"Kau... tidak punya otak?"
Marta menyunggingkan senyum sinis. Tak menyangka ada seseorang dengan beraninya menatap ke matanya langsung bahkan berkata merendahkan. Ia melipat kedua lengannya didada. Balas memandang sosok itu dengan tatapan merendahkan. Hani dan Lala tersenyum miring seolah akan mendapatkan mainan baru.
"Sepertinya dia siswi baru. Apakah kita akan memberikannya pelajaran?" Hani menoleh ke arah Lala dengan kerlingan jahil.
"Mendengar ucapan tajamnya, dia perlu di kasih tahu apa saja yang boleh dilakukan ataupun tidak. Guru pasti akan sangat setuju pada kita dalam menertibkan muridnya." Lala membalas sama jenakanya.
"Apakah kau setuju, Marta?" Tatapan Lala tertuju ke arah Marta yang mengulas senyum sombong.
"Sepertinya." Jawab Marta.
Jeny mendengus, menyadari dirinya tak lebih barang mainan di mata mereka dan tidak dianggap keberadaannya. Gertakannya seolah angin lalu. Namun, Jeny memilih diam. Mengikuti arah permainan. Mengukuhkan tatapan intimidasinya dan memberi penekanan bahwa ia benar-benar serius.
Pandangan Marta kembali ke arahnya. Memiringkan kepala, memberi senyuman penuh ejekan.
"Sayang sekali, seharusnya kau diam saja. Dan memilih menghindar seperti yang lain. Tapi, kau memilih sendiri masa sma mu. Sekarang, aku memberi pilihan, kau mau masa sma mu menyedihkan atau suram?"
"Bukankah keduanya sama? Atau IQ mu terlalu rendah hingga tidak bisa membedakan kata-kata?" Balas Jeny datar.
"Wow." Decak Lala melempar tatapan menarik. Ini bakal seru.
Gigi Marta terkunci rapat. Sekeliling rahangnya keras menahan kesal. Ia memandang marah, "Setelah mengatakan aku tidak punya otak lalu menambahkan IQ-ku rendah." Suara Marta terdengar sinis, "nyalimu besar juga untuk ukuran anak baru. Apa tidak ada yang memberitahumu siapa yang kau ejek dari tadi?" Marta mendekatkan tubuhnya. Matanya melotot memberi intimidasi. Tapi, Jeny masih dengan ekspresi yang sama. Tidak terpengaruh.
"Aku tau, gadis gila yang menganggap dirinya hebat tapi dimata semua orang ia tak lebih dari sosok Titan yang salah vaksin."
Orang-orang di sana langsung tertawa mendengarnya. Menganggap itu sangat lucu, mereka bahkan tidak sadar siapa yang mereka tertawakan. Marta menatap geram ke Jeny lalu sekitar.
"Diam!" Serunya kencang. Suasana menjadi hening. Marta berbalik murka pada Jeny, "kau! Berani-beraninya kau menghinaku!!! Aku tidak akan membiarkan semua hinaan ini! Kau akan mendapatkan hukuman! Aku akan membuat masa SMAmu suram! Camkan itu baik-baik. Ketika kau menatap mataku secara langsung, kau harus bersiap menggantikan gadis culun itu sebagai keset kakiku. Atau pindah dari sekolah ini dan kau akan ditolak di semua sekolah!" Lanjutnya sambil berkoar-koar.
"Sombong sekali. Tapi, tak mengherankan kata-kata itu akan diucapkan oleh anak orang kaya dan manja sepertimu." Balas Jeny menambah asap di kepala Marta.
"Kau membuatku semakin kesal saja." Marta mengatupkan bibirnya, ia melirik tajam, " kita harus memberi pelajaran girls. Agar mulutnya tidak sembarangan berucap." Matanya mengkode Lala.
Lala tersenyum mengerti. Ia mengambil sebotol saus dan kecap. Di taruhnya ke sebuah mangkuk kosong. Diisi air lalu tiga sendok cabai giling. Dan diaduk hingga merata. Jeny menatap tidak mengerti akan perilaku tiga orang didepannya.
Lamunannya terhenti ketika tangannya dicengkeram dengan kuat oleh Hani yang sudah berdiri di sampingnya tanpa ia sadari. Wanita itu menyeretnya kasar ke tempat duduk. Lala menekan bahunya yang memberontak akan berdiri. Sementara Marta mendekat dengan seulas senyum iblis membawa mangkuk racikan Lala. Didorong ke arah bibir Jeny yang mengatup rapat.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIDDEN [Dark Series IV] [End]
Mystery / ThrillerJeny pikir hidupnya sekarang akan berubah. Dengan memiliki Ayah dan juga kakak baru. Rumah yang megah dan keinginan yang selalu terpenuhi. Hidupnya benar-benar seperti seorang putri di rumah besar itu. Tapi ada sesuatu yang janggal disana. Ada sesua...