"Bibi Fani mengatakan kau mengompol. Ayah tak sengaja tau, karena melihat Bi Fani membawa spreimu untuk dicuci. Jadi, ayah menanyakannya. Bukankah ini baru satu hari kemarin di cuci?"
"Oh, ayolah ayah. Kita sedang berada di meja makan."
"Maaf kalau kamu malu, Nak. Tapi, ini bukan karena kamu mimpi basahkan?"
Galang meletakkan sendoknya. Selera makannya sudah hilang, "Aku sudah selesai." Ia menyampirkan tasnya.
Pak Tomi baru menyadari keberadaan Jeny yang makan di seberang Galang. Ia menyadari kesalahannya dan memandang putranya, "Maaf, ayah tidak tau kalau ada Jeny. Hei, habiskan sarapanmu, kau baru makan satu sendok."
Galang tak menghentikan langkahnya. Setelah menyalimi ayahnya dan Ibu Jeny. Ia menjawab ucapan ayahnya sambil lalu.
"Aku sudah kenyang."
"Kenapa dia sekesal itu?" Tanya Pak Tomi heran. Setelah bayangan Galang hilang dibalik tembok.
Ibu Lina menggenggam tangan Tomi dan memberikan senyuman menangkan.
"Mungkin, dia malu, Sayang. Dan Galang butuh waktu untuk sendiri."
"Aku tetap tak mengerti kenapa dia sekesal itu? Kurasa Jeny sudah tau apa itu mimpi basah."
Jeny terbatuk-batuk dan segera minum air.
"Maaf." Sesal Pak Tomy.
"Yah, mungkin tidak semua orang suka hal pribadinya di umbar. Dan setiap orang memiliki batasan pribadi masing-masing." Jelas Ibu Lina.
"Ayo, cepat, Nak. Galang menunggumu di luar."
Jeny mengambil satu suapan besar. Berpamitan dengan mulut penuh. Dan berjalan sambil mengunyah.
Sampai di pintu, benar kata ibunya. Laki-laki itu menunggu dirinya. Jeny masuk. Dan mobil Galang melaju keluar.
Didalam sana hening. Walau tiap-tiap hari juga seperti ini, tapi khusus pagi ini berbeda. Ia bisa melihat raut kesal Galang dari samping kemudinya. Laki-laki itu menatap lurus. Mungkin, jika ia menyenggol sedikit saja lengan Galang, laki-laki itu akan membacoknya di tempat. Wow, imajinasi yang hebat, Jen.
Jeny menarik napas. Yah, benar ini kesalahannya. Kau harus minta maaf Jeny, ucapnya pada diri sendiri didalam hati.
"Maaf." Suara Jeny mirip tikus mencicit yang terjepit oleh sendal jepit.
"Apa?!" sungut Galang sambil berdecak. Kentara sekali kekesalan itu, Besti.
"Maaf atas kasurmu." Wajah Jeny tergambar pasrah. Mau membentak balik juga tidak ada gunanya, akan memperkeruh suasana. Lagipula, ia memang salah sih. Ia kan sudah berjanji untuk tidak meninggalkan jejak apapun, tapi yah bagaimana ya kalau tidak sadar. Ia juga tidak bisa menolak takdir alam.
"Aku akan selalu mengingatkan pada diriku untuk mengunci kamar atau menulis tulisan di depan kamar. Yang Merasa Namanya Jeny Dilarang Masuk. Dan mungkin juga, akan langsung ku lempar seseorang ke jendela jika tetap menerobos masuk." Raut Galang bersungguh-sungguh. Jeny jadi takut untuk melontarkan candaan.
"Maaf, " Jeny menundukkan kepala, "itu semua terjadi karena aku mimpi buruk."
"Jadi, menurutmu itu salahku?" Tunjuk Galang kesal pada dirinya. Sebelah tangannya yang lain masih memegang setir pengemudi.
Jeny cepat menunduk, "Tidak."
"Itu kan hanya kasur, bisa di cuci. Kenapa kau sekesal ini? Itu hanya sepele." Lanjutnya yang mulai ikutan terpancing. Seolah ia melakukan kejahatan besar tak termaafkan.
"Sepele bagimu, tapi namaku yang jadi buruk!"
"Hanya ayahmu, ibuku, dan aku yang tau. Bukan seluruh dunia." Jeny masih tidak terima disalahkan.
"Aku dituduh melakukan hal yang tidak ku lakukan. Menurutmu aku akan bersikap tenang dan menerima lapang dada?" Galang kembali mempertanyakan untuk membuat Jeny mengakui kesalahannya. Namun, Jeny mendengarnya serasa tertampar.
"Ok, maaf Galang. Aku sungguh minta maaf! Puas?"
"Maaf yang tidak tulus." Cibir Galang sambik membelokkan setir.
Jeny memutar matanya jengkel. Ia menyandarkan punggung. "Oh, Tuhan. Jadi, aku harus bagaimana Galang?"
"Kau tau kan cara minta maaf yang benar?"
Jeny menggeram kecil. Menarik napas. Lalu menatap Galang sepenuhnya. Mengatupkan kedua tangan di depan dadanya.
"Galang, maafkan aku, please? Aku menyesal telah mengompol di kasurmu."
"Minta maaf diterima."
"Kalau bukan di jalan, sudah ku cekik kau sampai mati." Gumam Jeny menahan sabar. Lalu suasana hening kembali. Jeny dan Galang sibuk dengan pikiran masing-masing.
Tak tahan pertanyaan-pertanyaan di kepalanya. Galang mengutarakannya, "Jeny. Apa yang kau mimpikan?"
Jeny melihat ke atas. Mengingat-ingat. Tapi, hanya bagian acak dan sedikit yang ia ingat. Ada Luna, Marta, dan semua orang seperti kerasukan masal.
"Entah, aku agak lupa." Jeny mengangkat bahu. "Memang kenapa?"
"Kau mencekik dirimu sendiri. Matamu terbuka. Menoleh ke atas. Tapi, dalam kondisi tidak sadar."
Mata Jeny langsung membulat, "Serius?"
"Kau pikir kenapa aku panik tadi. Aku hanya tidak ingin jadi tersangka pembunuhan. Setidaknya, kalau mau bunuh diri jangan di kamarku."
Jeny menatap masam, "Kau tau Galang, kau itu menyebalkan."
"Aku juga tidak sudih di sukai orang sepertimu."
"Oh Tuhan, kenapa orang sebaik Paman Tomi punya anak seperti dirinya?"
"Anak yang tampan, kan? Aku tau." Galang memuji dirinya sendiri. Sementara Jeny mendengus melihat kenarsisan itu.
***
Vote dan komen ya :)
Bantu baca juga dong di fizzo kalau yg ada aplikasi fizzo, baca dan komentar ceritaku di sana Black Sugar. Saling review juga nggak apa2, nanti aku komen balik cerita kalian di sana setelah baca dan komentar cerita aku.Oh iya cerita ini sudah bisa dibaca di KBM atau karya kasra, disana sudah sampai tamat dan ada extra part-nya. seperti biasa ya, aku bakal update di sini sampai tamat aja :)
KAMU SEDANG MEMBACA
HIDDEN [Dark Series IV] [End]
Mystère / ThrillerJeny pikir hidupnya sekarang akan berubah. Dengan memiliki Ayah dan juga kakak baru. Rumah yang megah dan keinginan yang selalu terpenuhi. Hidupnya benar-benar seperti seorang putri di rumah besar itu. Tapi ada sesuatu yang janggal disana. Ada sesua...