, ingatannya justru kembali ke lorong waktu sebelumnya tentang semua keberadaan hal-hal manis tentang suaminya.
"Ya Rabb-ku ... bolehkah aku mengeluh sekarang? Izinkan aku mengeluh sebentar saja. Kumohon maafkan aku ... hatiku sedang kacau balau."
Maira masih terduduk di atas lantai marmer yang terasa begitu dingin dan mencekalnya agar tak bangkit. Ia masih sibuk dengan isaknya. Sementara Reva yang hendak masuk ke kamar, mengurungkan niat mendengar isak tangis dari menantu shalihah-nya itu dari celah-celah pintu kamar yang sedikit terbuka. Punggung mantan komisaris Raffael corporation itu bertemu dengan dinding. Sementara tangannya yang mulai memunculkan keriput, berusaha mengeringkan air mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Buku #2 | My Persistent Niqobi [TAMAT]
EspiritualCover by Finairakara Buku 2 | Niqobi Series ------------ "Syafakillah, Bidadari." Wanita itu tersenyum lebih cerah, hening. Hingga suara latunan adzan tanda Maghrib tiba berkumandang cukup keras dari surau terdekat. Suara merdu yang membuai melantun...