17. Mengenai Kata Menyerah

336 25 2
                                    

Mayang merasakan cengkaraman tangannya pada kain furing yang membungkus seruni merah di pangkuan perlahan dibanjiri keringat. Profil laki-laki bernama Ruben tadi tiba-tiba membayang di benaknya. Pada perjumpaan yang hanya beberapa kali, Mayang mendapatkan tidak ada yang salah pada diri laki-laki dengan mata gelap dan helai-helai rambut sama kelamnya itu. Meski tubuh tinggi tegapnya selalu memberi kesan intimidatif, caranya memandang lawan biacaranya seringkali kelewat intens dari yang dimaksudkan, serta suaranya cenderung berat dan tegas, tetapi gerak-geriknya bersahabat. Jika ada yang salah tentang Ruben barangkali adalah kehadirannya itu sendiri.

Ruben muncul pada saat di mana segala sesuatu perlahan bergeser demi lebih mengacaukannya lagi. Mengusik Reksa yang sedang setengah mati mempertahankan agar semua tetap bertahan pada posisinya masing-masing, pada tempatnya semula. Agar persahabatannya dengan Fio dan Damar tidak berubah. Agar Fio tetap menjadi kekasih Damar tidak peduli apa pun yang terjadi. Singkatnya, Reksa takut perubahan. Tidak terlalu ekstrem untuk dapat digolongkan sebagai neophobia, tetapi bagi Reksa menerima dunia yang terus bergerak, terus mengejutkan dengan perubahan-perubahannya, yang memaksanya untuk senantiasa bersikap fleksibel dan adaptif adalah hal yang terlalu besar untuk ia sanggupi tanpa perlawanan serba meledak-ledaknya.

Mayang tahu, menuruti Reksa yang menyuruhnya untuk menunggu di luar dan membiarkan laki-laki itu berada dalam ruang yang sama dengan Ruben adalah kesalahan. Sejak awal, Mayang tidak sedikit pun mampu mengendus adanya percik persahabatan di antara mereka. Dua laki-laki itu ibarat dua orang yang menjajarkan diri di balik garis start, sepasang rival yang siap bersaing, dua lawan yang siap menjengkat satu sama lain.

Barusan ketakutan-ketakutan itu mewujud jadi kenyataan. Setelah Fio kembali dari toilet, membuka kamar rawat Damar, dan terdengar sayup-sayup konfrontasi dari dalam sana, Reksa berjalan keluar dengan sorot mata kosong. Ia melewati Mayang seolah cewek itu tak kasat mata. Berhenti sejenak di ujung koridor yang dindingnya ditempeli alat pemadam api kemudian mendaki tangga darurat jenjang demi jenjang, lantas menghilang.

Ketika Mayang hendak bangkit untuk mengejar Reksa, kehadiran Fio lengkap dengan muka cemasnya menahan Mayang sejenak. "Lo lihat Reksa, May?"

Mayang memindai sekilas kedua tungkai kaki Fio yang bergerak gelisah mengentak tegel mengkilat rumah sakit. Bibir penuhnya bergetar. "Biar gue yang ngejar dia ya?"

"Gue harus—"

"Biar gue aja, lo beresin masalah lo sama Ruben dulu." Menilik dari apa yang ditampilkan Fio di depannya sekarang, Mayang bisa menebak bahwa konfrontasi tadi turut melibatkan cewek itu.

"Yaudah, tenangin Reksa ya, May. Jangan sampe itu anak bertindak yang bukan-bukan."

Fio melepas Mayang dengan pandang tak rela. Sementara seiring tiap anak tangga yang ia daki, Mayang terus berusaha menyusun keping-keping alur yang tersebar acak. Hingga ia sampai di rooftop dan menemukan Reksa mengisi salah satu sudut ruang terbuka itu, Mayang belum bisa mendapatkan konklusi yang memuaskan.

Mayang tertahan di pintu sebentar. Beberapa meter dari tempatnya berdiri, ia bisa melihat Reksa yang duduk di samping pagar beton. Dari sini, Mayang hanya mampu menatap bagian samping wajah Reksa, yang ditimpa cahaya matahari di balik asap rokoknya yang bergulung-gulung. Berkat cahaya matahari yang menimpa sebagian tubuhnya, Reksa tampak terang dan berkilauan, seolah cahaya yang menyelubingnya berasal dari dalam tubuhnya sendiri.

Setelah cukup dekat dengan cowok itu, Mayang bisa melihat sisa abu rokok membercak di seragamnya. Mayang ikut menjatuhkan diri di samping Reksa. Ikut menjerumuskan diri dalam asap tembakau yang tidak baik untuk paru-parunya.

"Nanya aja lagi, May, kalo ada yang mau ditanyain," kata Reksa setelah sekian lama. Cowok itu menjatuhkan puntung rokoknya yang telah memendek, lalu mengambil lagi sebatang yang baru. Menghitung dari puntung yang telah lebih dulu tercecer di lantai beton, yang terakhir ini memasuki jumlah keempat.

About Hope |√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang