Biasanya yang dilakukan Reksa ketika mengunjungi Damar adalah duduk diam di samping dipan tempat Damar terbaring. Mendengarkan suara alat monitor jantung yang berbunyi konstan. Sebagai satu-satunya penanda bahwa Damar masih hidup. Juga sebagai harapan suatu saat ia akan terbangun.
Reksa jarang berbicara, jarang mengajak Damar mengobrol sebagaimana Fio atau Mama. Rasanya terlalu menyakitkan mendapati tiap kalimatnya tak pernah bersambut, tak pernah bersanding dengan jawaban, membuat ia menyadari bahwa Damar dan dirinya memang sedang dipisahkan jarak tak tertempuh.
Reksa menggeser tirai kamar rawat Damar yang semula menutup separuh. Cahaya matahari menghujani ruangan lebih deras, sofa di samping jendela, nakas di sisi yang lain, dan ruang kosong di sebrang tempat tidur kehilangan warna aslinya, berubah jingga.
"Gue mau minta maaf, Mas," kata Reksa setelah menghela napas dalam. "Gue nggak bisa jagain Fio dengan baik. Tadi gue nggak sengaja ngebentak dia, ngatain dia cewek murahan, nuduh dia ngelupain lo. Gue bikin dia nangis."
Di luar, suara roda tempat tidur portable lewat berselang-seling.
"Ada orang baru yang ngedeketin dia, Mas, namanya Ruben. Gue nggak tau dia orangnya kayak gimana. Dan nggak pengen tau juga sebenernya. Tapi dia hebat, bisa bikin Fio manut dianterin pulang berkali-kali."
"Gue takut Si Ruben itu bakalan ngerusak persahabatan kita, bakalan mencuri Fio dari kita. Ngerebut Fio dari lo." Reksa menjeda untuk memandang Damar lebih lamat. Seperti mesin waktu, wajah Damar yang tenang dan pucat membawa ingatan masa-masa lama kembali. Berkeliaran di kepala Reksa yang sejak tadi terasa berat.
Reksa teringat pada malam-malam insomnia yang dilewati Damar dan Fio berdua. Kepada Fio yang selalu menyisihkah irisan kue paling besar untuk Damar, saat Fio belajar mati-matian untuk memasak makanan kesukaan Damar yang rumit dan memakan banyak waktu. Meski berkali-kali gagal, berkali-kali membuat bahan-bahan yang ia beli dengan uang tabungannya sendiri berakhir di bak sampah. Fio tidak pernah menyerah. Untuk Damar, Fio tidak pernah menyerah.
Reksa tertawa kecil. Ia baru saja tersadar. "Gue aja yang paranoid kali ya, Mas? Dulu waktu lo masih gonta-ganti pacar aja Fio nggak pernah jauh-jauh dari lo. Ngedengerin lo curhat tiap kali diputusin cewek, ngebantuin lo beresin hadiah-hadiah nggak penting dari fans-fans lo, ngasih saran kalo lo lagi modusin gebetan lo, meski mungkin di dalem hatinya di nangis nggak karuan."
Reksa tahu satu fakta bahwa Fio adalah pihak pertama yang jatuh cinta. Reksa mengendus tanda-tandanya sejak mereka masih berseragam putih-biru. Suatu hari Fio mulai menyelipkan sisir kecil di sakunya kemana-mana. Reksa ingat, hari itu mereka membuat janji nonton film terbaru di Pondok Indah Mall. Reksa dan Fio berangkat lebih dulu dengan menumpang angkot dari sekolah. Sementara Damar yang baru menginjak tahun pertamanya di SMA akan menyusul sendiri. Ketika sampai di bioskop, Damar belum datang. Kali itu Reksa kebagian tugas mengantrekan karcis untuk mereka, sementara Fio menunggu di sofa, persis di bawah poster-poster film yang sedang tayang bergiliran di teater.
Setelah selesai mengantre dan mendapatkan tiga lembar tiket, Reksa berbalik, hendak bergabung bersama Fio. Gadis itu sedang sibuk merapikan rambutnya, menambal ulang bedak yang meluntur tergerus waktu dari wajahnya. Reksa tersenyum sumir melihatnya. Agak asing rasanya mendapati dirinya dan Fio telah beranjak meninggalkan usia kanak-kanak. Reksa sendiri tidak mendapati perubahan berarti dalam dirinya selain bulir keringatnya yang mulai menebarkan bau tak sedap sehingga membuatnya rajin membeli parfum peppermint.
Fio yang tumbuh dewasa membuat cewek itu jadi agak rumit. Pada masa-masa tertentu, cewek itu bisa jadi super sensitif dan meributkan hal-hal tak penting. Kalau sudah begitu Reksa harus sangat berhati-hati dalam berbicara dan bersikap, salah sedikit saja ia bisa didiamkan berhari-hari tanpa sebab yang jelas. Minta maaf pun rasanya tak akan berarti. Fio juga mulai mencoba-coba berbagai produk kecantikan, menyemprotkan parfum ke tubuhnya beberapa jam sekali, mencatok rambut sebelum ke sekolah, bahkan ketularan teman-temannya yang menjatah kalori harian yang masuk ke tubuh. Untuk yang terakhir hanya bertahan satu bulan karena Fio sadar betapa menderitanya menghindari martabak cokelat-kacang dan kentang goreng berminyak.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Hope |√
Teen Fiction[TAMAT] About Hope - Mengenai Harapan Yang Tak Padam Damar dan Reksa itu berbeda. Begitulah yg Fio simpulkan setelah menghabiskan seumur hidupnya untuk bersahabat dengan mereka. Meski kakak beradik, fisik mereka tak sama, kepribadian mereka berlain...