"Ma, hari ini kita ke rumah Asma, ya?"
Kalimat itu yang kali pertama disampaikan oleh Ali kepada Reva, ketika sengaja datang ke rumah untuk mengambil beberapa barang setelah dari kantornya. Pria beralis tebal itu sudah lengkap dan rapi mengenakan setelan jas berwarna abu yang ia yakin disiapkan oleh Maira.
Reva hanya diam. Ia fokus pada kue coklat buatan Maira yang begitu disukai oleh menantu cantiknya itu. Tidak memedulikan Ali yang sedari tadi pagi hingga kini, terus menerus mengajaknya ke rumah perempuan bernama Asma yang tak pernah ia tahu bagaimana rupanya dan mengapa bisa mendadak hadir di tengah bahtera rumah tangga putranya. Reva merasa aneh dan pilu, ia tak bisa menjadi mercusuar bagi bahtera itu, yang akhirnya menemukan karang. Wanita itu hanya berharap, bahwa karang tak akan membuat bahtera tenggelam.
Ali berdecak, ia tidak suka dirinya diacuhkan. Namun, ia masih bersabar. Ia berjalan mendekati Reva yang duduk di sofa di ruang keluarga, menatap layar hitam yang kosong dan begitu mengherankan bagi Ali. Bahkan tanpa ia tahu, segala kebahagiaan rumah tangga putranya adalah hal yang selalu berputar dalam pandangan Reva.
"Ma," rajuknya kepada Reva sembari mengusap lengan atas mamanya itu.
Namun, ia hanya mendapat respon yang sama. Hening.
"Mama pasti lebih menyukai Asma saat melihat dan sudah mengenalnya."
Sontak, Reva memicingkan mata coklatnya.
"Atas dasar apa kamu mengatakan Mama akan lebih menyukai Asma?" ucapnya sinis. Ia tak suka jika Mairamenantu tersayangnya itudibanding-bandingkan begitu saja oleh orang baru yang mendadak hadir, menyelinap, lalu merusak segala tatanan yang ia harapkan.
Pria yang beberapa saat lalu terasa percaya diri itu, kini menjadi merasa serba salah di hadapan mamanya. Ia berjalan memutari sofa, lalu kemudian berjongkok di depan Reva. Ia menatap wanita yang telah melahirkannya itu lekat, sedalam yang ia mampu, tetapi nyatanya ia tak pernah bisa menemukan muara di sana selain pantulan kosong dengan sorot membingungkan. Reva terlihat benar-benar tidak mengizinkan Ali untuk menyelami manik matanya demi menemukan titik pikiran di dalam otaknya.
Reva mengembuskan nafasnya kesal dan kembali mencomot kukis coklat yang berhasil membuatnya semakin kesal karena mengingat sesuatu telah terjadi semalam. Hal yang membuatnya merasa ingin mengembalikan sosok pria bermata hitam di depannya itu kembali ke dalam rahimnya—andaikata ia bisa melakukannya, sudah dipastikan Ali tengah berada dalam perutnya saat ini. Ia kesal setengah mati melihat kedua orang dalam bahtera itu menjadi seperti saling menyakiti, dengan saling berhenti mengerti.
"Ma.' Ali merajuk kembali.
Namun, rupanya yang berhenti memahami hanya Ali.Lama-lama, ia jengah melihat Ali yang terus menerus merengek tanpa henti hanya demi perempuan itu.
"Li, Mama pernah bicara sama Maira."
Ali mendongak, berusaha menyimak apa yang dikatakan oleh wanita paruh baya itu. Wanita yang telah memberikannya segala hal, yang berkali telah disakitinya.
Dia akan membiarkan kamu menikah lagi.
Mata hitam itu mendadak berbinar. Dan itu membuat Reva menjadi kesal."Tapi, dengan gadis yang menjadi pilihan Maira."
Ali mengerutkan keningnya, ia tak pernah tahu bahwa istrinya yang tengah ia tahu berada di rumah sakit itu berpikiran semacam itu. Matanya mendadak lesu, wajahnya yang semula begitu semangat menatap mamanya, kini sedikit demi sedikit kian menyendu. Entah karena mulai berpikir tentang Maira yang rela memberikan segala hal untuknya. Atau justru karena Asma yang bukan menjadi wanita pilihan Maira.
Reva melihat sorot itu. Ia sedikit terenyuh, ia yakin bahwa Ali dan Maira hanyalah butuh proses untuk kembali saling mencari. Karena keduanya seperti darah dan nadi, tak akan terhubung dengan jantung ketika salah satunya tak ada. Reva tersenyum, tangannya terulur mengusap wajah putranya yang menjadi sedikit tirus sejak jarang berada di rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Buku #2 | My Persistent Niqobi [TAMAT]
SpiritualCover by Finairakara Buku 2 | Niqobi Series ------------ "Syafakillah, Bidadari." Wanita itu tersenyum lebih cerah, hening. Hingga suara latunan adzan tanda Maghrib tiba berkumandang cukup keras dari surau terdekat. Suara merdu yang membuai melantun...