SEASON- 18

1.5K 72 1
                                    

Mentari menyapa bumi dengan senyuman hangatnya. Dia terlihat begitu bahagia pagi ini.

Jarum jam terus berjalan dengan menit-menit yang menemaninya. Arina masih saja bersembunyi dibalik selimut hangat kesayangannya.

Pikiran Arina terus berjalan dengan senang dalam alam mimpinya. Dia menikmati setiap detik yang terjadi disana. Tanpa dia sadari, ada seseorang pria yang muncul dihadapannya dengan tatapan dingin dan senyum merekah di bibirnya.

Arina sontak terkejut dan terbangun dari tidurnya "Horror banget mimpi gue" ucap Arina menepuk jidatnya.

Dia menghela panjang nafasnya. Melihat sekeliling kamarnya sembari mengumpulkan nyawanya. Beberapa kali dia memejamkan matanya, meyakinkan dirinya bahwa kejadian itu hanyalah sebuah ilusi mimpi dalam hidupnya.

"Arinaaaaaaa.... Banguunnnnn. Kebo banget sih lu" teriak Bian diluar pintu kamarnya.

"Gue udah bangun. Gak usah teriak-teriak. Kasihan mamang jualan kue balok, suaranya kalah sama suara lu" gerutu Arina.

"Buruan mandi. Danar udah nungguin lu"

Arina terkejut untuk kedua kalinya. Dia baru teringat ucapan pria itu kemarin malam "Ini bocah ingusan ngapain sih pake jemput gue segala" gumamnya.

"15 menit gak pake lama" ucap Bian.

Tak ada respon apapun. Arina bergegas mandi dan segera turun kebawah. Ingin sekali rasanya dia meneggelamkan Danar pagi ini bersama dengan perasaan bodoh yang dimilikinya selama ini.

***
Arina turun dengan model kunciran rambut yang tak biasa dia tunjukkan selama ini. Dibalut dengan hoodie zipper dark blue membuatnya semakin terlihat cantik.

"Lama banget sih lu. Kasihan nih anak orang nungguin" ucap Bian menyambut kedatangan Arina.

"Kak, sekali aja lu gak usah komentarin gue bisa gak sih?" sinis Arina.

"Arin sarapan dulu sayang. Danar juga sini ayo kita sarapan bareng" ucap Ellena.

"Nggak usah tante. Saya sudah kenyang" ucap sopan Danar.

"Sok-sokan gak mau. Padahal laper" ucap Arina sembari menghampiri Ellena.

"Udah yok Nar. Makan dulu, lu boncengin cilok besar kayak Arina juga perlu tenaga" ucap Bian.

"Shit!!" gumam Arina dalam hati.

Mau tidak mau Danar harus mengiyakan ajakan Ellena dan juga Bian. Dia duduk bersebelahan dengan Arina. Jantungnya berdegup begitu kencang. Kakinya mulai gemetaran lemas. Tak biasanya Danar mengalami hal seperti ini. Bakteri-bakteri aneh ini mulai menggerogoti pertahanan diri Danar.

Hal yang sama juga dirasakan Arina. Dia beberapa kali memejamkan matanya, menghela panjang nafasnya untuk tetap berusaha bersikap biasa saja. Dia tidak ingin gelagat gugupnya terlihat jika dekat dengan Danar seperti ini.

"Arin berangkat dulu maa" ucap Arina berpamitan.

"Hati-hati ya bawa motornya nak Danar" ucap Ellena

"Iya tante siap"

"Titip adik gue" ucap Bian "Kalo dia cerewet turunin aja ditengah jalan"

Danar mengacungkan jempol sebagai jawaban untuk ucapan Bian kepadanya.

***
Angin pagi terasa begitu sejuk. Mentari pun sangat bersahabatan pagi ini, melihat dua insan yang tengah mencoba menyatuhkan kedinginan diantara mereka.

Baru saja sampai masuk gerbang sekolah, semua mata tertuju pada Arina dan Danar. Arina merasa aneh melihat semua tatapan yang seakan-akan mengintrogasi dirinya.

DINGIN [COMPLETED] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang