XIX. A Kiss In The Twilight

2K 267 26
                                    

Jeny menggenggam tangan Galang, matanya menatap haru. Dan Galang hanya bisa diam dengan keanehan tingkah gadis didepannya. Suara hatinya menyuruh dia untuk menunggu.

"Aku ingin sekali menggenggam tangan ini selamanya. Merasakan tangan ini mengusap kepalaku tiap hari. Dan kedua lenganmu yang mendekapku erat. Tapi, takdir tidak memihak padaku, Lang. Bahkan tidak mengijinkan aku untuk mengatakan selamat tinggal padamu."

"Galang... Aku ingin kau tau bahwa kau laki-laki terbaik yang pernah kumiliki. Terima kasih atas cinta tulus dan besar yang kau berikan padaku. Maaf aku tidak bisa membalasnya sebesar dirimu. Dan terima kasih sudah menjadikan aku sebagai wanita berhargamu. Serta kesetiaanmu yang selama ini menungguku. Percayalah, aku pun ingin bertemu denganmu, Lang. Dan sekarang, aku baru di beri kesempatan itu." Jeny mengukir senyum di bibirnya. Air matanya sudah mengering. Tapi, tidak dengan mata berkaca-kaca itu.

"Kau ini kenapa sih, Jen?" Tanya Galang bingung.

Jeny menangkup pipi Galang. Dan saling menatap.

Galang terkejut. Ia diam. Dan merasakan tangan dingin Jeny membelai pipinya.

"Aku sangat mencintaimu, Lang. Aku berharap Tuhan memberiku kesempatan satu kali lagi atau kejadian itu tidak menimpa padaku. Tapi, tidak. Semuanya sudah terjadi. Aku tidak bisa pergi tapi juga tidak bisa kembali. Aku hanya bisa ditengah-tengah tanpa tujuan. Berharap siapapun menolongku. Dan sekarang, Tuhan memberiku caranya. Dengan mengirimkan Jeny. Tolong, katakan maaf padanya dariku. Karena sudah meneror dirinya terus-menerus. Dan membuatnya ketakutan."

"Tunggu, kau ..." Galang seakan menemukan sesuatu. Dan baru sadar. Ia tak asing dengan nada suara ini. Tatapan ini. Dan ia teringat seseorang. Ditambah lagi jepit rambut yang tersemat di tempat yang sama. Yang membuat matanya jadi panas.

"Kamu ... Luna?" Tanya Galang memastikan.

Jeny tersenyum, "Baru ingat? Ini, aku. Luna."

"Tapi, kenapa kamu di dalam ... Oh, tidak.." Air mata Galang jatuh. Ia menggelengkan kepalanya tak terima.

"Maaf, aku ..."

"Jangan katakan, kumohon. Ini pasti mimpi."

"Tidak, Lang. Hadapi kenyataannya."

"Aku menunggumu, Sayang. Aku mencarimu selama ini. Kenapa begini... Dari semua alasan, kenapa yang ini ..."

"Galang ..." Luna memeluk tubuh Galang yang bergetar. Dan Galang membalasnya tak kalah erat. Menyembunyikan kepalanya di sela leher Jeny yang kini digerakkan oleh Luna. Menangis disana.

Lalu Galang mengangkat kepalanya. Menatap Luna, "Jangan pergi. Jangan tinggalkan aku lagi."

Luna tak menjawab. Ia mengusap pipi Galang yang basah lalu mengecup bibirnya.

Tak mengijinkan Luna memberi jarak. Galang kembali meraup wajah Luna lagi. Dan menciumnya. Menyalurkan segala rindu, kesakitan, dan cinta yang tak berujung kepastian. Tangannya membelai rambut Jeny. Mencurahkan waktu menunggunya pada ciuman panas. Melumat bibir itu. Membayangkan waktu-waktu mereka kembali.

Dan tiba-tiba mata Jeny terbuka. Ia mengerjab berkali-kali. Dan mengernyit melihat mata Galang yang terpejam didekatnya. Tunggu, sangat dekat. Dimana ini? Apa yang terjadi? Dan apa yang dilakukan Ga----

Sialan!

"Akhhh ..."

Jeny memundurkan langkah. Matanya menatap tajam Galang. Deruh napasnya berkejaran. Ia mengusap ujung bibirnya kasar. Sementara Galang sendiri membungkuk. Menahan denyut sakit dari bagian paling lemah tubuhnya yang ditendang kuat oleh Jeny. Ia mendongak masih dengan meringis. Meminta penjelasan kenapa Luna menendang kemaluannya. Dan tanpa bertanya, sepertinya ia sudah tau apa jawabannya.

HIDDEN [Dark Series IV] [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang