XXXV. Where are you Jen? (II)

1.1K 218 38
                                    

Jeny tak pulang. Ibunya panik. Pak Tomy menghubungi pihak polisi dan sekolah untuk mencari Jeny. Sedangkan Galang tidak bisa berhuat banyak.

Malam semakin larut, Galang membaringkan tubuh. Pikirannya masih berpusat pada Jeny dan kehilangannya.

"Dimana sih dia?" Gumamnya seraya mengurut alisnya. Setelahnya Galang menarik napas dan memejamkan mata untuk tidur.

Susana terasa sunyi. Keheningan yang baru disadari kala memejamkan mata. Namun, ia tetap dalam posisi tidurnya. Bunyi pendingin ruangan. Ketukan di atas atapnya. Ia masih berpikir positif itu ulah tikus. Hingga mimpi menjemputnya.

Galang menelusuri jalanan. Ia bisa merasakan keras dan dinginnya aspal jalan. Langit terlihat sangat temaran dan gelap. Kabut-kabut tipis sesekali lewat. Tak tau sudah berapa langkah dan jauh, sampai ia melalui sebuah bangunan suram dan tak berpenghuni. Sebuah papan rumah sakit yang ditumbuhi tanaman merambat menambah kesan seram rumah sakit itu. Karat dan penuh lumut. Dihalamannya daun kuning berserakan. Ternyata Rumah atau bangunan tanpa cahaya lampu itu sangat menyeramkan. Bulu kuduk Galang berdiri. Ia cepat-cepat akan pergi, namun terhenti mendengar panggilan suara yang terdengar familiar.

Suara Jeny makin terdengar keras. Ia menoleh. Bangunan di sampingnya begitu memacu adrenalin. Galang perlahan masuk gerbang dan hawa dingin langsung menampar keras. Aroma tidak sedap semakin semerbak. Ia mendekati sumber suara. Ia menilik dari jendela pintu yang buram.

Suara Jeny terdengar lagi.

Tolooongg...

Bergema, sepertinya di lorong. Galang membalas sahutan, "Jeniii!"

Lalu disusul Jeny memanggil namanya.

"Galaaaangggg!!!"

Sosoknya belum terlihat. Galang berusaha membuka pintu, pintu terkunci. Rantai dan gembok besar berkarat mengunci pintu. Muncul Jeny berlari dari lorong dengan raut panik dan menangis. Ia berdiri didepan Galang. Dipisahkan kaca besar pintu.

"Galang, tolong keluarkan aku disini! Tolong aku..." Mohon Jeny dengan wajahnya yang pucat.

"Tenang ya. Kamu pasti bisa keluar. Aku lagi usaha." Galang berusaha mengakali pintu dengan ranting pohon yang ditemuinya. Tapi tetap terkunci. Dari dalam, asap hitam merambat memasuki lorong. Muncul beberapa sosok-sosok.

Jeny semakin panik dan memanggil nama Galang berulang kali, "Galang! Galang! Galang! Mereka datang! Tolong aku! Cepat keluarkan aku dari sini!"

Galang ikut panik,"Kamu minggir." Ia berusaha membenturkan tubuhnya ke pintu, tak berhasil. Sampai tiga kali. Pintu tak terbuka. Sementara bahunya sudah kesakitan.

Jeny duduk jongkok menutupi kedua telinga ketakutan. Galang tak habis akal, ia memecahkan kaca menggunakan tangannya. Satu kali, dua kali, tiga kali, hingga tangannya terasa nyeri dan sakit. Tetes darah berjatuhan ke lantai. Namun, Galang tidak berhenti untuk membuat lubang agar Jeny bisa keluar. Sosok itu semakin mendekat. Jeny makin menangis dan membenamkan kepalanya dalam lipatan lututnya. Tangan Galang mati rasa. Kepalannya makin lemah. Tapi ia terus memukul. Dan tiba-tiba ia terbangun dari tidur saat tubuhnya diguncang.

"Bangun! Ibumu tengah panik sekarang. Jeny tidak tau dimana. Cobalah mandiri sejenak Galang."

Galang masih stengah mengantuk. Melihat Ayahnya berceloteh panjang lalu pergi setelah menyuruhnya sekolah. Ia merasakan nyeri yang amat sangat di tangan kanannya. Dan dilihatnya telapak tangan juga punggung tangannya penuh bekas luka dan beret yang sudah mengering. Ia baru sadar, bukankah tangan ini yang ia gunakan untuk memukul kaca? Apa mimpi itu nyata? Dan Jeny terjebak disana?

Tapi, bukankah mimpi hanya bunga tidur? Apa ia terlalu kepikiran tentang Jeny hingga masuk ke dalam mimpi? Mungkin.

***

HIDDEN [Dark Series IV] [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang