Jeny membuka pintu kamar Galang tepatnya menerobos. Dan Galang yang tengah berbaring diranjang, kaki ditekuk sebelah, sebelah tangan di atas kepala, meliriknya dari ujung mata.
"Kau sungguh tidak mau membantuku?" Tanya Jeny tanpa basa-basi lagi.
"Keluar Jen."
Nada pengusiran itu yang didapatkannya. Tapi, Jeny tak menyerah, "Dia hamil."
"Aku tau. Keluar." Mengejutkan.
"Kau sungguh tidak penasaran kenapa Luna bisa menjadi hantu?"
"Tinggalkan aku sendiri."
Jeny mengatup bibirnya kesal. Galang terlihat santai dan Jeny semakin berang, "Dia hamil anakmu. Lalu ke guguran. Dan meninggal tanpa seorangpun tau. Kau tidak berniat untuk mencarinya? Bukankah kau sangat mencintainya?"
"Kau tidak tau apapun Jen. Berhenti mencari tau."
"Jadi, kau tau pembunuhnya?" Tuduh Jeny langsung.
Galang bangun untuk duduk, menghadap Jeny langsung, "Pembunuh siapa?"
"Pembunuh Luna! Aku mencurigai hampir seisi sekolah terutama kau dan Marta! Dan yang kutemukan aku hanya menduga-duga tanpa ada bukti. Satu-satunya caraku hanya melalui mimpi yang dikirim Luna. Setiap waktu dia menghantuiku untuk membongkar kematiannya. Tapi, aku menemukan kau, seseorang yang katanya sangat menyukainya justru hanya diam di tempat! Bagaimana bisa aku tak menduga kau adalah dalangnya?"
Lama. Galang menarik napas panjang, "Aku hanya ... merasa ia masih hidup. Dan aku tidak berniat percaya kalau Luna sudah mati. Dia masih hidup. Berbulan-bulan aku mencarinya dan menemukan ia dalam sosok lain. Mungkin itu hanya halusinasi ku saja." Suaranya terdengar menyedihkan dan putus asa. Matanya memandang kosong jendela.
"Galang, Luna sudah mati. Itu kenyataannya." Jeny kembali menekankan.
Ada emosi di riak wajah Galang begitu ia menoleh, "Aku mencarinya nyaris seperti orang gila, Jen. Dan tiba-tiba mendapatkan kalau ia sudah mati, apakah aku harus percaya? Dia hamil anakku. Saat itu pikiranku nyaris pecah. Aku menyalahkannya. Kami bertengkar. Aku masih SMA dan dia pun sama. Tidak ada masa depan. Ayahku pasti murka. Dan kemudian aku menjauhinya selama seminggu. Memikirkan segalanya. Saat aku sudah siap dengan segala resiko yang ku ambil, aku justru mendapatinya terkapar di lantai sekolah. Keguguran. Aku kehilangan anakku Jen karena kelalaianku sendiri.
"Tiap waktu aku menyalahkan diriku sendiri. Lalu saat ku pikir, kami bisa memulai hubungan lagi yang sehat, Luna justru pergi tanpa kabar. Meninggalkanku. Dan tiba-tiba ia datang dalam sosok lain, yang sama sekali tidak ku sangka. Aku bahkan rela dia datang dengan cowok lain atau pergi jauh dengan hidup yang baru tanpaku. Tapi, yang ku temukan bukan itu! " Galang meneriakkan kata terakhir. Dan membuang wajahnya ke arah lain. Bibirnya mengatup keras. Bahunya nampak bergetar. Tangannya terlihat menutup mata.
Dia menangis.
"Aku heran, kenapa aku mengatakan ini kepadamu." Suara tercekat Galang terdengar dikeheningan kamar itu.
Jeny menunduk. Memandang kakinya yang memakai sendal dengan kepala boneka menjadi hiasannya. Ia ingat, ia kesal luar biasa seharian saat tau Paman Tomy memberikan sendal ini padanya atas pilihan Galang. Ia mengingat wajah menyebalkan Galang saat itu. Senyum mengejek diujung bibirnya. Tapi, lihatlah sekarang pria itu terlihat mengenaskan sejak beberapa hari yang lalu. Sejak Luna menemuinya dalam wujud Jeny. Mungkin pertengkaran-pertengkaran dengannya hanya alasan Galang sejenak melupakan pertemuan menyakitkan itu.
"Jika kau berubah pikiran, kau bisa menemuiku di kamar." Jeny berbalik. Tampaknya tidak ingin menganggu kesedihan Galang.
"Kenapa kau ingin membantu? Padahal kau hanyalah orang asing."
KAMU SEDANG MEMBACA
HIDDEN [Dark Series IV] [End]
Mystery / ThrillerJeny pikir hidupnya sekarang akan berubah. Dengan memiliki Ayah dan juga kakak baru. Rumah yang megah dan keinginan yang selalu terpenuhi. Hidupnya benar-benar seperti seorang putri di rumah besar itu. Tapi ada sesuatu yang janggal disana. Ada sesua...