Mentari menyambut pagi ini dengan senyuman hangatnya. Berharap setiap insan di bumi dapat mendapatkan hangatnya kasih sayang dari orang yang dia cintai.
Arina berjalan menelusuri koridor sekolah dengan malas. Entah mengapa untuk pertama kalinya Arina sangat malas bersekolah.
"Lu kalo jalan jangan ngelamun" hadang seseorang di depan Arina.
Arina membuyarkan lamunnya, dia memandang seseorang itu.
"Danar.." gumamnya dalam hati.
"Lu udah sarapan?" tanya Danar.
Arina menghela gusar nafasnya. Hatinya kembali terasa begitu sesak. Dia berusaha acuh pada Danar berlalu pergi meninggalkannya.
Namun dengan sergap, Danar menahan lengan Arina untuk pergi menjauh.
"Lepasin gue" ronta Arina.
Danar tidak memperdulikan ucapan Arina. Dia menarik lengan Arina untuk ikut dengannya.
"Gue bilang lepasin gue"
"Lu bisa diam gak sih?" Nada suara Danar mulai meninggi.
Arina menelan ludahnya susah payah. Dia menatap pria itu dengan binar mata ketakutan. Tidak ada yang bisa dia lakukan selain diam dan menuruti semua ucapan Danar.
"Duduk!" ucap Danar tanpa ada senyum di bibirnya.
Arina menurut saja. Tubuhnya gemetar ketakutan. Pria itu sekarang duduk tepat di depannya.
"Gue ada salah apa ke lu?" ucap Danar sedikit tenang.
Arina menundukkan kepalanya, dia masih diam. Keringat dingin kembali menelusuri pelipisnya.
Danar memengang tangan Arina. Menatap gadis itu begitu lekat "Bilang Rin jangan diam aja"
"Gu..gue.." suara Arina terbata-bata. Jantungnya berdegup dengan cepat.
"Karena Alis?" tanya Danar sekali lagi.
Tidak ada respon apapun dari Arina. Dia bingung harus menjawab pertanyaan Danar. Dia tidak mungkin mengutarakan semua pada Danar.
"Berhenti jadi gadis bodoh.."
"Berhenti menjadi seseorang pendiam seperti ini.."
"Berhenti memikirkan perasaan orang lain.."
"Hatimu sendiri juga perlu difikirkan.."
Entah berasal darimana semua pemikiran itu. Semua kalimat-kalimat itu berputar di otak Arina tanpa henti.
"Gue harus ke kelas Nar" ucap Arina beranjak pergi dari sana.
Tapi sekali lagi, Danar berhasil membuat Arina diam. Dia memeluk Arina begitu erat.
Arina memejamkan matanya. Tubuhnya bergetar hebat.
"Le..lepasin gue" ucap Arina terbata-bata.
"Gak akan. Sebelum lu kasih tau ke gue kenapa kemarin lu ngehindar dari gue?"
Arina berusaha keras melepaskan tubuhnya dari Danar. Dia menatap pria itu penuh arti. Air matanya mulai turun menghujani pipinya.
Arina tidak sanggup lagi berlama-lama dengan Danar seperti ini. Dia memilih pergi dengan membawa semua tangisannya itu.
***
Alis berlari menuju taman belakang sekolah. Tanpa sengaja dirinya melihat semua kejadian antara Arina dengan Danar.Isak tangis Alis tidak bisa dibendung lagi. Hatinya terasa begitu sakit melihat Danar memeluk Arina.
"Alis.." panggil seseorang disana.
Alis acuh. Dia sama sekali tidak peduli pada apapun. Dia terus saja menangis sembari memukuli dirinya sendiri.
"Lis berhenti, lu kenapa?" seseorang itu tiba di samping Alis dan berusaha menenangkannya.
"Ndo, gue gak pantas ya buat dapatin Danar lagi?" tanya Alis di dalam isak tangisnya.
Nando menghela panjang nafasnya "Mau sampai kapan lu terus kaya gini?"
"Tapi gue sayang sama Danar"
"Gue tau itu. Tapi Danar sendiri udah gak ada perasaan apa-apa lagi ke lu Lis. Jangan jadi pengemis kaya gini"
"Maksut lu?"
