Jeny meremat selimut tidurnya. Jantungnya berdegub kencang seiring ketukan suara di dalam lemari. Pikiran liarnya menghayal secara bebas. Berkat kejadian kemarin, tingkat imajinasinya semakin tinggi dan bayangan-bayangan buruk di benaknya tumpang tindih. Membuat ketakutan itu semakin nyata dirasakannya. Tiba-tiba lampu mati, ia hampir berteriak dan mengeluarkan suara.
Jeny menggigit keras bibirnya. Matanya berusaha memejam tapi rasa penasaran itu membuncah kuat. Ia yang berusaha tidur pura-pura, namun tidak bisa. Seolah sosok itu sudah tau. Dan terasa ada banyak mata di sudut-sudut kamar ini yang mengamati tingkah lakunya.
Dan matanya terpancang kuat saat pintu lemari yang sejak tadi menjadi objek penglihatannya perlahan terbuka. Deruh napasnya melaju bersama denyut jantung yang berirama keras. Ia penasaran tapi takut secara bersamaan. Kondisi gelap membuat adrenalin ini makin mengerikan.
Tubuhnya tersentak mendengar bunyi sentakan keras dari belakang. Jeny otomatis menoleh dan melihat keadaan jendela sudah terbuka diikuti angin kencang yang menerbangkan gordennya. Tidak ada apapun disana. Selain derasnya angin yang menambah ketakutan dirinya. Lalu matanya melirik ke tempat semula, pintu lemari itu sudah terbuka lebar. Jejak telapak kaki dan tangan berdarah yang mengarah ke bawah kasur tidurnya. Aliran darah sudah raup dari wajahnya. Tangannya terasa dingin tergenggam. Ia diam. Menormalkan detak jantung yang makin menggila. Atau menunggu sesuatu yang akan terjadi nanti.
Rasanya belum beberapa detik ia menarik napas. Sesuatu dibawah sana menarik selimut tidurnya. Jeny menunduk ke bawah melihat apa yang ada di bawah kasur. Tidak ada. Tapi, ada sepasang kaki berdiri di seberang kasur. Ia berbalik cepat. Kosong. Jeny menghela napas. Mungkin ini hanya mimpi buruk atau halusinasinya sendiri.
Ia melentangkan tubuhnya untuk kembali tidur. Belum sempat memejamkan mata, matanya langsung membelalak ke atas. Wanita bergelantungan di atas atap dengan kaki diatas dan kepala di bawah tengah menatapnya. Jeny menjerit kencang. Dan raganya seperti ditarik kencang lalu dimasukkan ke dalam wadah. Ia terbangun. Bersama deruh napas dan jantung yang hampir meledak. Peluh membanjiri kening, leher dan badannya. Baju piyama nya basah karena keringat. Menelan ludah kepayahan, ia menatap sekeliling waspada dan ketakutan. Lampu kamarnya hidup, tidak mati. Tidak ada jejak di lantai. Lemari tertutup. Jendelapun demikian. Ataupun dia atap sana. Jadi, itu hanya mimpi tidur?
Takut akan kejadian sama menimpanya. Jeny bergegas keluar kamar. Saat itu pukul dua malam. Pergi ke tempat ibunya jelas tidak mungkin. Menebalkan tekad, Jeny masuk ke kamar Galang. Yang berada tepat di depan pintu kamarnya. Dan entah Tuhan masih sayang padanya, pintu itu tidak terkunci. Jeny melenggang masuk seraya mendekap bantal yang ia bawa.
Kamar Galang gelap. Namun bisa melihat isinya. Ternyata laki-laki itu membuka jendelanya saat tidur. Sehingga sinar bulan bisa menembus keremangan kamar ini. Galang nampak sudah terlelap di ranjang besarnya. Hati-hati Jeny meletakkan bantal diujung ranjang, hanya untuk malam ini saja bisiknya di dalam hati. Ketakutan lebih mendominasi daripada kewarasannya. Toh ia hanya tidur. Tidak melakukan apa-apa.
Begitu ia membaringkan tubuh, memejamkan mata. Suara serak Galang berhasil menjeda niatnya untuk tidur.
"Sia---Jeny! Apa yang kau lakukan di kamarku? Keluar!"
"Tidak mau. Pokoknya aku mau disini! Kau saja yang keluar." Sahut Jeny tak kalah keras seraya mempertahankan tempatnya.
Galang bangkit duduk, menatapnya tajam. Rambut berantakan di kepalanya bukan menambah seram tapi memunculkan sisi Galang yang tidak dilihatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIDDEN [Dark Series IV] [End]
Mystery / ThrillerJeny pikir hidupnya sekarang akan berubah. Dengan memiliki Ayah dan juga kakak baru. Rumah yang megah dan keinginan yang selalu terpenuhi. Hidupnya benar-benar seperti seorang putri di rumah besar itu. Tapi ada sesuatu yang janggal disana. Ada sesua...