Hampir setengah jam Danar berdiri di depan rumah yang sudah tidak asing lagi untuk dirinya. Sudah beberapa kali dirinya berkunjung dan semua terasa biasa saja. Tapi kali ini berbeda, langkahnya begitu berat untuk masuk ke dalam. Entah ada apa dengan dirinya sore ini. Rasa khawatir dan juga bersalah tiba-tiba muncul begitu saja, padahal Danar sendiri tidak merasa melakukan kesalahan apapun.
"Danar.." sapa seseorang di sana.
Danar mengedarkan pandangannya. Dia sama sekali tidak asing dengan seseorang yang baru saja menyapanya itu, "Eh Ge.." sapanya kembali sambil tersenyum manis.
"Kenapa gak masuk? Arina gak ada?"
"Gak tau, gua.."
"Lu mau ketemu Arina kan?"
"Hm.."
"Ya udah ayo masuk, ngapain diem mulu di sini? Lu kan bukan patung koleksi."
"Tapi.."
Tanpa mendengarkan ucapan Danar, Gea secara paksa menarik lengan Danar untuk masuk menemui Arina. Setelah memencet bel dan di sambut hangat oleh Bi Uci, Gea tetap memaksa Danar untuk menunggu Arina.
"Gua harus pulang." Ucap Danar mencari alasan. Entah kenapa sore ini dia merasa gugup jika harus bertemu dengan Arina. Apa ini efek dari sikapnya tadi pagi ke Arina?
"Lu gimana sih? Baru juga sampai masa mau balik? Bi Uci aja belum ngasih kita makanan sama minuman."
"Di rumah gua banyak air putih. Udah deh, gua harus balik. Lupa kalo ada janji sama Kayla sore ini."
"Emang kata orang itu gak pernah salah ya. Cowo punya 1001 alasan buat ngehindari sesuatu."
"Lu tuh.." ucapan Danar terpotong karena Arina tiba-tiba datang menghampiri mereka berdua.
Arina bingung melihat Gea yang datang ke rumahnya dengan Danar, "Tumben barengan. Emang janjian atau.."
Danar dengan spontan memotong ucapan Arina, "Kebetulan doang."
Arina hanya manggut-manggut mengerti lalu mengambil posisi duduk di sebelah Gea, "Ada apa ke sini?"
"Kalo gua sih ke sini cuma mau ketemu kak Bian. Kangen, udah lama gak ketemu. Orangnya mana Rin?" ucap Gea.
"Dia ke Singapore. Tadi siang dia boarding."
"Apaaaa? Dia ke Singapore tanpa ngajak gua? Sedihnya hati ini/"
"Alay."
"Gua heran deh sama lu. Sebenarnya lu itu sayang gak sih ke temen gua?" sahut Danar.
"Sayang lah. Kevin itu separuh dari hari-hari gua."
Arina dan Danar hanya bisa geleng-geleng melihat tingkah Gea. Walaupun terlihat menyebalkan seperti ini, Gea sebenarnya adalah gadis yang begitu baik dan setia. Memang sih, Gea terus saja mencari Bian dan bersikap seolah-olah dirinya menyukai Bian. Tapi itu dia lakukan hanya sebatas kagum pada Bian, sisanya dia benar-benar menyayangi Kevin.
"Terus lu sendiri mau ngapain ke sini?" tanya Arina sambil menunjuk Danar.
"Kebetulan aja tadi gua lewat, jadi sekalian mampir."
"Boong Rin. Dia tuh dari tadi diem mulu di depan rumah lu. Kalo gak gua paksa masuk mungkin dia udah jadi patung jalanan." sambar Gea.
Danar melototi Gea. Bisa-bisanya gadis satu ini mengutarakan semuanya pada Arina. Mau di taruh mana muka Danar sekarang? Alasannya itu seperti senjata memakan tuan.
"Kenapa? Lu gak terima gua bilang gitu?" ucap Gea.
Danar hanya diam. Dia tersenyum dan mengacak-acak rambut Gea dengan gemas "Lu emang teman sekaligus pacar yang baik buat Kevin."
KAMU SEDANG MEMBACA
DINGIN [COMPLETED] ✓
Teen Fiction#1 in Kagum "Hebatnya orang yang jatuh cinta diam-diam. Ia bisa menyembunyikan perasaannya dibalik senyuman" senyum Arina mulai memudar. Dia menahan sakit begitu hebatnya..