Jeny menatap sekeliling. Ia berada di dalam sekolah. Disana ia sedang berjalan. Memakai seragam sekolah. Bersama gerombolan murid lainnya. Ia berjalan bersisian dengan seorang gadis sebayanya. Entah kenapa ia merasa dekat dengan gadis itu. Mereka adalah teman, menurut kata hatinya. Dan hanya gadis itu yang bicara padanya. Sedangkan murid lain, ia tak merasa dekat.
Ia bersama murid lain tengah menaiki tangga. Menuju lantai dan kelas masing-masing. Sebuah firasat buruk mendatanginya. Ia merasakan ada yang aneh. Saat seorang murid perempuan yang bersama gerombolannya tadi sampai di pintu kelas. Ia tidak masuk. Melainkan hanya berdiri. Menunduk. Dengan rambut terurai panjang dan mata kosong.
Dan itu terus terjadi, setiap dari mereka yang sampai di tujuan kelasnya. Bukannya hanya perempuan laki-laki pun sama. Mereka akan menundukkan kepala dan menatap kosong. Seolah raga mereka menolak masuk ke dalam tapi pikiran mereka seolah di kendalikan sesuatu. Mereka yang sampai di kelas akan menjadi diam. Tak bersuara. Mereka yang berisik di rombongan tadi. Saat sampai di pintu kelas. Mendadak kehilangan suara.
Dan anehnya hanya ia seorang yang merasakan kejanggalan tersebut. Semakin menaiki tangga, firasat buruk itu makin menjadi. Dan Jeny tidak bisa menghentikan ini. Ia tidak mau menjadi salah satu dari mereka. Ia tidak tau apa yang sudah menyambut mereka di kelas. Tapi ini sungguh buruk.
Ia mencengkram lengan baju teman di sampingnya.
"Hei, sebaiknya kita turun saja."
"Tapi, kelas kita tinggal dua lantai lagi."
"Tidak mau, ayo turun saja."
"Tapi ..."
"Kumohon."
"Ok, kita turun."
Jeny dan temannya yang entah siapa namanya itu, memisahkan diri dari rombongan. Mereka turun. Sedangkan rombongan yang lain tetap naik. Dan begitu menuruni tangga. Ia bisa melihat, murid-murid yang bersamanya tadi masih berdiri di depan pintu. Namun ada juga yang masuk. Tapi, setiap dia melalui kelas. Ia akan mendengar suara teriakan. Benda jatuh. Tubrukan. Teriakan minta tolong. Lalu langkah kaki cepat. Dan suara geraman. Jeny makin mempercepat langkah.
Saat semakin ke dasar lantai. Ternyata bukan hanya dia yang turun. Tapi, ternyata banyak yang merasakan firasat sama seperti dirinya. Namun, mereka yang turun belum mencapai kelas yang di tuju sama seperti dirinya dan temannya.
Mereka berlari cepat untuk menuju gerbang sekolah. Begitupun Jeny. Tapi, sebuah pemandangan buruk menghentikan langkah Jeny. Tepat di depan sana, dihalaman sekolah. Tiap-tiap orang yang mendekati gerbang. Akan berteriak. Berhenti. Lalu menggeram marah. Menarik rambut mereka sendiri. Dan berekspresi menakutkan. Dan orang-orang yang kerasukan seperti itu akan mengincar orang-orang yang sadar. Memburuh mereka. Membanting tubuh-tubuh orang yang sadar. Menyeret tubuh itu dengan menarik kepala mereka. Tanpa memperdulikan teriakan. Tangisan. Suara minta tolong. Mereka seperti kawanan zombie. Mereka menggigit. Mematahkan tulang. Memukul. Nyaris seperti orang yang hilang akal.
Tapi, ada yang aneh. Mereka akan sadar beberapa menit kemudian. Dan akan bertingkah lagi seperti itu di menit yang lain.
Jeny menatap seseorang laki-laki yang berlari menduluinya untuk keluar mencapai gerbang. Tapi, belum sempat tangannya menyentuh gerbang. Dua orang sudah menerjangnya terlebih dulu. Di kiri dan kanan tubuhnya. Dan juga menarik rambutnya. Ia berteriak.
"Tolong! Tolong!" Sambil memberontak dari cengkeraman dua orang itu.
Namun, tidak ada yang mendengarnya. Hanya Jeny seorang yang menyaksikan itu semua dalam keadaan sadar dan belum di incar.
Dan semenit kemudian laki-laki yang berteriak minta tolong itu tiba-tiba diam. Lalu saat dia menoleh. Wajahnya sudah berganti. Ekspresinya begitu menyeramkan. Matanya melirik orang-orang yang melukainya. Ia lantas menerkam orang-orang itu. Mereka saling membunuh. Didepan mata Jeny. Kejadian itu begitu cepat.
Dan saat Jeny masih terpaku di tempat berdirinya. Seorang laki-laki yang kerasukan menatap dirinya. Begitu cepat laki-laki itu berlari, Jeny kembali ke dalam sekolah. Mencari pertolongan. Tapi, rambutnya di tarik ke belakang. Satu orang. Lalu dari arah kanannya datang lagi orang yang kerasukan. Kini ia menjadi objek. Sebab hanya dirinya yang satu-satunya sadar disana. Disaat yang lain masih saling bunuh tanpa kesadaran.
