1 - Go to pesantren

722 51 14
                                    

"Yah, Lean mohon, jangan masukkin Lean ke pesantren,Lean janji deh bakal dapat nilai bagus." Rengek Lean pada pria paruh baya disampingnya yang tak lain Hamka -Ayahnya-
Sementara pria disamping Lean tak mengeluarkan suara sedikit pun melainkan fokus mengemas barang barang sang putri.

"Yah, Ayah boleh pindahin Lean disekolah lainnya kok, serius deh, asalkan jangan di pesantren Lean janji Lean ga bakal ngecewain Ayah lagi." Rengek Lean lagi, Hamka pun mengangkat suara.

"Lean pikir Ayah akan percaya? Sudah berapa kali Lean berjanji seperti itu? Kemarin- kemarin okelah, Lean masih bisa naik kelas walaupun Lean dapat peringkat ke 32 dari 33 siswa tapi sekarang? Lean bahkan tidak LULUS!" Kata sang ayah dengan bahasa formalnya.

"Ya ampun yah, lagian Lean masih bisa juga kan lulus lagi? Kenapa langsung ayah masukkin ke pesantren sih!?"

"Karena ayah ingin lihat Lean mandiri, ingin lihat Lean tidak manja lagi, terutama ingin lihat Lean rajin, bukannya malas-malasan seperti sekarang!" Jelas Hamka panjang, Lean mengerucutkan bibirnya beberapa senti mendeskripsikan kekecewaannya pada sang ayah.

Hamka menatap wajah putrinya lekat, menempatkan kedua tangannya di pundak sang putri.

"Oke ayah akan kasih Lean dua pilihan, Lean mau ayah kirim ke pesantren, atau kerumah omah?" Lean terdiam sambil berpikir, lalu kembali merengek.

"Emang ga ada pilihan lain apa yah?"

"Tidak ada Lean.." balas Hamka sambil memasukkan baju Lean di koper.

Lean tak punya pilihan lain selain mengikuti perintah Hamka untuk memasuki pesantren, karena jika Lean pergi kerumah omahnya itu pasti akan sangat menyusahkan omahnya karena kelakuan Lean yang susah diatur, apalagi omahnya adalah tipe orang over protective, Lean tak dapat membayangkan itu.
Akhirnya Lean pun memilih opsi pertama dari dua pilihan yang telah sang ayah beri

"Yaudah deh, Lean ikut perintah Ayah aja." ucap Lean pasrah, sebuah senyum merekah menghiasi wajah Hamka yang mulai menua

"Oke, satu lagi, Ayah minta nama Lean disana diganti menjadi Jihan An-Nadhra ya!" pinta Hamka, ia memilih nama itu karena memang sudah ia siapkan untuk putri ke duanya, namun semuanya tak terwujud karena calon putri keduanya telah dipanggil duluan sebelum melihat dunia.

"Dih! Kok gitu sih yah? Udah cukup Lean di masukkin di pesantren, ga usah pake ubah- ubah nama segala!" Bantah Lean tak terima

"Lean mau bahagiain ayah gak?"

"Mau." Jawab Lean pelan

"Kalau gitu ikuti kemauan Ayah yang ini."

Lean bertambah cemberut, dirinya dikuasai oleh kepasrahan, karena tak mungkin terus- menerus ia menambah luka untuk sang ayah, cukup sudah ayahnya terluka karena kepergian bundanya dengan calon adiknya yang tak di duga-duga.

Fyi, Lean adalah anak tunggal dari keluarga yang berkecukupan, Ayahnya menjadi single parent ketika di tinggal oleh Bundanya yang sudah lama mengidap kanker serviks, begitupun dengan adiknya, adiknya telah di panggil seminggu sebelum bundanya meninggal.

Dari kecil Lean selalu dimanja, semua yang ia minta harus di turuti, itulah sebabnya lean sedikit egois, kekanak-kanakan, bahkan malas. Padahal sebenarnya Lean memiliki otak diatas rata-rata, hanya saja kemalasanya yang merubahnya seperti ini. Tidak naik kelas sebenarnya hal yang tidak lazim untuk tingkatan Lean, tapi mau gimana lagi?

(Makannya, untuk para readers entar anaknya jangan di over manja ya! Nanti susah diatur hohoho)

Hai, Aku pemula bantu vote dan comment ya. InsyaAllah bakal seru kok ceriranya:)

Black VeilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang