24. Mengenai Permintaan

292 22 3
                                    

Tirai jendela kamar Fio bergoyang oleh embus angin. Jemarinya masih berada di atas senar ketika ia menangkap bayangan tubuh Reksa dari celah di antara dinding dan tirai yang bergeser. Fio meletakkan gitar dari pangkuan ke atas kasur. Kakinya yang telanjang menjejak lantai dingin di bawahnya.

Bunyi menyerupai gilasan roda pada besi terdengar ketika tirai menjauhi salah satu sisi dinding. Membuat proporsi Reksa kini makin jelas. Seragam sekolahnya telah ditanggalkan, berganti kaus biru tua yang telah pudar setelah sekian kali dicuci, celana abu-abunya masih sama, ujung bawahnya memanjat naik sampai lutut dalam lipatan-lipatan besar. Langit yang melengkung di balik tubuhnya terlihat muram.

Laki-laki itu tidak mengucapkan apa-apa. Hanya mata cokelatnya yang kini terbebas dari poni mengerling pada sebentuk bola basket yang terjepit di antara lengan dan tubuh kurus keringnya.

Bahkan untuk memutari ruangan dan berjalan ke pintu depan pun, rasanya terlalu lama. Baru kali ini desakan untuk menemui Reksa terasa begitu kuat. Fio mendorong bilah jendela yang mengatup, menyelipkan diri keluar, makam ikan koi di bawah jendelanya terasa hangat ketika diinjak. Selapis debu menempeli telapak kaki ketika ia berjalan menghampiri Reksa yang sejak tadi tak bergeser.

Dengan Damar, Fio berbagi banyak kesamaan; musik, lagu-lagu, band indie favorit, rasa suka terhadap biologi, film-film musikal. Mudah melewati detik-detik panjang bersamanya, rasanya waktu akan selalu memelesat pergi lebih cepat dari yang seharusnya, diiringi obrolan semarak tak habis-habis. Sementara dengan Reksa, Fio tak punya banyak kesamaan, interaksi di antara mereka selalu didominasi pertengkaran daripada pembicaraan dari hati ke hati.

Namun keberadaannya akan selalu memberikan rasa aman. Tiap kali kabar buruk tentang Reksa sampai ke telinganya, Fio tak bisa berpikir, hanya seluruh bagian tubuhnya tiba-tiba siaga, berlari, menyongsong keberadaan Reksa tanpa perlu diminta. Seperti mekanisme reflek yang selamanya akan tetap seperti itu. Sebab, baik-baik sajanya Reksa adalah baik-baik sajanya Fio juga.

Dan satu perasaan itu; nyaman.

Kesadaran itu hadir ketika Fio berdiri persis di hadapan Reksa. Di bawah naungan tubuhnya yang menjulang dan menghalangi sinar matahari. Tekstur kerikil di telapak kakinya menimbulkan nyeri, tetapi Fio merasa tawar. Wajah Reksa gelap karena membelakangi arah datangnya sinar, tetapi kedua matanya yang cokelat terang menyala-nyala, melihatnya membuat Fio merasakan arti hidup yang sebenar-benarnya.

Nyaman. Ah, perasaan serba terlambat itu. Mengapa baru kini terasa berharga?

Detik-detik kosong yang terasa wajar, hening yang terasa damai. Bersama Reksa, Fio tak pernah dibuat pusing akan percakapan apa yang harus dibangun, sebab hening pun berarti rasa nyaman selama keduanya berada dalam jangkauan satu sama lain. Tak perlu ada permintaan maaf oleh siku yang tak sengaja bersenggolan, atau meminta izin untuk mendapatkan potongan pizza paling besar. Segalanya ada dan genap.

Saat ini, rasa nyaman itu terasa salah, tetapi Fio menolak untuk mengusirnya. Ia akan tetap menyimpannya, sendiri, entah sampai kapan.

Jemari Fio menyenggol bola di pelukan Reksa. Membuatnya bergulir jatuh. Gadis itu memantulkannya ke lantai beberapa kali, lalu menggiringnya cepat menuju tiang ring tunggal yang berdiri di tepi lapangan. Dalam sekejap bola meluncur jatuh melewati keranjang lalu memantul kembali ke lantai semen.

"Eh, curang!" Reksa berteriak begitu Fio mencetak skor pertama. "Gue belum siap."

Fio menjulurkan lidah. "Bodo amat."

Mereka berebut bola yang menyimpan kenangan-kenangan lama. Memantulkannya di lantai bergantian, berkejaran skor, hingga terengah-engah kehabisan napas. Fio menyusul Reksa yang telah lebih dulu berbaring di permukaan lantai. Keringat yang membanjiri punggung membuat kausnya lengket dengan kulit. Ketika menyerahkan bobot tubuh sepenuhnya pada bumi, kerikil-kerikil halus di permukaan lapangan seperti memberi terapi kecil.

About Hope |√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang