XI. Rumah Sakit

2.4K 329 24
                                    

Gara-gara pertengkaran kemarin, Galang dan Jeni terlibat perang dingin. Dan jangan lupakan mimpi itu juga. Berkatnya Jeni terus memikirkan asumsi-asumsi negatif dan memicingkan mata melihat sosok yang makan diseberangnya. Mereka sudah melakukan hal itu? Cowok ini, selain pedas mulutnya tapi juga brengsek. Tak heran.

Jeni kembali menyuap buburnya. Jika sudah sejauh itu, apakah kematian Luna juga karena Galang yang tidak mau tanggung jawab? Lalu ia disuruh untuk menggugurkan kandungannya. Kemudian ia mati dan mayatnya di sembunyikan oleh Galang. Dan ia berpura-pura seperti orang kehilangan dan patah hati? Bisa jadi. Sungguh picik sekali orang ini. Apakah dia seorang psikopat gila?

Biasanya psikopat itu, orangnya dingin, datar, cuek. Galang termasuk semua ke dalamnya. Jangan-jangan dia memang benar-benar ...

Mata Jeni melirik waspada Galang. Dan sosok yang merasa diperhatikan mengangkat pandangan dan bertatapan dengan iris coklat yang memandangnya was-was.

Kenapa lagi dia?

Jeni langsung membuang wajah. Memasang wajah tenang. Dan makan dengan khidmat.

Dasar aneh.

Galang kembali melanjutkan makanannya. Dan Jeni kembali terhanyut dengan pikirannya akan sosok ini.

Baik Jeni dan Galang menghela napas saat di dalam mobil. Wajah keduanya menyiratkan keengganan untuk disatukan dalam tempat yang sama. Namun, orang tuanya yang menghantarkan mereka sampai ke depan rumah membuat mereka mengurungkan niat untuk menunjukkan adanya permusuhan diantara keduanya.

Jadi, Galang sibuk menyetir mobil dan Jeni sibuk melihat pemandangan dari balik jendela. Tidak ada suara. Ataupun musik radio. Begitu sepi. Bahkan rasanya Jeni menganggap ini lebih mengerikan dari kuburan. Terlalu hening.

Tapi untungnya, jalanan dan kemacetan di luar sana berhasil membuat pikirannya melamun jauh.

Tak terasa mereka sudah sampai di parkiran sekolah. Saat melepas seatbel.

Suara Galang menginterupsi, "Aku ada ekskul. Kau pulang sendiri. Naik ojek atau angkot, terserah."

"Jangankan pulang nanti, mau besok, lusa dan selamanya. Aku tidak sudi menginjakkan kakiku ke mobilmu lagi! Brakk!"

Jeni menutup keras pintu mobil. Dan meninggalkan Galang yang sedang menahan amarah.

"Gadis itu benar-benar ..." Galang memejamkan mata menyetok sabar.

Tapi nasib berkata lain. Ketika waktu petang tiba. Bel pulang berdering. Murid-murid berlomba untuk keluar lebih cepat dari sekolah. Sesuatu terjadi.

"Ada kecelakaan di depan gerbang sekolah."

Nuha, Denis, Aksa, Galang dan anak-anak basket lainnya tengah berada di lapangan basket. Saling memperebutkan bola untuk melakukan shoot tembakan ke ring lawan. Meski fokus mendribble, telinga Galang ikut mendengar percakapan-percakapan di sekelilingnya.

"Siapa yang kecelakaan?"

"Dari siswi kita, kayaknya kena serempet motor. Orangnya masih di tenangi di depan gerbang."

"Yang nabrak bagaimana?"

"Dia langsung lari ketika tau nabrak orang."

"Biad*b tuh orang."

"Kelas mana?"

"Nggak tau. Tapi, orang yang pernah melawan Marta."

Galang menghentikan aksinya yang mendribble bola basket. Melirik ke arah percakapan dua temannya yang masih membahas seputar kejadian itu. Hatinya merasa tergerak begitu ucapan terakhir disebutkan. Bukankah itu Jeni? Apakah dia yang kecelakaan?

HIDDEN [Dark Series IV] [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang