Jeni melihat beberapa orang nampak mengintip di balik kaca ruangannya. Ketika ia memergoki mereka, maka mereka akan lari. Heran. Ada apa sih? Mana Dokternya lama lagi.
Pintu kembali terbuka. Muncul sosok gadis berparas ayu, tersenyum menatap. Jeni menautkan alis bingung.
"Maaf, kau siapa?" Tanyanya.
"Aku pasien di sebelah." Gadis itu menunjuk sebelah ruangan lalu tersenyum menatap Jeny lagi.
"Oh." Kenapa dia kemari? Apa dia sejenis orang diluar sana? Berpura-pura baik tapi ada maksud? Tapi, inikan rumah sakit. Pertanyaan tidak bermutu. Sepertinya sakit di kaki menjalar sampai ke kepala.
"Apa aku mengganggumu? Habisnya aku tidak punya teman." Celetuk gadis itu mengembalikan Jeny dari lamunannya.
"Ah, tidak." Jeny cepat-cepat menggeleng.
"Cowok tadi pacarmu?"
Pertanyaan tiba-tiba gadis itu, membuat Jeny sontak menggeleng keras."Tentu saja bukan! Amit-amit jangan sampai. Dia bukan pacarku dan takkan pernah. Lebih baik aku jadi hantu daripada punya pacar seperti dia."
Gadis itu tertawa. Tawanya renyah dan anggun.
"Dia sebenarnya baik. Baik sekali. Setia dan pengertian."
"Baik?" Jeny mendengus tidak terima. " Hanya hantu yang percaya padanya." lanjutnya lagi.
"Kalau kau lebih mengenalnya, dia orang yang berbeda kok."
"Diberi cuma-cuma pun aku tidak sudi. Meskipun ada diskon dan cashback." Jeny mengerut heran menatap gadis itu." Tunggu, kenapa kau seperti mengenal Galang?"
"Hanya menebak saja dari wajahnya."
Wajah cuek, tatapan datar itu dikatakan baik? Benar-benar sesuatu sekali.
"Sepertinya jam istirahatku sudah habis." Gadis itu bangkit dari kursinya.
"Sampai jumpa." Gadis itu melambaikan tangan dengan senyuman ramah terpatri di bibirnya.
Jeni membalasnya dengan kaku, ia tidak terbiasa akrab dengan orang baru, "Sampai jumpa juga."
"Hati-hati." Bisik gadis itu kecil. Namun, nampak jelas di telinganya. Seolah ia berbisik di dekat kuping.
Dahi Jeni terlipat halus.
"Sebenarnya aku menemanimu, takut nanti keduluan orang-orang sini. Karena orang disini tidak suka orang baru." Tambahnya lagi penuh misteri.
Jeni semakin bingung dengan semua kata-katanya. Tapi dia hanya memberikan seulas senyum sampai menghilang dari balik pintu. Tak lama kemudian, Galang datang dengan wajah kaku dan tatapan lurus. Tanpa salam atau lainnya, ia membopong tubuh Jeni lalu berjalan keluar.
"Hei, Galang. Dokternya belum datang. Aku belum diperiksa. Kau mau bawa aku kemana?"
"Diam." Suaranya terlihat sama kaku dengan wajahnya. Jeny bertanya-tanya. Tetapi, sedetikpun wajah Galang terpaku lurus menatap pintu keluar di ujung sana.
"Kau ini menyebalkan!" Jeni melihat ada suster baru saja melewati mereka.
"Suster!" Panggilnya.
"Diam! Atau kau kulempar ke jendela."
"Dasar brengsek!"
"Terserah."
Jeni mendengus jengkel. Ia membuang wajahnya ke sisi kanan.
"Tidak usah lirik kiri-kanan."
Jeni melirik Galang sebal. Tapi, lebih memilih tidak memperpanjang konfrontasi. Ia takut dilempar Galang ke jendela. Pria dingin seperti dirinya tidak ada belas kasih, mustahil itu hanya gertakan saja. Namun, lebih menakutkan jika Galang meninggalkannya disini. Entah kenapa, hatinya tidak nyaman berada disini. Seperti ada banyak orang mengamatinya di berbagai sudut. Ia memandang ke belakang. Mengamati lorong lenggang di belakang mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIDDEN [Dark Series IV] [End]
Mystery / ThrillerJeny pikir hidupnya sekarang akan berubah. Dengan memiliki Ayah dan juga kakak baru. Rumah yang megah dan keinginan yang selalu terpenuhi. Hidupnya benar-benar seperti seorang putri di rumah besar itu. Tapi ada sesuatu yang janggal disana. Ada sesua...