Di istirahat kedua. Jeny pergi sendirian ke wc sekolah. Menuntaskan hajatnya. Saat membuka pintu, angin dingin menerpa tubuhnya. Juga kondisi sepi disana tidak menarik atensinya. Ketika itu, ia terpusat pada sakit perutnya. Masuk ke salah satu bilik. Jeny berdiam di atas kloset.
Pikirannya baru berpusat begitu melihat dinding dan pintu wc penuh tulisan cakaran yang mengukir kata pembunuh dengan tinta merah. Gambar-gambar monster juga hantu mengelilingi dirinya. Siapa sih orang kurang kerjaan menggambar hal seperti itu disini?
Pikirannya mulai bercabang kemana-mana. Tetapi, Jeny mensugestikan dirinya untuk memikirkan hal lain. Dan menatap ke arah lain. Lalu menemukan sebuah tulisan lama yang hampir mengabur di tembok sebelahnya. Marta dan Luna Best Friend Forever ^_^. Marta sayang Luna.
Jeny meneguk ludah. Teringat Marta sudah meninggal. Bulu kuduknya meremang. Muncul bunyi air mengucur dari bilik sampingnya. Mungkin itu orang. Jeny menarik napas dan menghelanya. Itu manusia. Manusia. Tidak ada hal lain. Memang selain manusia apa? Iblis dalam dirinya bertanya. Jeny sontak mengingat film hantu jepang yang di tontonnya dua minggu kemarin. Kondisi bilik toilet yang mirip dengan adegan salah satu film. Dimana suasana hening yang sangat mendukung menambah ketakutannya. Eh, sunyi? Bukannya tadi bunyi air?
Jeny meneguk ludah untuk kedua kalinya. Matanya melirik ke bawah cela-cela dinding yang memang difungsikan ruang kosong agar bisa mengetahui apakah ada seseorang atau tidak. Di film, ada kaki hantu disana. Bukannya takut, Jeny justru menundukkan kepalanya ke bawah. Ikut melakukan adegan siswi jepang menuntaskan rasa penasarannya lalu setelah itu menjerit setengah mati manakala wajah hantu ikut menunduk juga. Tetapi, berbeda yang di dapatkan Jeny. Hanya ada kosong. Tanpa seseorang pun. Ia menengok ke bilik satunya. Tidak ada.
Jeny duduk tegak lagi. Memejamkan matanya. Merasakan detakan jantungnya ikut berdetak dua kali lebih cepat. Kemudian ia terbayang lagi, hantu yang merayap di atas bilik dengan rambut menjuntai panjang. Astaga! Jeny mendongak cepat. Melihat-lihat di atas sana. Tidak ada. Napasnya bergemuruh. Ia segera menyelesaikan urusannya. Tangannya terasa dingin dan bergetar kala menekan tanda plush. Berdiri membenahi roknya. Dan tiba-tiba ia mencium aroma tidak sedap.
Itu hanya dari pikiranmu sendiri, Jeny. Berpikirlah ke arah lain. Bayangkan saja wajah Galang yang menyebalkan.
Berhasil. Namun, hanya sebentar. Bersama angin dingin yang tiba-tiba ada. Entah datang dari mana. Aroma busuk semakin kuat tercium. Untuk sejenak Jeny ragu membuka pintu biliknya. Dalam suasana senyap yang panjang. Terdengar bunyi garukan tembok. Jeny terdiam. Dan coba berpikir positif bahwa itu tikus.
Ia mencoba batuk kuat. Dan suara garukan itu menghilang. Sebentar. Muncul kembali dengan irama lebih cepat dan tergesa-gesa.
"Pergi sana tikus!" Teriak Jeny sambil melempar segulung tisu dari atas.
Tisu yang ia lempar tadi, berguling masuk ke bawah biliknya. Dengan kondisi cakaran dan sobekan juga bekas-bekas merah disana. Wajah Jeny sudah sepucat kapas. Tangannya gemetar dan dingin tak terkendali. Nyalinya yang berani sudah tenggelam ke dasar. Tapi, ia masih mesugestikan dirinya bahwa itu kerjaan tikus.
Rasanya membuka pintu toilet tak pernah seberat ini. Bunyi decitan pintu ikut menambahkan seramnya saat ini. Ia tau, disini tidak sedang baik-baik saja. Jeny pelan-pelan melangkah. Harusnya ia fokus menatap ke tujuannya saja, pintu keluar. Tak perlu menoleh ke ujung sana. Tapi dasar sifat manusia, mudah penasaran dan ingin tau. Ia menolehkan kepala.
Di depan pintu bilik terujung. Ada seorang siswi berdiri membelakanginya menghadap tembok wc. Siswi itu menunduk, rambut panjangnya menutupi wajah. Ia tengah menulis di tembok dengan kukunya. Menciptakan coretan-coretan merah darah di dinding. Menulis kata pembunuh besar-besaran di tembok. Harusnya, ia pergi saja tak perlu lebih lama diam disini. Tak perlu memperdulikan. Namun, matanya seolah tertancap dan kakinya bagai batu yang berat, tidak bisa bergerak. Ia melihat sepasang kaki putih pucat sosok itu tanpa sepatu menyentuh tanah. Titik-titik air menetes dari seragamnya yang basah. Firasat Jeny sudah buruk sedari tadi. Ia ingin cepat pergi, tapi kakinya seakan dipaku.
Dan tiba-tiba sosok itu berhenti menulis. Degub jantung Jeny berdetak tak terkendali. Tangannya makin dingin. Udara terasa pengap dan ia kesusahan untuk bernapas. Tangan sosok itu terkulai. Kepalanya bergerak menoleh pelan. Jeny membeliak horor. Ia ingin pergi. Siapapun harus menolongnya saat ini. Jika tidak ...
Mata Jeny membelalak selebar-lebarnya ketika mata itu mengintip dari sela-sela rambut. Menatap Jeny dengan bola mata yang kosong. Kemudian terdengar jeritan panjang di toilet perempuan.
Kelas-kelas yang berdiri di dekat toilet langsung terserang panik. Sekelas itu menjadi hening. Dengan benak yang bertanya-tanya di kepala. Apa itu? Guru yang menjelaskan pelajaran menghentikan pelajarannya. Guru itu keluar mengamati sekitar. Ada guru-guru yang lain ikut menghentikan pelajarannya juga, guru itu berinisiatif mengecek toilet sumber suara. Namun, tidak ada apapun.
Dan hari itu, Jeny dinyatakan bolos di pelajaran terkahir dan tidak pulang ke rumah.
"Kemana adikmu? Kenapa cuman ada tasnya saja?" Tanya Pak Tomy begitu melihat Galang pulang sambil menenteng tas Jeny.
"Tidak tau, ternyata anak Papa yang baik dan penurut itu ternyata bisa bolos juga." Sahut Galang bercampur sindirian seraya meletakkan tas Jeny di sofa.
Pak Tomy yang tidak puas dengan jawaban Galang, berseru memanggilnya yang sudah menaiki tangga, "Galang!"
"Sudah, Pa. Aku capek. Tunggu saja, nanti pulang sendiri." ujar Galang tetap meneruskan langkahnya.
***
Pak Tomy mendatangi kamar Galang ketika matahari sudah tenggelam ke peraduan dan Jeny belum pulang. Ia membuka pintu dan mendapati Galang tengah bermain konsol game.
"Kamu beneran nggak tau Jeny kemana?" tanya Pak Tomy sekali lagi dan dijawab sama oleh Galang bahwa ia tidak tau dengan mata yang sibuk menatap musuh-musuh di layar game. Pak Tomy menambahkan, "Ini sudah malam, Lang. Sudah coba hubungi handphonenya? Teman-temannya?"
"Di kelasnya cuma ada tasnya. Kutanya temannya, nggak tau semua. Dari istirahat kedua, dia nggak balik-balik ke kelas. Katanya ke toilet. Tapi sampai pulang nggak muncul. Handphone-nya saja di tas, bagaimana mau menghubunginya? Telepati?" Galang berseru kesal manakala super heronya mati. Menyalahkan ayahnya yang mengganggu.
Pak Tomy mengabaikan dan mengomentari sikapnya, "Kamu nggak becus banget jadi kakak."
"Memang aku bukan kakaknya, Papa."
"Galang!" Seru Pak Tomy memperingati. Karena istrinya baru menyusulnya kemari.
"Mungkin dia ke rumahnya dulu. Siapa tau dia nggak betah disini?" Cetus Galang sambil meletakkan stik game ke tempatnya. Hilang sudah semangat untuk bermainnya.
Bu Lina berhenti mengusap air matanya. Ia seakan setuju dengan ucapan Galang dan segera memakai sweater.
"Kamu mau kemana, sayang?" Pak Tomy berbalik pada Istrinya. Ibu Jeny.
***
Vote dan komen 😉
13 Agustus 2020Bantu baca juga dong di fizzo kalau yg ada aplikasi fizzo, baca dan komentar ceritaku di sana Black Sugar. Saling review juga nggak apa2, nanti aku komen balik cerita kalian di sana setelah baca dan komentar cerita aku.
Oh iya cerita ini sudah bisa dibaca di KBM atau karya kasra, disana sudah sampai tamat dan ada extra part-nya. seperti biasa ya, aku bakal update di sini sampai tamat aja :)
KAMU SEDANG MEMBACA
HIDDEN [Dark Series IV] [End]
Mystery / ThrillerJeny pikir hidupnya sekarang akan berubah. Dengan memiliki Ayah dan juga kakak baru. Rumah yang megah dan keinginan yang selalu terpenuhi. Hidupnya benar-benar seperti seorang putri di rumah besar itu. Tapi ada sesuatu yang janggal disana. Ada sesua...