SEASON- 22

1.4K 68 4
                                    

Langit terlihat mendung sore ini. Ditemani dengan udara sore yang seolah membantu setiap insan di bumi untuk melupakan semua kenangan pahit hari ini.

Arina menyandarkan tubuhnya pada tiang halte di depan sekolahnya. Matanya terlihat sembab begitu juga tubuhnya yang terasa lemas.

Dia mengedarkan pandangannya. Dia sama sekali tidak melihat adanya angkutan umum yang lewat sore itu.

Ponsel Arina berdering. Dia menghela panjang nafasnya berlalu mengambil ponsel di sakunya.

Kenapa?

Lu dimana? Cepet balik kesini, Rey sama Danar berantem.

Permasalahan apa lagi ini? Rey? Danar? Kenapa dua manusia itu selalu saja membuat keributan. Entah itu persoalan sepele ataupun tidak, keduanya sama-sama memiliki ego yang tinggi.

Arina menutup sambungan telepon itu sepihak. Dia bergegas menuju lokasi yang dimaksud Gea yang berada tidak jauh dari sekolahnya.

Hanya butuh waktu 5 menit untuk Arina sampai di tempat itu. Benar saja, dia melihat Rey dan Danar saling adu jotos. Kevin yang sejak tadi berusaha melerai keduanya, tidak bisa berbuat apapun.

"Oh, jadi ini jagoannya sekolah Airlangga?" ucap Arina bertepuk tangan.

Sadar akan kehadiran Arina, keduanya saling diam dan menatap Arina bingung.

"Kenapa berhenti? Lanjutin, gue mau tau. Siapa yang bakalan masuk rumah sakit dan siapa yang bakalan masuk bui"

Tidak ada respon apapun. Baik Danar maupun Rey masih sama-sama bungkam dengan jalan pemikiran yang berbeda.

Arina berjalan mendekati Gea, "Thanks udah kasih tau gue. Lu boleh pergi sama Kevin sekarang"

Gea manggut-manggut mengerti. Dia memberikan isyarat pada Kevin untuk segera pergi dari sana. Bukan Gea tidak peduli pada Arina, namun dia tidak ingin terlalu ikut campur dengan permasalahan ini. Gea percaya bahwa Arina bisa menyelesaikan semuanya dengan tenang.

"Kalian dungu? Kenapa diam aja?" ucap Arina berusaha menenangkan dirinya.

"Maafin gue Rin." ucap Danar yang terlihat memberanikan diri untuk membuka suara.

"Aku juga minta maaf." ucap Rey gugup.

Arina menghela panjang nafasnya. Butiran bening seakan ingin menjatuhkan diri saat itu juga.

"Terus?"

"Aku cuma gak suka lihat Danar peluk kamu dan buat kamu nangis" ucap Rey berusaha memberikan penjelasan.

"Lu bukan pacar dia lagi. Jadi lu gak ada hak buat bersikap seperti itu" tegas Danar.

"Diem!" suara Arina mulai meninggi.

"Rin, gue cuma.." ucapan Danar terpotong, "Gue gak minta lu buat jelasin apapun sekarang."

Danar kembali diam. Dia menatap lekat gadis yang berhasil masuk ke dalam pikiran belakangan ini.

"Rey, gue capek. Capek berulang kali buat tegesin ke lu, kalo kita udah gak ada apa-apa. Kenapa sih lu gak bisa nerima kenyataan? Kenapa lu masih aja kekeh buat dapetin gue lagi? Sedangkan lu sendiri udah tau, kalo hati gue bukan lagi buat lu" suara Arina mulai gemetar.

DINGIN [COMPLETED] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang