7. Mengenai Kemungkinan

517 42 7
                                    

Pagi ini, sebelum sempat meletakkan tasnya ke bangku, Fio sudah disekap di ruang band bersama para personel lainnya. Atas instruksi Malik--ketua band merangkap bassist--mereka mengadakan rapat dadakan. Alhasil Fio memboyong serta tasnya yang berat karena berisikan dua buku paket tebal. Omong-omong Fio kembali memakai ransel kanvasnya yang dibeli saat masih kelas satu. Meski totebag kesayangannya terbuat dari kulit sintetis kedap air dan berhasil menyelamatkan buku-bukunya dari ancaman hujan kemarin, tadi pagi benda itu menguarkan bau tak sedap. Khas kaus kaki yang terlambat mengering karena lupa diangin-anginkan.

"Semuanya udah ngumpul?" tanya Malik. Matanya yang besar menyapu kepada Fio, Amel, dan Gerry yang duduk melingkar di karpet sementara Malik berada di depan mereka.

"Gue tau kalian semua kesel karena gue gangguin kalian pagi-pagi begini. Tapi gue punya kabar baik dan kabar buruk buat disampaikan," kata Malik panjang lebar. Suaranya menggebu-gebu seolah ia sudah berada di siang hari yang menggelora sementara semua orang masih bergumul dengan perdebatan panjang tentang penolakan terhadap pagi yang datang terlalu cepat.

"Apa sih, Otan? Buruan kenapa, gue belum nyalin PR nih," kata Gerry mewakili protes yang lainnya. Cowok itu tampak sungguhan gugup akan PR-nya. Dari kabar yang berembus, Fio mendengar bahwa Gerry dan Malik sudah saling kenal sejak SD dan berkawan baik. Tidak heran ia yang paling akrab dengan Malik. Akrab dalam artian tidak segan saling bertukar umpatan, panggilan-panggilan tak pantas, dan anti terhadap basa-basi.

Malik mencibir Gerry. Kalau mereka sampai bertengkar maka akan semakin mengulur waktu. Namun Malik cukup bijak untuk mulai menjelaskan sebelum Fio dan yang lainnya memilih kabur ke kantin. "Oke gini, kita dapet tawaran untuk tampil reguler di café Tematis. Berhubung perjanjian juga belum dibuat jadi jadwalnya juga belum ditentuin." Ketika tidak mendapat tanggapan apa-apa dari rekannya yang lain, Malik bertanya. "Does it sound good, anyway?"

Sebenarnya tiga orang lawan bicara Malik itu terdiam bukan karena tawaran yang diceritakan Malik tidak menarik, justru karena kabar itu terlalu baik, mereka jadi tidak percaya. Terlalu terkejut untuk merespon.

"Tematis yang di Jalan Glodok itu?" Amel adalah yang pertama lepas dari gelembung takjub. Padahal cewek berambut megar itu biasanya yang paling pendiam. "Kok bisa?"

Jarang ada band anak SMA, lebih-lebih yang terikat dengan instansi sekolah yang punya tempat khusus tampil reguler di suatu tempat. Selain karena membutuhkan perizinan yang lumayan rumit, band-band seperti mereka seringkali dipandang sebelah mata.

"Lo nggak lagi nge-prank kan, Mal?" tanya Gerry dengan tatapan menyeledik. Selalu skeptis condong ke arah pesimis. "Kok gue susah percaya ya?"

Malik tiba-tiba melirik Fio. "Mungkin karena pada akhirnya, seleb-cover kita ini mau gabung ke band."

Fio bukan seseorang yang rutin mengunggah cover lagu-lagu terbaru ke kanal Youtube dan mendapat ribuan subscribers dari sana. Hanya jika Fio merasa sebuah lagu terlalu indah dan mewakili perasaannya ia akan menyanyikan ulang dengan tambahan sedikit aransemen, merekamnya, lalu mengirimkannya ke instagram pribadi. Fio melakukannya hanya karena ia berpikir lagu itu pantas didengar oleh lebih banyak orang lagi. Kadang, orang-orang untuk tujuan tertentu mengunggah ulang video-video itu ke Youtube bahkan tanpa repot-repot meminta izin dari Fio.

"Gue tau café Tematis. Thast's a cozy place," kata Fio untuk menetralkan rasa rikuh. "Gue sering ke sana. Lalu untuk kabar buruk yang lo bilang tadi gimana maksudnya?" Mau tak mau sekarang Fio teringat kepada Ruben. Alumni SMA Pembangunan merangkap kakak kelas dan mengajak bertukar nomor ponsel dengannya saat tidak sengaja bertemu di Indomaret beberapa waktu yang lalu.

About Hope |√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang