20 - Es krim

154 13 2
                                    

Fyi, kenapa El dan Jihan lulusnya tidak pada tahun yang sama? Padahal kalau dipikir-pikir mereka mulai memasuki jenjang perkuliahan pada tahun yang sama.

Well, waktu itu El diterima di Turki. Dan di Turki itu sistem mengajar mereka bukan menggunakan bahasa Inggris, melainkan bahasa Turki. Nah bagi penduduk asing seperti El, tentunya tidak banyak tahu kosa kata Turki, kebetulan di universitas itu, program khusus untuk pembelajaran bahasa Turki telah dibuka sejak tiga tahun yang lalu. Dan program itu memakan waktu hingga satu tahun, jika di universitas Indonesia dengan sistem bahasa Arab, mungkin semua terhitung seperti i'dad. Kabar baiknya, peluang itu juga di adakan secara gratis bagi penduduk asing. Dan tentu saja El tak mau menyia nyiakan kesempatan emas kala itu. Ia pun setuju dengan menandatangani MOU yang sudah ditetapkan.

_____

Setelah Jihan mengatakan keputusannya, Haidar lebih memilih untuk menyerah saja, ia tak mau keberadaannya membuat Jihan meraasa bersalah. Cukup sudah ia yang merasakan semua rasa sakit ini. Haidar berniat untuk berlibur ke Chicago, ia berniat untuk mencari atmosfer baru, memulihkan bekas luka, dan melupakan semua kenangan yang pernah ia buat dengan Jihan. Tak dapat dipungkiri, hati Haidar sangat sakit, ia tak mengira bahwa Jihan akan menolaknya. Ah sudahlah, lagipula mereka hanya bersahabat. Tidak lebih. Lalu? Bagaimana dengan Faruq? Bagaimana jika ia mengetahui bahwa Haidar di tolak? Akankah ia biarkan kesempatan ini atau malah ia akan memanfaatkan kesempatan ini untuk melamar Jihan?

* * *

Haidar mengusap wajahnya kasar. Harusnya ia tak memiliki perasaan bodoh ini! Sakit. Sangat sakit.

"Arrggghhh..!" Teriak Haidar sambil melempar kaus kakinya. Lantas Ia berjalan hendak menuju kamarnya, ia berusaha menetralkan perasaannya yang campur aduk. Namun kakinya tetiba berhenti ketika ia melihat seseorang sedang berusaha membuka laci lemarinya yang ada di sebelah ranjang bagian kiri.

"Hei, sedang apa kau dikamarku?" Tanya Haidar, raut wajahnya masih tenang. Sontak kedua mata seseorang yang ada dikamar Haidar membulat. Rahangnya terlihat kaku.

"Ah sial!" Pekiknya dalam hati.

"Ah, tidak. Tadi aku ingin meletakkan kemoceng ini tapi tiba-tiba dia terjatuh dan aku ingin mengambilnya." Alibi Faruq. Ya! Orang yang ada dikamar Haidar adalah Faruq. Ia berkata setenang mungkin, sambil mengambil kemoceng yang berada tidak jauh dari lemari itu. Haidar hanya mengangguk angguk.

"Maaf, tidak memberitahu mu dulu jika aku ingin membersihkan kamarmu." Lanjutnya lagi dengan senyum yang terlihat dipaksakan.

"Tidak apa apa, tapi besok tidak usah repot repot lagi, karna semalam aku baru saja mempekerjakan seorang asisten rumah tangga." Respon Haidar sambil meletakkan bokongnya di ranjang king size miliknya.

"Oh ya, InsyaAllah besok aku akan berlibur ke Chicago selama dua minggu. Kau tidak perlu khawatir, asisten baru kita cukup telaten dengan hal-hal yang berbau rumah tangga. Aku berharap kau dapat menjaga rumah ini dengan baik." Lanjut Haidar dengan senyuman. Faruq mengangguk.

"Kenapa mendadak sekali? Dalam rangka apa kau kesana?" Tanya Faruq penasaran.

"Lamaran ku ditolak oleh Jihan, tak perlu aku beritahu alasannya, yang pasti aku ingin mengistirahatkan hati ku dari perasaan yang seharusnya tidak ada. Kau tahu kan? Bagaimana rasanya mencintai namun bertepuk sebelah tangan?" Ungkap Haidar. Faruq mengangguk entah untuk keberapa kalinya.

"Aku mengerti perasaanmu, semoga saja sepulang dari Chicago ada seseorang yang mengisi hatimu." Ujar Faruq seraya menepuk-nepuk pundak Haidar dramatis.

"Hm, ya sudah. Aku mau mandi dulu." Tandas Haidar. Faruq pun mengerti dan melangkahkan kaki untuk meninggalkan kamar Haidar. Perlahan seuntai senyum tercipta pada wajah Faruq kala punggungnya mulai menjauh. Tidak! Itu bukan senyuman, lebih tepatnya seperti seringai yang terlihat mengerikan.

Black VeilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang