32. Mengenai Pelajaran

275 20 0
                                    

Reksa telah menyisihkan kemeja putihnya yang lembab serta bernoda kecokelatan di bagian bahu dan kerah. Melipatnya asal-asalan lalu menjebloskannya begitu saja ke dalam kantung keresek yang dibawakan Faiz. Lengket di wajahnya perlahan luruh ketika tersiram aliran air dari keran wastafel. Sementara rambut kepalanya yang nyaris basah seluruhnya kini jatuh melemas di kening.

Ia masih ingat ketika cairan dingin es teh manis itu mengguyur kepalanya. Perlahan mengalir turun ke wajah dan seragamnya. Menyisakan jejak lengket yang membuat kulitnya terasa kaku. Ah, aroma manisnya juga bersikeras tinggal hingga detik ini. Namun, semua itu masih tidak ada apa-apanya. Lengket, dingin, dan aroma tajam itu cepat atau lambat akan hilang, tetapi tatapan terluka dari Fio tadi, tidak akan bisa pulih begitu saja.

Padahal, Fio pandai menyembunyikan perasaan.

Padahal, gadis itu nyaris selalu menampilkan kesan baik-baik saja.

Hanya baru sekali tadi, gadis itu membiarkan jiwanya telanjang. Sisinya yang paling rentan, paling ringkih, dibiarkan menyembul ke permukaan, karena Reksa. Lelaki bodoh itu telah berhasil menarik sisi tergelap Fio dengan cara paling salah dan tolol yang bisa ia bayangkan.

Reksa memercik air ke wajahnya untuk terakhir kali. Menindas kuat-kuat keinginan untuk mematahkan kaca yang tersangkut di dinding; tempat di mana bayangan paling ia benci bersemayam—bayangan akan dirinya sendiri.

"Balik kelas nggak lu?" tanya Faiz menyambut Reksa begitu ia keluar dari bilik toilet. Cowok itu membetulkan letak punggungnya yang melorot turun dari dinding sambil membakar lintingan rokok. Reksa tersenyum sumir, makin berani saja sobat gilanya satu itu. Berbeda dari kantin sekolah yang terpencil di sayap paling belakang areal sekolah. Toilet siswa bersebelahan dengan toilet guru, para OB yang berperan ganda sebagai mata-mata guru BK wara-wiri di sana sesering gadis-gadis izin ke toilet untuk membetulkan tatanan rambutnya selama pelajaran berlangsung.

Reksa menunjuk diri sendiri. Pada kaus putih lusuh yang akan membuatnya diusir pada detik pertama melewati birai pintu kelasnya. Faiz tersenyum senang. Mengisap rokoknya dalam-dalam sebelum mengalungkan tangan ke sekeliling leher Reksa. "Gitu dong, biar gue punya alasan buat ngebolos."

Reksa memalu keras-keras kepala Faiz yang dihiasi dua lubang unyeng-unyeng. Menyalurkan kesal dan sepercik haru yang mengusik hatinya. Perasaan serba antitetis itu terasa sama kuatnya. Sebab, Reksa tahu, bukan untuk menghindari pelajaran memviralkan, atau segelas kopi panas yang menjanjikan ketenangan di warung Pak Geng, Faiz hanya sedang memastikan agar Reksa tidak melewati waktu-waktu sulitnya sendirian.

<About-Hope>

Fio dan Ruben sudah baik-baik saja. Keduanya seolah bersepakat untuk menganggap kejadian malam itu tak pernah ada. Tidak ada sesi pembahasan lanjutan. Tidak ada masalah yang dibesarkan-besarkan, atau permintaan maaf berulang-ulang.

Kadangkala sentuhan-sentuhan kecil Ruben masih membuat Fio berjengit. Kadangkala, Fio terlalu cepat menarik dirinya ketika lengannya dan Ruben tak sengaja bersinggungan. Setiap kali begitu, raut penyesalan itu akan kembali membayangi wajah Ruben. Fio tidak bisa melihatnya seperti itu, maka membuat semuanya terlihat baik-baik saja adalah satu-satunya pilihan.

Cahaya yang turun di sudut tempatnya berada tidak banyak. Cenderung terlalu gelap untuk membantu Fio menyelesaikan bacaan novelnya yang telah tertangguhkan selama berminggu-minggu. Namun gadis itu tetap memaksa matanya untuk bekerja keras. Ruben sedang sibuk melayani pelanggan, kursi yang melingkari mejanya kosong, ponselnya kehabisan daya, tidak ada hal lain lagi yang bisa ia lakukan untuk meredam sejenak suara-suara di dalam kepalanya sendiri, yang selalu saja lebih bising daripada dunia yang mengitarinya.

About Hope |√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang