Sesekali memberikan pelajaran untuk mereka yang sudah menyakiti itu perlu.
Kehadiran bulan sudah di gantikan dengan cerahnya matahari pagi ini. Arina membuka matanya. Dia terbangun dengan rasa lega dan hati yang begitu tenang.
Jam masih menunjukkan pukul 6:10. Arina membuka gorden kamarnya, membuka jendela lalu menghirup udara segar pagi hari. Dia melihat suasana komplek rumahnya yang masih terlihat sepi.
Ponsel Arina berdering. Dia mengambil dan membuka ponselnya. Ada satu notifikasi disana. Danar Bintara. Sambil tersenyum sendiri, Arina membaca pesan yang di kirimkan Danar.
"Gua jemput lu. 15 menit lagi gua sampai."
Arina sontak terkejut. Dia bermimpi apa semalam, kenapa Danar tiba-tiba ingin menjemputnya? Tanpa berpikir panjang, Arina langsung berlari ke kamar mandi. Dia hanya memiliki waktu 10 menit untuk bersiap sebelum Danar datang.
Setelah selesai bersiap, Arina mengambil tas dan bergegas turun ke bawah. Dia melihat keberadaan Danar yang tengah asik ngobrol dengan Bian.
"Berangkat sekarang?" tanya Arina.
"Lu lama banget sih." protes Danar.
"Kalo tau gua lama, kenapa lu masih di sini nungguin gua?" ucap Arina tidak mau kalah.
Bian hanya menonton dan tertawa melihat dua pasang remaja yang masih malu-malu mengakui perasaannya satu sama lain.
"Kak Bian kenapa ketawa?" tanya Arina.
Bian berdiri dari tempat duduknya. Menghampiri Arina dan mengacak-acak rambut adiknya itu, "Nar titip adik gua ya." ucapnya berlalu pergi.
Arina terdiam mematung. Seperti biasanya, Arina selalu saja tidak bisa memahami keadaan sekitarnya.
"Lu mau diem di situ terus apa ke sekolah?" ucap Danar yang tanpa Arina sadari sudah berada di depan pintu rumahnya.
Dengan cepat Arina menyusul Danar. Lagi-lagi dia di buat terkejut oleh Danar. Tidak seperti biasanya, kali ini pria itu mengendarai mobil untuk menjemput dirinya.
"Lu nyolong mobil siapa?" tanya Arina.
Danar berbalik menatap Arina, "Lu pikir muka gua ini kaya maling apa?"
Arina pun dengan cepat mengangguk tanpa rasa dosa. Danar menghela panjang nafasnya. Dia berjalan beberapa langkah mendekati Arina.
"Arina Greysa yang cantik, ini mobil bokap gua. Lu pasti bingung kenapa gua gak bawa motor? Jawabannya karena gua harus jemput nona yang cantik ini ke sekolah, jadi gua harus bawa mobil. Paham? Jadi sekarang lu masuk ke mobil. Kita berangkat ke sekolah. Oke?" ucap Danar.
Hati Arina terasa berdegup begitu kencang. Baru kali ini wajahnya dan Danar hanya berjarak beberapa centi saja.
"Kenapa? Lu canggung deket sama gua kek gini?" ucap Danar seolah bisa membaca reaksi tubuh Arina.
Dengan cepat Arina mundur beberapa langkah dari posisinya, "Enggak. Gua cuma lapar aja." ucapnya berlalu pergi.
Danar tertawa melihat tingkah Arina yang terus saja mencoba berbohong pada dirinya. Padahal menurut Danar, Arina sama sekali tidak memiliki bakat untuk berbohong.
**
"Tunggu lu diem di sini." ucap Danar.Arina memiringkan satu alisnya. Dia tidak mengerti apa maksut Danar. Detik berikutnya, Danar dengan cepat membukakan pintu mobil untuk Arina.
"Keluar." ucap Danar.
Arina terdiam sejenak, "Lu salah minum obat atau gimana?"
Danar berdecak sebal. Dia menarik paksa lengan Arina untuk keluar dari mobil, "Gak usah banyak bacot. Masih pagi."
Danar mengenggam tangan Arina. Mereka berjalan seiringan menelusuri koridor sekolah. Semua tatapan mata yang tertuju pada mereka berdua. Arina sedikit risih dengan semua tatapan itu.
"Diem dan tetap jalan bareng gua." lirih Danar.
Arina tidak banyak protes kali ini. Dia mengiyakan semua ucapan Danar. Walau sebenarnya banyak sekali pertanyaan yang berputar di otak Arina.
"Weee sekarang udah go public nih?" tanya Kevin yang mendapati Danar mengenggam tangan Arina.
"Kenapa? Lu iri?" sinis Danar.
"Apaan sih Nar?" ucap Arina sembari mencubit lengan Danar.
Kevin tertawa melihat dua sahabatnya itu.
"Gua anterin lu ke kelas." ucap Danar.
"Gak usah. Gua bisa jalan sendiri." balik Arina berusaha melepaskan genggaman tangan Danar. Namun usahanya gagal.
Danar kembali menarik lengan Arina secara paksa. Arina berdecak kesal melihat kekonyolan yang dilakukan Danar.
"Danar.. Arina.. Kok kalian?" ucap Alis yang tiba-tiba datang dari arah yang berbeda.
Danar yang semula mengenggam tangan Arina, berganti merangkul pundak Arina, "Kaget?"
Alis setengah melongo melihat tingkah mereka berdua. Dia mendekati Arina dan menariknya menjauh dari Danar. Dengan cepat, Danar tetap mengenggam tangan Arina dan berdiri di depannya.
"Lu mau bawa dia kemana?" ucap Danar menatap Alis tajam.
"Apa sih? Aku ada urusan sama Arina." balik Alis berusaha menyingkirkan Danar yang melindungi Arina.
"Urusan Arina juga urusan gua."
Alis tertawa, "Urusan kamu? Dia siapa kamu?"
Danar menatap Arina. Detik berikutnya dia menatap Alis tajam, "Pacar gua."
Alis sontak terkejut mendengar ucapan Danar. Ini sama sekali tidak bisa di percaya. Beberapa hari yang lalu mereka berdua saling membenci, lalu sekarang mereka saling melindungi.
"Kamu pasti bercanda kan Nar?" ucap Alis dengan matanya berkaca-kaca.
Danar menaikkan satu sudut bibirnya, "Lu mau bukti?"
Danar berbalik menatap Arina, cupp. Satu ciuman mendarat di pipi kanan Arina.
Alis semakin terkejut, begitu juga Arina. Danar berhasil membuat dua gadis itu sama-sama terdiam dengan sikapnya.
"Udah percaya? Jadi sekarang setiap lu gangguin Arina, gua gak bakalan tinggal diem." sinis Danar berlalu pergi meninggalkan Alis yang diam mematung.
Arina yang sejak tadi juga dibuat diam oleh sikap Danar, berusaha menghentikannya.
"Mau lu apa?" tanya Arina.
..
KAMU SEDANG MEMBACA
DINGIN [COMPLETED] ✓
Teen Fiction#1 in Kagum "Hebatnya orang yang jatuh cinta diam-diam. Ia bisa menyembunyikan perasaannya dibalik senyuman" senyum Arina mulai memudar. Dia menahan sakit begitu hebatnya..