"Mau lu apa sih?" ketus Arina.
Danar hanya menatapnya diam. Dia mengerti betul apa yang di rasakan Arina hari ini. Mungkin dia juga merasa kebingungan dengan semua drama hari ini.
"Lu punya mulut kan? Bisa jawab pertanyaan gua?" ucap Arina semakin kesal.
"Apa yang perlu gua jawab?" ucap Danar yang seolah-olah terlihat bodoh.
Arina tertawa picik. Bagaimana bisa Danar masih bertanya seperti ini. Sebenarnya yang bodoh dan menjadi budak perasaan di sini siapa? Dirinya atau Danar? Atau bahkan mereka berdua?
"Perlu gua perjelas lagi apa yang lu lakuin dari tadi?" Arina semakin ketus berbicara dengan pria yang berdiri di hadapannya itu.
"Yang gua lakuin udah bener."
"Bener darimananya sih?"
Belum sempat bertanya lagi, bel sudah berbunyi. Ah sial! Mau tidak mau Arina harus menunda semua pertanyaan itu sampai nanti. Hatinya merasa semakin gelisah saat ini. Tapi dia mencoba untuk tetap tenang lalu menjaga pertahanan perasaannya itu.
Tanpa sekatapun Arina pergi meninggalkan Danar yang mematung disana. Langkahnya nampak tidak mengikuti kemana langkah Arina berjalan. Arina tidak memusingkan itu. Sudah terserah dia. Arina tidak mau lagi merasakan terbang tinggi lalu dijatuhkan secara paksa.
Braakk!! Arina membanting tasnya di atas meja. Dia duduk lalu menutup matanya dengan kedua tangan. Gea dan Raya yang melihat tingkah aneh Arina mulai merasa khawatir.
"Kenapa Rin?" tanya Raya sembari mengelus pundak Arina.
"Rey bikin ulah lagi?" tanya Gea yang tak kalah khawatir melihat Arina.
Arina hanya diam. Dia sama sekali tidak memberikan respon apapun kepada dua sahabatnya itu. Kali ini dia hanya ingin diam. Tidak ingin berbicara apapun. Dia berusaha sekuat mungkin melupaka semua kekonyolan yang dilakukan Danar hari ini.
**
Di sudut kelas berbeda, Danar terlihat begitu santai menanggapi semua kejadian sejak pagi tadi. Menurutnya yang ia lakukan hari ini adalah kebenaran untuk memulihkan suasana."Jadi lu sama Arina udah jadian?" tanya Nando.
"Pasti udah jadian lah. Tadi pagi aja tuan Danar Bintara ini menjemput nona Arina di rumahnya." sahut Kevin.
"Danar? Jemput seorang cewe selain Kayla dan nyokapnya?" balik Nando.
Kevin hanya mengangguk. Lalu kedua orang itu saling menatap pria dingin yang sedang asik memainkan ponselnya.
"Apaan sih? Jijik gua liat muka lu berdua." ketus Danar.
"Lu gak mau kasih penjelasan ke kita?"
"Penjelasan apaan?"
"Soal Arina tadi."
Danar menghela nafasnya. Dia meletakkan ponselnya lalu berbalik menatap kedua temannya itu.
"Dengerin gua baik-baik ya. Gua sama Arina gak jadian seperti dugaan horror kalian itu."
"Gak jadian? Terus lu ngapain cium dia di depan Alis kunyuk!" ketus Nando.
Danar melipat tangannya di dada, "Karena gua mau balas dendam ke Alis."
Ucapan Danar berhasil membuat Nando dan Kevin terkejut. Balas dendam seperti apa yang Danar maksut? Kenapa dia harus melibatkan Arina dalam misinya kali ini?
"Lu mau mainin perasaannya Arina?" tanya Nando yang mulai serius menatap Danar.
"Gak."
"Kalo gak kenapa lu harus libatin Arina ke dalam misi balas dendam lu ini?"
"Karena gua pengen Arina bukan orang lain. Lagian gua juga yakin Arina gak keberatan dengan misi gua ini, karena gua tau dia juga pasti mau balas semua tangisan dia karena ulah Rey."
"Tapi Nar dengan sikap lu gini, perasaan Arina makin gak karuan." ucap Kevin.
"Gak karuan maksut lu gimana?"
"Lu gak usah pura-pura bodoh. Arina itu udah lama suka sama lu."
"Terus kenapa? Bagus dong kalo Arina suka ke gua, misi gua semakin berjalan mulus berkat bantuan perasaa dia."
Nando dan Kevin hanya bisa geleng-geleng. Mereka berdua bingung, bagaimana bisa Danar melakukan hal seperti ini? Apa yang sudah membuat pria itu berubah menjadi tidak memiliki akal sehat seperti sekarang? Lalu bagaimana jika Arina mengetahui semuanya?
"Terserah lu. Gua gak paham sama jalan pemikiran lu." ucap Nando yang berlalu pergi meninggalkan Danar. Begitu juga Kevin yang menyusul kepergian Nando.
Sekarang hanya ada Danar sendirian. Dia merasa bingung terhadap sikap kedua temannya itu. Memangnya apa yang salah? Apa caranya ini salah? Apa menurut mereka caranya ini hanya akan membuat Arina merasa tersakiti? Lalu bagaimana dengan perasaannya sendiri pada Arina? Pikirannya benar-benar kacau saat ini. Dia sama sekali tidak menemukan jawaban atas semua pertanyaan itu.
**
Bel berbunyi, jarum jam menunjukkan pukul 4 sore. Seluruh kegiatan di sekolah usai. Setelah merapikan bukunya, Arina bergegas pulang. Hari ini moodnya benar-benar tidak bagus. Seharian juga dia tidak berbicara dengan kedua sahabatnya, Gea dan Raya.Arina sudah memesan ojek online. Dia tidak ingin pulang bersama Danar, dia begitu menyebalkan hari ini. Setelah menunggu hampir 5 menit, ojol yang di pesan Arina pun sampai. Dia bergegas naik motor lalu pergi dari lingkungan sekolahnya.
"Rayaaa.." teriak seseorang di sana.
Raya berbalik, melihat siapa yang memanggil namanya. Itu Danar.
"Eh Nar, kenapa?" tanya Raya.
"Arina mana?"
"Dia udah pulang dari tadi. Buru-buru gitu kayaknya."
"Pulang? Kok gak nungguin gua sih?"
"Mana gua tau. Coba lu telfon aja."
"Dia gak jawab panggilan dari gua dari tadi."
Raya hanya manggut-manggut, "Arina, ada masalah sama lu?"
Danar menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal, "Masalah? Gak tuh. Kita baik-baik aja."
"Beneran?"
"Iya. Emangnya kenapa sih?"
"Seharian ini Arina diem mulu. Dia acuh banget ke gua sama Gea. Tadi pagi juga dia abis nangis."
Danar mencerna ucapan Raya sebaik mungkin. Arina menangis, yah dia menangis. Tapi kenapa dia menangis? Apa karena ulahnya tadi pagi? Danar tidak bisa diam dan menduga-duga. Dia harus menemui Arina saat ini juga.
"Nar.. Mau kemana?" teriak Raya.
"Ke rumah Arina. Ada yang harus gua selesain."
KAMU SEDANG MEMBACA
DINGIN [COMPLETED] ✓
Teen Fiction#1 in Kagum "Hebatnya orang yang jatuh cinta diam-diam. Ia bisa menyembunyikan perasaannya dibalik senyuman" senyum Arina mulai memudar. Dia menahan sakit begitu hebatnya..