Jeny berteriak. Tapi suaranya tidak keluar. Ini seperti mimpi yang sedang di kendalikan seseorang. Dan seperti yang sudah-sudah. Tapi, sungguh ini lebih mengerikan!
Menit-menit berlalu menegangkan. Ia berlari menyelamatkan diri saat terlepas. Tapi, lebih banyak pula yang mengejarnya. Anehnya, disaat orang-orang kehilangan kesadaran. Hanya ia seorang yang masih sadar sepenuhnya.
Dan saat mendekati gerbang. Tubuhnya di jatuhkan ke belakang. Seseorang pria mendudukinya. Lehernya di cekik. Ia memberontak tapi tidak bisa lepas. Satu persatu yang lain mendekati Jeny yang hampir meregang nyawa.
Lalu saat kerumunan itu mengelilinginya seakan ingin merenggut kesadaran dan jiwanya. Di celah-celah kaki seseorang. Ia melihat seseorang yang ia kenali. Marta.
Berdiri didekat bangunan sekolah. Hanya dia satu-satunya yang tidak dilirik sedikit pun oleh orang-orang kesurupan ini. Dan sadar sepenuhnya seperti Jeny. Ia menatap Jeny yang di kerumuni dengan ketakutan. Tapi, ia tidak mendekat untuk menolong ataupun menjauh. Berdiri disana. Seolah menonton pertunjukan sirkus.
Napas Jeny makin tersendat. Rambutnya sudah ditarik-tarik. Begitupun tangannya sudah di pegangi.
Disaat nyawa tinggal segaris lagi, tiba-tiba ada suara memanggilnya.
"Jeny... Jeny ... Bangun gila! ... Hei ... Jeny!!!..."
Jeny menoleh. Tidak ada. Suara siapa itu. Lalu ia menatap Marta lagi.
Dan terdiam. Melihat bayangan seseorang di belakang Marta. Ia kenal gadis itu. Luna. Dengan wajah rusaknya.
Marta terlihat menoleh ke belakang. Matanya membelalak. Dan secepat itu pula, tubuhnya sudah dibanting ke dinding. Luna mengulurkan tangannya layaknya mencekik udara. Marta sontak memegang lehernya. Tubuhnya ikut naik seiring tangan Luna terayun tinggi.
Dan keajaiban menimpa Jeny. Orang-orang yang tadi kesurupan seperti setan mendadak sadar. Dan melepaskannya. Mereka seperti orang linglung.
Lalu terdengar suara teriakan Marta.
"Lepaskan hantu sialan! Aku tidak mengikutsertakan dirimu dalam mimpi ini!"
Tubuh Jeny tersentak bangun. Matanya terbuka dan ia berada di kamar asing. Dengan peluh bercucuran dan dadanya yang naik turun.
Di depannya ada Galang yang tak kalah kalut. Pria itu ikut cemas entah karena apa.
Cuma dia dan Galang.
"Kau hampir membuatku takut setengah mati?!" Cerca Galang seraya menyisir rambutnya ke belakang.
"Memangnya aku kenapa?" Tanya Jeny bingung.
"Kau ..." Galang memejamkan mata. Menarik napas lalu membuka matanya lagi, ia kini menatap datar, "terserahlah!" Pria itu bangkit dari ranjang. Tanpa meninggalkan sepatah katapun. Dan ia pun pergi.
Kedua alis Jeny berkerut heran. Lalu meraba jantungnya yang masih berdegub kencang.
"Aku tadi mimpi apa sih? Panas." Ia menghidupkan ac. Dan mengipasi dirinya.
Lalu saat melempar selimut. Ia melihat cetakan basah di celananya. Dan menyadari ini kamar Galang, di tempat tidur Galang dan laki-laki itu sepertinya tau ia mengompol.
Rona merah langsung menyebar ke seluruh wajahnya.
Aku tidak punya muka lagi.
***
29 Desember 2019Wkwkwk kayaknya aku lagi rajin update cerita lama 😄
Aku mau kasih tau rahasia, kalian tau, Part di atas itu adalah mimpi buruk yang ku alami dua hari yang lalu.
Sisanya yang bukan, saat Jeny bangun melihat Galang sementara aku bangun tidak ada siapa-siapa 😅😓 (enaknya jadi Jeny)
Bantu baca juga dong di fizzo kalau yg ada aplikasi fizzo, baca dan komentar ceritaku di sana Black Sugar. Saling review juga nggak apa2, nanti aku komen balik cerita kalian di sana setelah baca dan komentar cerita aku.
Oh iya cerita ini sudah bisa dibaca di KBM atau karya kasra, disana sudah sampai tamat dan ada extra part-nya. seperti biasa ya, aku bakal update di sini sampai tamat aja :)
KAMU SEDANG MEMBACA
HIDDEN [Dark Series IV] [End]
Mystery / ThrillerJeny pikir hidupnya sekarang akan berubah. Dengan memiliki Ayah dan juga kakak baru. Rumah yang megah dan keinginan yang selalu terpenuhi. Hidupnya benar-benar seperti seorang putri di rumah besar itu. Tapi ada sesuatu yang janggal disana. Ada sesua...