"Lu itu perempuan, dimana posisi lu itu harusnya diperjuangkan bukan sebagai pengemis cinta gini!" tegas Nando.
Alis mulai menenagkan dirinya. Apa yang diucapkan Nando benar. Sudah kesekian kalinya dia mendapatkan isyarat untuk melupakan Danar. Berhenti pada rasa sayangnya untuk Danar dan berhenti menyakiti dirinya sendiri.
"Tapi gue mau bersahabat sama dia" ucap Alis
Nando tersenyum "Gue bakal bantu lu"
Alis tersenyum lega. Setidaknya bantuan Nando bisa membuat dirinya dengan Danar dapat berteman dengan baik. Dimana dirinya harus bisa membuang jauh rasa sayangnya pada Danar dan mulai menganggapnya sebagai sahabat biasa.
***
"Kenapa Rin? Bilang ke kita" tanya Raya cemas."Rin jangan diam aja dong. Gue bingung nih" ucap Gea yang tak kalah cemas dengan Raya.
Arina masih terus menangis. Dia tidak memberikan jawaban apapun pada kedua sahabatnya.
"Lu mau kita antar pulang aja?" tanya Raya.
Arina menggelengkan kepalanya.
"Iya terus gimana Rin? Jangan nangis gini dong" ucap Gea memeluk sahabatnya itu.
"Danar.." lirih Arina.
"Danar? Jadi dia yang buat lu nangis? Awas aja lu ya, gue kasih pelajaran fisika lu nanti" ucap Gea geram.
Gea beranjak pergi dari sana. Dia mencari Danar. Tangannya sudah gatal ingin menampar tampang dingin pria itu.
"Danaaaaaaaaarrrrr" teriak Gea di depan pintu kelas Danar.
Semua murid yang ada di kelas berbalik menatap Gea dengan binar kemarahan di matanya.
Gea mendekati Danar. Menarik kerah baju seragam Danar "Lu apain temen gue?"
"Wuuusshhh. Ge, tenang" ucap Kevin berusaha melerai kekasih dan juga sahabatnya itu.
"Arina maksut lu?" tanya Danar dengan wajah polos.
"Lu pikir siapa lagi haahh?"
Danar merapikan bajunya kembali "Gue peluk tadi, kenapa?"
"Apaaaaahh?" ucap Kevin dan Gea bersamaan.
Danar menaikkan satu alisnya "Apaan sih? Lebay banget lu berdua"
"Lu udah peluk Arina?" tanya Gea bingung.
Danar mengangguk dengan santai "Kenapa?"
"Lu udah gak waras" ucap Kevin.
"Gue waras kali. Buktinya gue tau kalo 1+1 itu sama dengan dua" ucap Danar.
Gea mengacak-acak rambutnya frustasi. Dia tidak mengerti keadaan. Bagaimana bisa Danar memeluk Arina lalu Arina menangis? Apa yang salah? Apa masalahnya? Memang perasaan dan waktu itu rumit.
"Gue gak mau lu nyakitin sahabat gue" tegas Gea berlalu pergi dari sana.
"Lu serius peluk Arina?" tanya Kevin sekali lagi.
"Emang lu aja yang bisa romantis sama cewe? Gue juga bisa" ucap Danar.
"Iya tapi kan Gea cewe gue. Wajar dong kalo gue romantis ke dia. Nah lu?"
"Lu gak bakal tau apa yang bakal terjadi di setiap detik hidup lu. Termasuk perasaan" ucap Danar yang juga berlalu pergi meninggalkan Kevin.
Kevin sedikit kaget dengan perkataan sahabatnya itu. Apa es yang ada di dalam tubuh Danar sudah mulai mencair? Karena Arina? Gadis yang sama-sama dinginnya dengan Danar. Gadis pendiam yang bahkan menyimpan rasa suka pada Danar.
KAMU SEDANG MEMBACA
DINGIN [COMPLETED] ✓
Teen Fiction#1 in Kagum "Hebatnya orang yang jatuh cinta diam-diam. Ia bisa menyembunyikan perasaannya dibalik senyuman" senyum Arina mulai memudar. Dia menahan sakit begitu hebatnya..