Bagi banyak orang, ada hari yang harus ia lewati dengan berat hati. Mungkin mereka sedang mengalami sebuah masalah besar atau bisa saja mereka kurang bersyukur kepada Tuhan yang sudah memberinya nafas untuk hidup. Walaupun memang hidup tidak akan berjalan sesuai keinginan kita.
Pagi ini Arina masih berada di atas kasur. Badannya terasa begitu dingin, padahal penyejuk udara di kamar sudah ia matikan. Dengan di balut selimut tebal, Arina memejamkan matanya.
"Loh kok belum siap berangkat sekolah?" ucap Elena yang masuk ke kamar Arina.
Tidak ada jawaban dari Arina. Dia masih diam di balik selimut yang menutupi tubuhnya dengan rapat.
"Arina, kamu kenapa sayang?"
Elena mulai panik melihat tubuh Arina yang semakin menggigil. Wajahnya terlihat begitu pucat, begitu pun dengan bibirnya yang ikut menjadi putih pucat.
"Bian, cepat ke sini." teriak Elena.
"Ada apa ma?"
"Siapin mobil, kita harus bawa adik kamu ke rumah sakit."
Bian melihat Arina yang tergeletak lemas. Ia bergegas menyiapkan mobil dan segera membawa Arina ke rumah sakit.
**
Gelisah, itu lah yang di rasakan Danar saat ini. Hatinya terasa tidak tenang, ada sesuatu yang tiba-tiba mengganjal. Namun dia tidak tahu apa yang ia rasakan. Danar pun memilih untuk meninggalkan jam pelajaran berikutnya. Sudah tidak asing lagi, jika Danar suka melakukan hal seperti itu. Setiap kali dia tidak merasa baik, dia akan pergi dari kelas menuju tempat yang membuatnya sedikit tenang. Namun jangan terlalu jauh berpikiran buruk kepadanya. Walau kebiasaannya yang buruk seperti itu, Danar tetap menjadi salah satu siswa terbaik di sekolah.Dia pun pergi ke gedung atas sekolah. Di sini tempat pelariannya di saat jenuh merasakan drama hidup yang harus ia lalui. Tidak banyak murid yang tahu tempat ini, hanya Kevin dan Nando lah yang mengetahuinya. Karena tempat ini berada di atap, sehingga banyak murid yang tidak memiliki nyali untuk naik. Mereka hanya suka menjadikan kantin ataupun toilet sebagai tempat pelarian dari jam pelajaran.
Danar mengeluarkan sebatang rokok dari saku celana seragamnya. Dia menjadi perokok baru satu bulan yang lalu, ketika ia merasa terpuruk karena ulah Alis. Jika berkaitan dengan Alis, dia pasti melakukan hal di luar kebiasaannya. Bahkan ketiga sahabatnya tidak tahu jika Danar menjadi perokok. Walau begitu, Danar bukanlah pria perokok berat, dia hanya merokok ketika ia merasa frustasi dan lelah.
Ponsel Danar bordering. Ada satu panggilan masuk di sana, namun ia tidak mengenal nomor yang menelponnya itu.
"Ya?"
"Ini Danar?"
Danar tidak asing dengan suara itu. Dengan jelas dia mengingat pemilik suara itu.
"Kak Ela?"
"Iya ini gue. Lo masih di sekolah?"
"Iya kak masih, ada apa?"
"Sepulang sekolah bisa gak mampir ke rumah sakit cempaka? Alis sakit.
"Alis? Iya udah nanti gue usahain datang."
Alis sakit? Kenapa dia bisa sakit? Bukankah dia selalu menjaga kesehatannya selama ini. Alis bukan tipe cewek ceroboh menurut Danar. Sekecil apapun hal yang berkaitan dengan kesehatan, dia selalu teliti dan berhati-hati.
Sebenarnya Danar tidak ingin memiliki komunikasi lagi dengn Alis. Apalagi dia harus bertemu kembali dengan gadis itu. Tapi jauh di lubuknya hatinya, Danar merasa cemas akan kondisi gadis itu. Entah kenapa setiap memikirkan tentang Alis, hati dan juga pikirannya tidak pernah sejalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
DINGIN [COMPLETED] ✓
Teen Fiction#1 in Kagum "Hebatnya orang yang jatuh cinta diam-diam. Ia bisa menyembunyikan perasaannya dibalik senyuman" senyum Arina mulai memudar. Dia menahan sakit begitu hebatnya..