His Hidden Pain

2.5K 126 1
                                    

“Tuan Muda…..”

Junho hanya memasang wajah datarnya ketika wanita paruh bayah itu tercengang melihat dirinya. Wanita paruh bayah itu berdiri mematung dengan salah satu tangannya di daun pintu dan menatap Junho dengan matanya yang membesar dan mulutnya yang terbuka lebar. Bagaimana tidak, ini kali pertama Junho kembali mengunjungi rumah ini dalam waktu tiga tahun.

“Bagaimana kabar anda Bibi Nyon?” sapa Junho sedikit berbasa-basi.

Wanita paruh bayah yang akrab di sapa Bibi Nyon itu pun tersadar dari kagetnya. lalu membungkukkan kepalanya pertanda memberi salam pada Junho. Wanita tua itu merapikan pakaiannya sebentar sebelum kemudian menegakkan tubuhnya dan menatap pada Junho lagi.

“Ah...maaf Tuan Muda, saya tidak menyangka anda akan datang ke sini. Silahkan masuk, Tuan Muda” ujar wanita itu sembari membuka pintu rumah dengan lebar.

Wanita itu mempersilahkan bos The Dragons itu, sekaligus kakak dari majikan yang dijaganya itu masuk. Pria itu lalu menyerahkan satu bingkisan berisi oleh-oleh pada Bibi Nyon.

Junho lalu melangkahkan kakinya memasuki rumah yang menyimpan duka, luka, rasa bersalah dan kepedihannya. Mata sipit Junho mengudara ke penjuru ruang tamu.

Syukurlah, nampaknya tak ada yang perlu aku khawatirkan terkait kelengkapan properti rumah’ pikir Junho.

“Silahkan duduk, Tuan Muda Junho. Saya akan menyiapkan jamuan untuk anda” tawar Bibi Nyon sembari meminta izin untuk pergi ke dapur.

Junho lalu mendudukkan dirinya di sofa yang ada di ruang tamu yang minimalis namun tertata dengan elegan. Pria itu meletakkan satu bingkisan yang berisi kado di meja yang ada di depannya.

“Sudah lama aku tak berkunjung kemari” gumam Junho.

Lalu matanya terfokus pada tumpukan bingkisan yang ada di samping lemari hias. Rasa penasaran membuat pria itu pun bangkit dari duduknya lalu menghampiri tumpukan bingkisan itu. Dahi Junho mengerut. Jemari pria itu meneliti dengan seksama bingkisan itu dan ekspresi heran pun tercetak di wajah tampannya.

Bukankah ini kado-kado yang kukirimkan tahun lalu….’

lalu tangannya menyentuh bingkisan lainnya

dan ini… kado di tahun sebelumnya….. dan yang ini juga tahun-tahun sebelumnya…..’

Junho lalu menoleh ke arah tangga yang menuju ke lantai dua rumah.

Dia…… dia tak pernah membukanya….. mengapa?’ Tanya Junho pada dirinya sendiri.

Ada kesedihan dan kekecewaan yang menggantikan kebingungan di wajah Junho. Jelas saja, tiap tahunnya, Junho selalu meluangkan waktunya untuk memilih sendiri kado yang akan dikirimkan ke rumah ini.

Namun, berbeda dengan tahun sebelumnya, tahun ini, Junho memilih untuk mengantarkannya langsung. Meski sempat ada keraguan dalam dirinya untuk datang ke tempat ini. Akan tetapi, Junho memutuskan sudah waktunya dirinya mulai memperbaiki semuanya.

“Tuan muda Junho……..”

Suara Bibi Nyon megalihkan perhatian Junho. Seketika, kesedihan di wajah Junho hilang bergantikan dengan ekspresi datar seakan-akan penemuannya bahwa adik tersayang nya tidak pernah membuka kado yang dikirimkan darinya tidak berpengaruh padanya. Melihat ekspresi datar itu, Bibi Nyon menautkan alisnya. Sebelumnya wanita paruh bayah itu sedikit takut jika Junho akan marah ketika mendapati semua kado ulang tahun yang dikirimkan oleh pria itu tidak disentuh sama sekali oleh nonna majikannya.

Dengan sedikit ragu-ragu, wanita paruh bayah itu kembali membuka mulutnya.

“Apa semuanya baik-baik saja, Tuan muda?”

You're not My First ChoiceWhere stories live. Discover now