XXXI. Lonely Night

1.7K 263 73
                                    

"Kenapa kau langsung mengkomprotasi Marta?" Tanya Jeny agak berbisik sewaktu jam pulang. Dan tanpa basa-basi menjegal langkah Galang di koridor sekolah.

"Itu cara yang lebih cepat." Jawab Galang santai tidak mau berbelit-belit.

"Tapi..." Jeny masih ragu-ragu namun Galang cepat menyela.

"Kau terlalu banyak berpikir Jen. Itulah kenapa kasus Luna tidak ada perkembangan padamu. Karena kau benyak memikirkan dan sibuk mempertimbangkan sesuatu."

"Tapi, aku merasakan firasat buruk." Ia menduga, jalannya tidak mungkin akan semudah itu. Selama ini saja hilangnya Luna disebut karena pindah sekolah. Mustahil hanya satu orang yang terlibat.

"Wanita dan perasaannya. Sudahlah, toh Marta hampir buka mulut, kan? Nanti aku akan menanyainya lagi. Dan kita akan tau siapa pembunuhnya." Ucap Galang optimis berbanding yang dirasakan Jeny. Wajahnya masih tak yakin, ini akan semudah omongan Galang.

Jeny melihat Lisa melalui mereka sambil membawa tumpukan buku.

"Kenapa habis pulang sih baru di kasih? Kan ribet buka tasnya!" Keluh Marta sambil menatap sinis Lisa yang buru-buru masuk ke kelas dan membagikan buku pada yang lainnya.

Suara-suara mereka bahkan bisa terdengar dari tempat Jeny dan Galang berdiri.

"Eh Marta dapat berapa? Aku dapet 60!" Seru Hani girang.

"60? Dan kau senang, Han?" Tanya Lala tak habis pikir.

"Iya! Karena biasa aku dapet dibawah lima puluh." Hani mengembangkan senyum lebarnya membuat Lala geleng-geleng kepala dan Marta mendengkus geli.

"Nggak beres semua." Marta menggelengkan kepala, memilih membuka bukunya dan membiarkan perdebatan kecil kedua temannya.

Ketika membuka lembaran kertas dan berhenti pada tugas ulangannya. Ia tersenyum singkat karena hasilnya sesuai keinginannya. Menutupnya kembali dan memasukkannya ke tas.

"Ayo pergi." ajaknya pada mereka.

Baru dua langkah, Marta mendadak berhenti.

Lala menoleh penasaran, "Kenapa Mar?"

Marta menyentuh dadanya. Jantungnya tiba-tiba berdegub dua kali lebih cepat. Ia berusaha menarik napas tapi justru sesak yang didapatkannya.

"Ng...nggak. Aku nggak apa-apa."

"Yakin?" Tanyanya lagi.

"Ada apa?" Hani menoleh bingung. Namun, Lala hanya menatap sekilas. Mengarahkan matanya pada Marta lagi. Malas menjelaskan, karena Hani itu lemot.

"Ayo." Baru mengambil satu langkah. Marta sudah jatuh terduduk. Sendi geraknya tiba-tiba lumpuh. Ia tidak bisa merasakan kakinya. Pekikan terkejut kedua temannya ia abaikan termasuk tatapan heran orang-orang di koridor.

Fokusnya hanya pada detak jantungnya yang seperti mau meledak. Tidak. Ini bukan euforia senang atau ketakutan. Ia tidak tau apa, tiba-tiba denyut nadinya dapat ia rasakan saking kencangnya. Belum lagi telapak tangannya yang terasa panas terbakar.

Lala berjongkok dan wajahnya mendadak pucat. Matanya melebar horor melihat Marta.

"Marta ..., Hidungmu keluar darah."

HIDDEN [Dark Series IV] [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang