Seribu tanda tanya tentang perasaan ini, akan terbalaskan atau malah semakin tercampakkan?
***
Seperti biasa, pagi ini Arina mulai menjalani aktivitas rutinnya. Sepulang dari puncak kemarin, dia langsung membanting tubuhnya diatas kasur. Tidak ada hal lain yang dia perhatikan, hanya tertidur pulas dan bermain dengan mimpi-mimpinya saja sudah cukup membuatnya senang."Lu hari ini ada latihan band?" tanya Bian.
"Band? Sejak kapan kamu ikut band sayang?" tanya Ellena menatap wajah putri bungsunya itu.
"Oh ya, Bian lupa kasih tau mama. Jadi Arina sekarang gabung sama bandnya Danar" jelas Bian.
"Iya akibat dipaksa kak Bian maa" ceplos Arina.
"Gue gak maksa. Kan itu permintaan temen-temen lu"
"Ya udah. Tapi kamu harus bisa bagi waktu ya sayang. Jangan sampai sekolah kamu gak keurus, terus juga kamu harus bisa jaga kesehatan"
"Iya mama cantik siap" ucap Arina sembari mencium pipi Ellena.
Ellena tersenyum manis dan memeluk putrinya itu "Ya udah sana berangkat sekolah. Dianter sama kakakmu"
Arina menganggukkan kepalanya. Dia mengambil tas sekolahnya kemudian bergegas menuju mobil. Bian sudah menunggunya.
Mobil putih melaju meninggalkan kompleks rumah Arina. Tidak ada percakapan diantara dua kakak beradik ini. Hanya terdengar alunan musik yang sengaja diputar Bian.
"Dek.." ucap Bian memecahkan keheningan diantara mereka berdua.
"Hah?" jawab Arina sembari sibuk memainkan ponselnya.
"Danar baik gak orangnya?"
Arina sedikit terkejut mendengar pertanyaan dari Bian. Tidak ada angin, hujan bahkan badai Bian tiba-tiba menanyakan Danar pada dirinya.
"Kenapa?"
"Cowok yang lu ceritain ke gue tempo hari itu si Danar kan?"
Arina menelan ludahnya susah payah. Dia bingung bagaimana bisa Bian tahu semuanya "Sok tau lu kak"
Bian mengacak-acak rambut Arina gemas "Bilang aja iya. Gue tau kali"
"Gue bilang gak ya gak" sinis Arina.
"Ciee pipinya jadi tomat. Nanti gue bilang ke Danar kalo adek gue satu ini.." ucapan Bian terpotong.
"Berhenti." singkat Arina.
Bian mengerem mendadak. Dia menatap Arina bingung "Kenapa?"
"Ini sekolah gue. Lu mau bawa gue kemana lagi?"
Bian mengedarkan pandangnya. Benar saja dia sudah sampai di depan gerbang sekolah Arina. Bian meringis tertawa tak berdosa.
"Makanya kalo mau ngejek gue itu sambil perhatiin jalan" ucap Arina berlalu keluar mobil.
"Dasar kakak laknat.. Hobi banget bikin emosi.." gumam Arina dalam hati menahan kekesalannya.
***
Baru satu langkah Arina masuk ke dalam kelasnya, dia dikejutkan dengan suatu hal yang terjadi disana. Dia beberapa kali mengedipkan matanya, mengamati seseorang yang tengah duduk di bangku paling depan."Rey.." panggil Arina.
Rey memalingkan pandangnya menuju gadis yang tampak kebingungan melihat keberadaannya "Hey.." ucapnya ramah.
"Lu ngapain disini? Jangan bilang lu.."
"Iya aku pindah kesini" ucapnya tersenyum pada Arina.
"Apaaahhhh? Lu ngapain sih pake pindah kesini segala?"
KAMU SEDANG MEMBACA
DINGIN [COMPLETED] ✓
Teen Fiction#1 in Kagum "Hebatnya orang yang jatuh cinta diam-diam. Ia bisa menyembunyikan perasaannya dibalik senyuman" senyum Arina mulai memudar. Dia menahan sakit begitu hebatnya..