"Siapa yang mencuri? Jangan sembarangan menuduh!" Amarahnya tersulut. Jeny balik menatap garang.
"Ini." Galang mengangkat jepit rambut itu sebagai bukti dan menunjukkannya ke hadapan Jeny. "Aku pikir jepit rambut ini milikmu. Ternyata bukan, mungkin ada ratusan benda yang sama di dunia ini. Tapi, hanya satu saja yang berbeda. Ini jelas milik Luna. Ada inisial namaku dan dia disini. Jadi, darimana kau mendapatkan atau mencuri benda ini?"
"Sudah ku bilang, aku tidak mencuri! Jepit rambut itu kutemukan di loker milikku. Aku bahkan tidak mau menyimpan benda itu. Tapi, entah kenapa benda itu selalu ada disekitarku! Dan baru saja, aku membuangnya di kotak sampah! Dan ... kau menemukannya disana." Jeny menjelaskan semuanya, mengirim pembelaan. Enak saja dituduh yang tidak-tidak! Meskipun memiliki ayah yang jahat, tetapi ia tidak pernah diajarkan mencuri. Namun, raut wajah yang ditampilkan Galang membuat Jeny sebal.
"Kau pikir aku akan percaya?" Tanya Galang dengan kesinisan.
"Terserah, bodoh! Aku tidak peduli! Mau kau percaya atau tidak, itu bukan urusanku!" Tukas Jeny tidak ambil pusing, yang penting ia sudah mengatakan kebenaran dan memang begitu adanya! Ia tidak mengada-ada. Ia saja kaget, benda itu bisa ada disitu lagi. Benar-benar hari ini, menguras tenaganya. Namun, Galang tidak membuat ini mudah. Dari tingkahnya ia masih ingin melanjutkan konfrontasi.
"Kau bilang aku apa?" Galang mendekat, ekspresi marahnya berkali lipat. Namun, Jeny tidak takut sedikitpun. Kekesalannya karena jepit rambut itu ditambah lagi dituduh mencuri, moodnya langsung hancur. Sekarang, mereka bagaikan batu yang sama-sama keras yang siap beradu. Dan menunggu, siapa yang lebih dulu pecah.
"Bodoh. Mau ku ulang lebih keras?" Jeny mengangkat dagunya tidak gentar. Memandang Galang dengan penuh keberanian. Jarak wajah mereka sangat dekat. Bahkan deruh napas keduanya, dirasakan oleh masing-masing.
"Karena ayahku mengangkatmu jadi anak, bukan berarti derajat kita setara ADIK TIRI. Kau tidak bisa berlaku semena-mena di rumah ini. Dan bersikaplah seperti orang yang tau caranya berterima kasih." Tatapan Galang sangat tajam sama halnya dengan kata-katanya yang meluncur bak panah yang melesat menancap tajam di hati Jeny. Kata-kata itu begitu menyentil sisi hatinya. Di awal pertemuan, perlakuannya manis seperti madu. Namun, semakin hari bertambah, topeng itu terkuak memunculkan sisi iblis bermuka dua. Wajah saja yang tampan dan berlaku sopan santun di depan orang tua mereka, di baliknya lebih busuk dari bangkai. Jeny ingin mencakar wajah penuh kesombongan itu!
Amarah di hatinya menggelegak, tapi ia tidak enak untuk bertengkar di rumah. Apalagi disaksikan oleh ibunya. Sakit hatinya ia tahan, Jeny menghirup napas sebanyak-banyaknya. Giginya terkatup rapat. Berusaha meredam amarah, lalu berkata perlahan memilih mengalah, "Baiklah, aku mengerti. Sekarang, ambil saja benda itu. Jauhkan ia dariku. Aku tidak butuh benda seperti itu. Dan, tolong keluar dari kamarku." Tangan Jeny mempersilahkan Galang untuk pergi.
Galang menatapnya sejenak. Tak menyangka kata itu yang justru ia dengar. Ia kira konfrontasi ini akan berbuntut panjang. Melihat ia dan Jeny sudah siap mengeluarkan cakar. Ia mengantungi jepit rambut itu. Memberi jarak. Mata mereka masih bertautan. Lalu ia melangkah pergi, membuka pintu dan masuk ke kamar miliknya sendiri.
Jeny segera mengambil sebelah sepatunya dan melemparkannya ke pintu dengan kekuatan penuh. Hingga pintu itu menutup, menimbulkan bunyi debuman keras. Masa bodoh tata krama dan ucapan Galang! Ia mengambil sepatunya yang lain, dan melakukan hal sama. Merasa tak puas, karena marahnya belum hilang. Ia melempar semua bantalnya ke arah pintu kemudian berteriak kencang hingga pita suaranya nyaris sakit.
"Kau pikir aku mau tinggal disini dan punya saudara sepertimuUU?!!! Bahkan aku tidak sudi menganggapmu SAUDARA!!!"
Dibalik pintu yang lain, Galang menoleh ke arah pintu sambil berdecak.
"Berisik." Ia mengambil earphone dan memasangnya di kedua telinga. Menyetel volume musik dengan besar hingga yang ia dengar hanya dentuman musik yang memekakan kuping.
✍✍✍
Ia merasa terbang. Tubuhnya terayun ringan. Tempat ini terasa nyaman. Hingga ia betah untuk menutup mata. Wangi yang tak pernah tercium indra pembaunya. Serta kulit berkeringat yang hangat menyentuh pipi. Tunggu! Kulit?
Jeny cepat-cepat membuka mata. Hal pertama yang dilihatnya adalah tengkuk seseorang. Ia menegakan kepala, melihat rambut hitam lebat berpotongan cepak didepannya. Apa-apaan ini? Kenapa ia bisa dalam gendongan seseorang? Dan dimana ini?
Sekelilingnya hanya ada pepohonan dan jalan setapak kecil yang mengarah ke rumah mungil diujung sana. Tidak ada rumah penduduk lain. Apa ia sedang di culik? Tunggu, kenapa badannya sulit digerakan?
"Kau sudah bangun? Bertahanlah, sebentar lagi kita sampai." Suara itu kering diikuti napas yang terengah-engah.
Ia tak asing dengan suara ini.
Dan benar saja, ketika sosok itu menoleh tersenyum tipis dengan pendar mata kekhawatiran. Dia adalah Galang. Pria yang hampir saling bunuh dengan dirinya. Dan bisa-bisanya laki-laki ini bersikap tak biasa bahkan aneh sekali. Kenapa dia lembut sekali padanya? Jangan-jangan dia sedang kerasukan roh?
Apakah kau sudah gila? Turunkan aku!
Jeny membelalak ngeri. Kenapa suaranya tidak keluar? Lebih tepatnya bibirnya tidak bisa di gerakkan. Ia melirik tangannya yang tak juga bergerak walau dia sudah berusaha untuk menggerakkannya. Jangan-jangan ...
"Kita sudah sampai, Luna."
Oh tidak, mimpi aneh ini lagi.
Jeny mengumpat dalam hati. Mengasihani nasibnya.
Galang membuka pintu. Membawa tubuhnya masuk. Berjalan melewati ruang tamu dan membaringkan tubuhnya di atas kasur. Rumah ini sepi sekali. Ia merasakan lemas di sekujur tubuhnya. Padahal ia tidak habis melakukan hal berat. Galang masuk lagi ke kamar dengan seember air dan kain kasa. Rautnya sangat kalut dan gerakan matanya tak fokus. Beberapa kali matanya melirik ke kaki Jeny sampai membuat wanita itu ikut penasaran. Ada apa dibawah sana?
Kenapa dia? Apa dia mau berbuat sesuatu?! Kenapa tubuhnya tidak bisa bergerak sih?!!!
Hingga Galang membasahi kain itu dan hendak mengelapnya ke sela-sela tumitnya. Barulah ia sadar akan sesuatu. Bagian bawahnya terasa sangat basah dan lengket. Beserta bau amis dan asam yang menbuatnya mual.
Jeny berusaha melirik ke bawah. Dan terperanjatlah dirinya. Sampai matanya ingin keluar dan kaget luar biasa.
Ada begitu banyak darah dibawah sana. Darah itu terus mengalir di sela-sela kakinya. Mengotori rok seragam sekolahnya. Dan tangan Galang pun ikut terlihat merah dan bergetar saat membersihkan darah-darah itu.
Jeny terpaku syok, apa itu darah haid? Tapi mana mungkin sebanyak itu?
Jeny menatap atap rumah nelangsa. Galang hanya diam. Tidak ada yang bisa memberinya penjelasan. Hingga Jeny tidak bisa membedakan, sebenarnya yang keguguran dirinya atau Luna? Mimpi ini membuatnya gila.
✍✍✍
5 Juli 2019
Ada yang kurang?#Repost dan revisi
Jangan lupa baca ceritaku juga di fizzo judulnya Black Sugar jika berkenan :)
KAMU SEDANG MEMBACA
HIDDEN [Dark Series IV] [End]
Mystery / ThrillerJeny pikir hidupnya sekarang akan berubah. Dengan memiliki Ayah dan juga kakak baru. Rumah yang megah dan keinginan yang selalu terpenuhi. Hidupnya benar-benar seperti seorang putri di rumah besar itu. Tapi ada sesuatu yang janggal disana. Ada sesua...