V. F4 Rasa Lokal

3.4K 369 27
                                    

Dering bel istirahat telah berbunyi. Nana dan Dina mengajaknya ke kantin.

"Kita duduk saja disini. Antrian masih penuh. Aku malas berdiri lama." Ujar Dina.

"Kau selalu seperti itu. Nanti kita tidak kebagian makanan bagaimana?" Nana memperingati.

"Bukannya katamu kemarin, kau mau diet?"

"Ah, iya!" Nana menekuk bibirnya tak bersemangat. Namun begitu matanya, melirik etalase makanan, "besok sajalah."

"Selalu." Dina menggelengkan kepalanya pada kebiasaan Nana yang sudah ia hapal. Gadis itu selalu mengatakan besok dari dua minggu yang lalu, semenjak beberapa baju kesayangannya tidak muat lagi pada tubuhnya. Namun setelah makan, Nana akan menggerutu. Inilah yang tidak disukai Dina. Dan ujung-ujungnya namanya yang akan terseret. Kenapa dia tidak menghentikannya? Kenapa dia tidak mengingatkannya? Dan bla...bla...bla...

"Jeny, kau mau makan apa?" Tanya Nana, "jika kau tidak tau mau memesan apa. Aku akan merekomendasikan makanan-makanan yang enak disini."

"Disini ada apa saja?" Jeny mengamati antrian yang semakin sedikit.

"Ada ayam goreng, ayam panggang, rendang, nasi goreng, dan lain-lain. Kau mau yang mana?"

"Aku mau ayam panggang dan nasi goreng, ada?"

"Tentu ada. Minumannya kau mau apa?"

"Lebih baik kita mengantri sekarang. Antrian sudah sepi. Tak usah pedulikan ocehan Nana." Dina menginterupsi. Gadis itu berdiri dan melangkah ke arah stan makanan.

"Aku kan hanya membantu, daripada kau." Gerutu Nana.

Nana dan Jeny mengikuti langkah Dina. Mengambil makanan mereka di etalase. Memesan minuman. Kemudian mulai menyantap makanan mereka di tempat duduk mereka tadi.

"Nanti kami akan mengajakmu mengelilingi sekolah ini. Memberitahu tempat-tempat penting di sekolah, saat waktu luang." Ucap Nana disela-sela suapannya.

"Terimah kasih." Jeny tersenyum tipis atas kebaikan hati Nana.

"Tidak usah berterima kasih. Kitakan sudah jadi teman. Santai saja."

Tiba-tiba mata Nana membelalak. Ia menghentikan kunyahannya. Menatap fokus pada satu titik. Penasaran, Jeny ikut menengok. Menatap ke arah yang sama. Dan dilihatnya Galang berserta ketiga orang pria dengan ketampanan setara dirinya melangkah masuk ke arah kantin. Wajah Jeny langsung berubah masam. Dan melihat sepenjuru kantin ini terdiam dan memandang ke titik yang sama, raut Jeny bertambah sebal. Apa sih bagusnya cowok itu? Laki-laki dingin dengan tidak ada empati itu di kagumi, otak mereka benar-benar miring.

Jeny melanjutkan makanannya. Sementara Dina menyadarkan Nana yang ternganga dengan bodoh di kursinya.

"Hei, tutup mulutmu, Nana! Kau mirip idiot seperti itu."

Seakan tersadar Nana mendelik ke arah Dina, "Apa katamu?"

"Aku hanya menyadarkan." Ucap Dina acuh.

Nana mendengus jengkel. Namun, sedetik kemudian wajahnya berubah. Ia menatap Jeny dengan pendar mata berbinar-binar, "Jeny, kau harus tau ini."

"Ya?"

"Kau tau yang baru masuk tadi siapa?"

"Hei, bodoh! Dia tidak mungkin tahu. Dia kan anak baru disini."

"Benar juga." Nana menanggukkan kepalanya, ia melirik ke arah Dina, "dan berhenti memanggilku bodoh."

Dina mengangkat bahu dengan cengiran di wajahnya.

"Tadi itu, adalah rombongan Galang! Mereka berempat adalah siswa terkenal di sekolah ini. Lihat, yang berdiri paling depan!" Tunjuk Nana pada pemuda paling tinggi diantara mereka. Memakai anting di telinga kirinya. Dan selalu mengedipkan mata kepada para siswi yang memandang rombongan mereka.

HIDDEN [Dark Series IV] [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang