Dari sekian banyak julukan yang ia bagi bersama Damar dari orang-orang. Hanya sepasang yang kemudian diamini Reksa benar-benar. The mess maker dan the cleanser. Reksa selalu bisa mengandalkan Damar untuk kekacauan-kekacauan yang tak bisa ia tangani seorang diri; ketika guru BK membesar-besarkan perkara rambutnya yang kelewat panjang kemudian mengasosiasikannya dengan tingkat kemerosotan moral bangsa, ketika sepatu putihnya disita guru piket karena dianggap tak sejalan dengan peraturan sekolah, ketika tumpukan utangnya di kantin tau-tau saja sudah menggunung dan Bu Kantin tidak bisa lagi disumpal dengan janji-janji. Damar menjadi semacam juru selamat yang membereskan segala kekacauan itu.
Damar punya cara bicara yang persuasif, yang bisa meredakan emosi lawan bicaranya, yang membuat mereka tak segan memberikan maaf. Setelah serentetan janji untuk menasihati Reksa dan memastikan kejadian yang sama tak akan terulang di bawah pengawasannya, baik Guru BK, Guru piket, bahkan ibu-ibu kantin pun kemudian membebaskan Reksa.
Namun Reksa masih ingat, ada satu peristiwa yang tidak bisa dibereskan Damar. Lebih tepatnya, cowok itu menolak membereskannya untuk Reksa. Perkara perempuan. Saat kelas satu dulu, ada seorang cewek kelas sebelah bernama Nabila. Sejak MOS baru berakhir, Nabila sudah amat gencar mengirimkan sinyal-sinyal. Lambat laun, sinyal-sinyal lemah yang hanya berupa senyum malu-malu di koridor ketika Reksa tak sengaja lewat, surat-surat cinta yang diselipkan sembunyi-sembunyi di loker cowok itu, pesan-pesan pribadi di instagram berubah menjadi sesuatu yang lebih intens. Lebih agresif.
Berhadapan dengan perempuan agresif bukan sesuatu yang baru untuk Reksa. Ia sudah berpengalaman. Yang perlu dilakukannya hanya menyambut tangan yang telah diulurkan panjang-panjang itu, membawa mereka barang satu-dua kali kencan, lalu mengakhiri segala sesuatu yang sebetulnya tak pernah memiliki mula. Selesai. Hal-hal yang terlalu berapi-api sejak awal biasanya lebih mudah padam dan membeku.
Kendati demikian, Reksa tidak bisa melakukannya untuk Nabila. Segala sisi tentang perempuan itu terasa tidak tepat untuknya, bahkan meski cuma untuk kencan kilat satu atau dua minggu. Nabila punya rambut ikal kecoklatan yang dua kali lebih panjang dari siswi SMA kebanyakan, perempuan itu juga berbicara dua kali lebih banyak daripada Fio, berteriak dua kali lebih kencang daripada anggota pemandu sorak, segala sesuatu tentang dirinya terasa berlebihan.
Reksa pun terpaksa melakukan hal-hal berlebihan untuk menghentikannya. Pada suatu jam istirahat yang membuat sudut-sudut kantin penuh sesak, Nabila menghampirinya yang sedang memadati salah satu meja bersama Faiz. Perempuan itu menjulurkan sekotak Tupperware bernuansa magenta, dari tutupnya yang transparan tampak irisan tomat dan potongan mentimun melapisi tumpukan nasi goreng berlumur kecap. Tampilannya mirip bekal makan siang Reksa sewaktu SD.
Reksa menerimanya dengan enggan, dengan ucapan terimakasih terlalu lirih dan senyum yang tidak mencapai mata. Lalu sebelum parfum Nabila benar-benar menghilang dari sekelilingnya, cowok itu meneriaki Ridwan yang duduk di meja seberang.
"Wan, jangan pesen makanan dulu, nih ada nasi goreng gratisan buat lo!" Bahkan tanpa membuka tutupnya, Reksa memindahkan Tupperware itu ke tangan Ridwan. Yang ia tak tahu adalah kenyataan bahwa Nabila mendengar dan menyaksikan apa yang ia lakukan. Cewek itu pun menangis tanpa repot-repot mencari tempat yang lebih sepi, isaknya nyaring menengahi obrolan-oborlan riuh di kantin. Segera seluruh perhatian terpusat kepadanya. Teman-teman gengnya mengerubunginya, menenangkan sembari meminta penjelasan. Dengan suara patah-patah karena diselingi tarikan ingus, Nabila menyebut-nyebut nama Reksa lengkap dengan alur yang dilebih-lebihkan.
Seketika, saat itu, perhatian dalam artian yang salah berbalik kepada Reksa. Sepanjang hari, orang-orang membicarakannya. Betapa wajah tampan Reksa tidak berbanding lurus dengan sikapnya yang arogan bahkan cenderung kejam.
Setelah melewati hari paling menyebalkan sepanjang sejarah sekolahnya, Reksa tinggal lebih lama di tribun selatan lapangan basket setelah bel pulang menjerit nyaring. Tas ranselnya ia lepas di lantai semen, sementara punggungnya bersandar di undakan ketiga.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Hope |√
Teen Fiction[TAMAT] About Hope - Mengenai Harapan Yang Tak Padam Damar dan Reksa itu berbeda. Begitulah yg Fio simpulkan setelah menghabiskan seumur hidupnya untuk bersahabat dengan mereka. Meski kakak beradik, fisik mereka tak sama, kepribadian mereka berlain...