XXV. Badut Si Pembunuh

2K 272 40
                                    

Tubuhnya terasa lemas. Perlahan Jeny mengerjabkan mata. Menatap atap yang terasa asing baginya. Ia mengumpulkan ingatan. Kenapa tubuhnya tidak bisa bergerak bahkan sangat lelah? Terakhir yang ia ingat, rasanya ia sedang berada di kamar. Di atas kasur dengan nyaman sedang main handphone dan tiba-tiba lelap menjemputnya. Ia tidur saat jarum menunjukkan pukul dua siang.

Jeny melirik kepayahan ke kiri. Di jumpainya koridor panjang. Lalu ke kanan, koridor lagi dengan pintu-pintu mirip kelas. Jeny meraba tempatnya tidur, bukan kasur empuk yang dirasaknya justru keramik dingin dan keras. Tunggu, ini seperti di ... Sekolah.

Kenapa dia bisa disini? Apa yang terjadi? Apa dia berpindah tempat lagi tanpa sepengetahuannya?

Jeny perlahan bangkit namun jatuh telentang. Tubuhnya seakan tidak memiliki tenaga sedikitpun. Dan ia menemukan sumber masalah itu ketika menatap ke depan. Ia baru sadar, separuh tubuhnya ada di lantai dan kakinya ada di anak tangga. Lalu darah melumuri rok abu-abu dan pahanya hingga menetes lantai.  Deruhnya berbunyi keras di tempat hening ini. Ia menatap ke atas, lampu nampak berkedip-kedip. Tunggu, jika lampu hidup berarti ini malam? Ia berusaha melirik sekitar tetapi jarak pandangnya hanya terbatas. Di ujung tangga adalah lantai dua. Disana lampunya mati dan gelap. Entah kenapa difirasatnya mengatakan ini hal buruk.

Jeny sangat ketakutan. Ia benar-benar tidak bisa mengerti situasi sekarang. Sekujur tubuhnya menjerit kesakitan. Tangannya merangkak kepayahan menarik tubuhnya. Lalu berhenti saat mencoba tiga kali. Nyatanya hanya sejarak kepalan tangannya ia bergerak. Kakinya bahkan masih di tangga. Napasnya sudah habis. Dan menghirup napas banyak-banyak.

Ia tidak mau mati. Kehabisan darah di tempat ini tanpa mengerti apapun yang terjadi. Jeny menatap lorong, berharap ada seseorang disini.

"Tolong!" Jeny menarik napas kemudian berseru lagi, "siapapun disana ... Tolong aku."

Jeny membuka bibir, meraup udara dari sana. Ia berusaha merangkak lagi dan jatuh sedetik kemudian. Peluh membanjiri bersama darah disana yang terasa lengket.

"Tolong..." Rintih Jeny. Ia masih menatap lorong. Berharap ada keajaiban.

Lalu terdengar suara langkah. Mata Jeny mencari penuh harap. Ia bersuara agar orang itu tau dia disini.

"Tolong aku."

Suara itu berhenti. Kemudian berjalan lebih cepat. Apakah orang itu mencari suaranya?

"Tolong aku." Jeny menarik napas, berkata, "aku disini."

Suara itu semakin dekat. Asalnya dari atas. Lantai dua.

Jeny hampir menangis haru namun segera menghilang begitu sosok itu muncul di ujung tangga. Seseorang. Memakai topeng badut yang tersenyum lebar. Tidak, bukan itu yang membuat darahnya makin terkuras di wajah. Namun, sebuah pisau daging berlumuran darah dipegang sosok itu di tangan kirinya.

Gurat ketakutan membayangi wajah Jeny. Adrenalin memacu untuk bangun namun sia-sia. Ia selalu berakhir jatuh. Jadi, digunakan tangannya untuk merangkak walau tubuhnya menjerit-jerit kesakitan.

Sosok bertopeng badut itu pelan-pelan menuruni tangga. Seolah menikmati ini semua. Dan menguji kecemasan dan detak jantungnya.

Dan tiba-tiba sebuah seruan muncul dari ujung lorong. Seruan memanggil nama seseorang. Suaranya terdengar familiar. Dan seseorang bertopeng badut itu ikut berhenti.

"LUNA!"

"LUNA! KAU DIMANA?"

"LUNAAA!!!"

Galang ...

Tapi kenapa Luna?

Terserah, "Galaang!!! Aku disiniii!!!" Jerit Jeny keras hingga terbatuk-batuk.

Terdengar bunyi langkah cepat menuju kemari. Jeny menoleh ke arah badut itu yang memundurkan langkah. Naik kembali ke lantai dua. Tangan sosok itu terangkat, jari telunjuknya didepan bibir topeng itu memberi isyarat diam. Lalu sosok itu hilang bertepatan dengan sosok Galang yang berlari tergesa-gesa kesini dengan wajah panik.

Jeny merilekskan tubuh. Bernapas dengan normal lagi. Seraya memandang sosok Galang yang semakin dekat. Entah kenapa, ia tidak pernah selega ini melihat Galang muncul didekatnya.

***

Jeny membuka mata. Ia melirik sekelilingnya. Dan menghela napas lega. Memejamkan mata. Ia berada di kamarnya lagi. Membuka matanya kembali dan menoleh ke seberang dimana cahaya hangat menyentuh sebagian wajahnya. Senja telah tiba. Sinar matahari menerobos jendela. Sudah berapa lama ia tertidur? Padahal tidurnya hanya sebentar tapi mimpinya terasa seabad. Menegangkan. Apa itu bagian dari penglihatan Luna yang coba dibaginya padanya?

Jeny perlahan bangkit duduk. Sepertinya dia ingin aku menyingkap sesuatu? Atau mencari jasadnya?

Seketika bulu kuduk di leher Jeny berdiri. Ia mengusap lehernya. Dan menghela napas.

"Ya, ini memang takkan mudah."

Kemudian mengacak rambutnya frustasi, "Arrrgghh kenapa aku harus terjebak di situasi ini?!"

***

Jeny menuruni tangga. Ia berbelok ke ruang tengah dan menemukan Galang sedang menonton tv dengan suara keras. Ia menengok ke ruang tamu dan makan lalu mengintip dari jendela.

"Mereka sudah pulang."

Jeny menoleh, menatap Galang yang masih memandang tv. Kemudian mengangguk dan mengambil tempat duduk seraya menyandarkan punggung serta memandang lampu kristal diatasnya.

"Galang."

"Hm."

"Kau ta--- ..." Jeny menghentikan kata-katanya. Terlalu beresiko kalau dia langsung to the poin dan Galang tidak tahu tentang ini.

"Aku sering di hantui seseorang. Dan kau tau, aku benci hantu. Jadi aku mengabaikannya. Ia terus mengirimiku pesan-pesan melalui mimpi. Yang kadang-kadang membuatku kaget bahkan nyaris jantungan mati. Dia seperti ingin minta tolong padaku. Awalnya aku tidak mau menolong namun ada sesuatu hal yang membuatku penasaran dan lama-kelamaan aku kasihan dan berniat untuk membantunya. Jadi, aku berencana untuk mengajak ..." Jeny memandang Galang yang juga menatapnya.

"Mengajakmu untuk membantunya. Karena, dia adalah orang terdekatmu." Suara Jeny memelan saat melanjutkan, " Luna. Pacarmu."

Terdengar hembusan keras dari mulut Galang. Ia mematikan tv. Dan beranjak pergi ke arah tangga.

"Kau masih meyakininya hidup?"

Galang berhenti. Tidak ada jawaban. Lalu melanjutkan langkah.

***
6 Mei 2020
Vote dan komen 😉

Kayaknya tebakan terus berubah-ubah ya 😁

Bantu baca juga dong di fizzo kalau yg ada aplikasi fizzo, baca dan komentar ceritaku di sana Black Sugar. Saling review juga nggak apa2, nanti aku komen balik cerita kalian di sana setelah baca dan komentar cerita aku.

Oh iya cerita ini sudah bisa dibaca di KBM atau karya kasra, disana sudah sampai tamat dan ada extra part-nya. seperti biasa ya, aku bakal update di sini sampai tamat aja :)

HIDDEN [Dark Series IV] [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang